This is default featured slide 1 title

Majalah Bersuara LAPMI Cabang Semarang

This is default featured slide 2 title

Foto Majalah Bersuara LAPMI Cabang Semarang

This is default featured slide 3 title

Majalah Bersuara LAPMI Cabang Semarang

This is default featured slide 4 title

Majalah Bersuara LAPMI Cabang Semarang

This is default featured slide 5 title

Majalah Bersuara LAPMI Cabang Semarang

Selasa, 29 April 2014

Telah Terbit "Majalah BerSUARA Edisi XXVIII-Pemilu 2014 Dari Siapa? Oleh Siapa? Dan Untuk Siapa?"

 Pemilihan Umum (Pemilu) telah diadakan sebanyak 10 kali yaitu tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004 dan 2009. Dan sekarang rakyat Indonesia sedang menghadapi pemilu 2014 atau yang ke 11. Lalu, pemilu itu dari siapa? Oleh siapa? Dan untuk siapa? Pertanyaan mendasar ini bisa dikategorikan pertanyaan sepele, akan tetapi pertanyaan tersebut bisa jadi merupakan titik awal kesuksesan pemilu. Apakah benar slogan demokrasi dalam pemilu kita yakni dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat! Pemilu selalu diidentikan dengan demokrasi, tetapi demokrasi itu apa ya? Demokrasi dalam arti sempit adalah Demos (rakyat), dan Kratos, Kratein (pemerintahan) atau pemerintahan dari dan oleh rakyat.
Instrumen demokrasi yang telah di positifkan sebagai hukum barangkali hanya satu yakni pemilihan umum. Hampir semua ilmuwan sosial masih menganggap salah satu ukuran demokrasi adalah adanya pemilihan umum. Hampir semua negara modern (nation-state) di dunia selalu menyelenggarakan pemilu sebagai salah satu ukuran dalam demokrasi. Bahkan menurut ELSAM (1996) sistem politik liberal, sistem politik islam, bahkan politik otoriter dan totaliter, sistem politik monarki hingga sistem politik yang disebut Herbert Feith sebagai Represive Developmetalist Regimes (RDR) selalu menyelenggarakan pemilu.
Gagasan awal tentang demokrasi memang ditujukan untuk membangun suatu tatanan sosial yang dibangun bukan dalam fondasi monarkhi atau kelas-kelas aristokrasi. Aristoteles peletak dasar ide demokrasi begitu menyadari bahwa untuk menciptakan pemerintah yang baik, semua kelas sosial dalam masyarakat harus mendapatkan hak yang sama. Namun benarkah demokrasi memperlakukan setiap orang memiliki persamaan dihadapan di hadapan hukum, politik, ekonomi, sosial, bebas mengemukakan pendapat dan ide, dan lainnya jika dihubungkan dengan pemilihan legislatif dan presiden yang akan diselenggarakan di Indonesia. Keterlibatan secara sama dan bebas dalam menggunakan, menentukan hak politik oleh setiap warga negara dalam pemilu adalah momentum untuk membuktikan apakah sebuah negara telah benar-benar demokratis.
Lalu apakah pemilu 2014 yang diperkirakan menelan biaya sekitar Rp. 16 triliun hanya untuk membuktikan bahwa negara telah benar-benar demokratis dan takut dituding sebagai pemerintahan yang tiran, otoriter atau melegitimasi pemerintahan “baru” sebagai pemegang kekuasaan atas dasar perolehan suara rakyat terbanyak.
Jadi untuk apa dan siapa pemilu diselenggarakan? Komarudin Hidayat (2004) menyatakan secara teoretis-normatif, pemilu untuk menjaring wakil rakyat dan presiden serta wakilnya yang memperoleh mandat dan kepercayaan rakyat karena pertimbangan integritas dan kompetensinya. Oleh karena itu, rakyat harus dibuat jelas dan sadar akan hak dan kewajibannya bahwa pemilu di negaranya yang menelan biaya tinggi, moral maupun material, bukan dirancang untuk panggung persaingan dan antar elite politik untuk memperoleh kekuasaan saja tetapi untuk kepentingan rakyat dan bangsa. Maka yang diperlukan adalah kesadaran, partisipasi dan tindakan nyata dari kita semua untuk menciptakan pemilu yang berkualitas, baik aspek penyelenggara, peraturan, proses, perilaku pemain, pengawas, maupun suporternya.
Oleh karena itu, Lembaga Pers Mahasiswa Islam Cabang Semarang (LAPMICS) merasa terpanggil untuk berkontribusi menyadarkan rakyat agar jangan salah pilih dan menyukseskan pemilu 2014 dengan mengangkat tema “Pemilu 2014, dari siapa? Oleh siapa? Dan untuk siapa? dalam Majalah Ber-SUARA Edisi XVIII-April 2014/1435. Semoga edisi Majalah Bersuara kali ini mampu memberikan pendidikan politik bagi warga negara agar tidak menjadi korban petualangan dan rekayasa politik yang dilakukan oleh mereka yang haus kekuasaan untuk diri dan kelompoknya dengan memanfaatkan momentum pemilu. Selamat membaca.

Semarang,  April 2014



Noor Rochman  
Direktur LAPMICS

Info & Berlangganan : 085640281855
 

Senin, 21 April 2014

PELANTIKAN HMI KOMISARIAT IKIP VETERAN SEMARANG



Tahun 2002 kami sempat mau mendirikan Komisariat di IKIP Veteran. Berhubung saat itu hanya saya yang berasal dari IKIP Veteran, lainnya dari AKPELNI, STIP FARMING, dan UNTAG maka akan dibentuk Komisariat Bendan Duwur. Satu persatu mereka pun lulus lalu kembali ke tempat masing-masing. Hanya saya yang tersisa sehingga mewujudkan Komisariat Bendan Duwur menjadi pupus.

Ketika itu saya hanya punya satu mimpi, meskipun sekarang saya dan kawan-kawan tidak bisa mewujudkan komisariat, saya yakin pada suatu saat nanti akan terbentuk Komisariat. Bukan hanya Bendan Duwur tetapi Komisariat IKIP Veteran.

Kita punya mimpi, kita berdoa dan bergerak ( meskipun masih mengkonsep saja ). Hasilnya? Biarkan Allah yang akan mengeksekusi dengan cantik. Seperti hari ini (17/4/14), mimpi yang dulu sempat tertunda kini menjadi kenyataan.

Hari ini terbentuk HMI Komisariat IKIP Veteran Semarang. Dengan ini, makin kuatlah iman saya bahwa Allah tidak pernah ingkar janji. Allahu Akbar....Allahu Akbar....Allahu Akbar!

Selamat berjuang adik-adikku, rekan-rekan semua dalam usaha syiar Islam melalui organisasi.
Sukses Kuliah, sukses organisasi.
Organisasi no.1, kuliah harga mati.
Tetap Semangat dan Terus Berkarya!

From Facebook: Estu Pitarto (Alumni  Jurusan Pendidikan Sejarah di IKIP VETERAN SEMARANG)
https://www.facebook.com/estupitarto

Jumat, 18 April 2014

CREATIVE WRITING CONTEST



IKUTILAH LOMBA MENULIS KREATIF
tema : “HMI-isme, HMI-miss-me, HMI-is-me”
Ketentuan:
1. Karya berbentuk essay
2. Minimal 1,5 halaman A4 (kuarto)
3. Font Times New Roman (11) spasi 1’
4. Deadline 30 April 2014
5. Karya dikirim melalui email: lapmics@gmail.com
6. Melampirkan biodata & foto santai
Penilaian: Bahasa komunikatif, gagasan menarik, sesuai tema
semua karya akan dibukukan
hadiah untuk juara I,II,III

presented by: LAPMI CABANG SEMARANG
twitter: @lapmics

Sabtu, 12 April 2014

REFLEKSI HMI DALAM MOMENTUM REFORMASI Oleh : Kanda Mujahid




HMI yang lahir pada tanggal 5 Februari 1947 telah mengalami pasang surut perjuangan dalam memperjuangkan ideologinya mulai dari orde lama, orde baru sampai reformasi sekarang. Ketika orde baru berkuasa ideologi HMI dipecah sedemikian rupa dengan asas tunggal Pancasila sehingga ideologi HMI waktu itu ada yang nasionalis, ada yang menolak asas tunggal, dan ada yang ingin daulah islamiyah. Tetapi, kini setelah reformasi yang mengambil alih kekuasaan orde baru dan menjadikan ideologi dibebaskan justru yang terjadi adalah kekalahan islam, begitu pula HMI yang kehilangan momentum reformasi tidak memanfaatkan atau mengambil alih kekuasaan.

Sebuah kesempatan menjadi sesuatu tidak bermakna ketika umat itu tidak siap, yakni ketika reformasi meskipun perkaderan-perkaderan kita yang kita lakukan sudah cukup panjang, tetapi ternyata hasilnya tidak di dalam kekuasaan kaum muslimin. Karena pengambil alih kekuasaannya tidak seperti yang kita cita-citakan. Momentum reformasi yang terlalu cepat atau kita yang tidak siap, tetapi kemudian kita kehilangan kesempatan untuk merubah tatanan masyarakat melalui ideologi yang dimilikinya. Meskipun ada kesempatan berpartai, dan kalau sudah berpartai berarti sudah tidak mempermasalahkan ideologi negara, karena menganggap sudah final dan tinggal mengisinya, tidak usah berpikiran untuk merubah negara atau merubah dasar negara, kecuali nanti kalau partainya menang.

Ada pelajaran di Mesir, Ikhawanul Muslimin sangat konsisten ingin membangun sebuah negara islam atau daulah islamiyah dengan membentuk suatu partai dengan tujuan kalau menang untuk merubah negara, namun di dalam faktanya tidak berhasil ketika Mursyid menjadi presiden, dia memaksakan diri mengadakan dekrit kemudian gagal, seperti soekarno di Indonesia. Seharusnya, ketika di Mesir tumbangnya rezim Mubarok dilakukan referendum yang intinya merubah undang-undang dasar agar masyarakatnya dan negaranya siap berubah. Saya pernah kumpul dalam kegiatan FKUB (forum kerukunan umat beragama), saya bercerita bahwa sebetulny a kita sudah normal dengan demokrasi, artinya bahwa kalau kita mau memilih sebuah daulah bagaimana dengan metode demokrasi. Iran, alhamdulillah dia merubah negaranya itu dalam jangka panjang, tetapi tidak terjadi gangguan yang prinsipil dari rakyatnya karena membentuk negaranya dengan referendum, artinya dengan sistem yang memang diakui oleh dunia sebagai basic demokrasi, dan waktu itu menang karena memang masyarakatnya sudah disiapkan.

Kalau kembali ke reformasi kita yang terjadi tahun 98, artinya kita kehilangan momentum, dan ketika dikasih kesempatan bahwa bisa berpartai karena waktu itu hebat dan banyak sekali partai setelah reformasi, kader HMI hampir ada dimana-mana kecuali MPO yang tidak dipartai karena bisa dipertanyakan keMPOannya. Pada waktu itu ada partai yang sangat bagus, waktu itu ada orang MPO juga yang disebut partai umat islam, dipimpin oleh alumni HMI, seharusnya partai ini menang secara teoritis karena partai umat islam dan di Indonesia mayoritas umat islam tetapi ternyata kalah, karena umat islam tidak memilih. Kemudian partai islam sekarang tergrogoti, bahkan sekarang hampir ada opini bahwa kalau partai mengenakan simbol islam pasti kalah, dan ketika agak menang malah tersandung masalah dan tinggal nanti lihat ujiannya di 2014. PBB (Partai Bulan Bintang)  partai islam yang selalu sukses karena setiap tahun bisa mengikuti pemilu mudah-mudahan di tahun 2014 penentuannya, kalau tahun ini kalah maka entah bagaimana caranya bisa mengikuti pemilu tahun berikutnya. Artinya kita juga kehilangan kesempatan ketika mewarnai partai pun kita tidak ada. Sehingga dengan buah reformasipun, ideologi islam menjadi sebuah hal yang semakin jauh dari apa yang kita harapkan, dan masih ada kelompok-kelompok yang underground tetapi tidak jelas arahnya, dan kerjaannya hanya ngebom-ngebom dan kemudian musuhnya hanya polisi yang jaga-jaga, yang tidak diketahui arahnya apakah kelompok yang melawan amerika tetapi yang ditembaki adalah polisi.

Kondisi kekinian, idelogi islam menjadi sebuah hal yang jauh, tentu hal ini juga merembet pada organisasi HMI. Seperti yang saya temui ketika mengajar mahasiswa umum, ada sebuah perubahan kultur yang sangat jauh. Saya teringat ketika memberi pengantar kuliah pertama tidak ada satu mahasiswa pun yang menanyakan literaturnya, dan ada penurunan terhadap keilmuan. Waktu saya tanyakan ke dosen-dosen yang lain merasakan juga seperti itu. Hal ini berbeda dengan jaman saya kuliah dulu, suasana diskusi, suasana pendalaman kajian sangat menjadi kebutuhan mahasiswa. Sekarang tidak demikian, ketika ditanya tentang referensi mahasiswa hanya satu yaitu google, karena semuanya ada. Sehingga, kekinian ini menjadi tantangan yang sangat berat bagi organisasi kemahasiswaan dengan terjadi akulturasi kultur yang berbeda ini, agar mampu menciptakan kader-kader yang berideolog, apalagi sekarang ideologi di masyarakat cenderung pragmatis yang sangat praktis dan hedonis.

Efek dari sebuah budaya pragmatis, seseorang mengukur sesuatu dengan materialistis, dalam hal ini perkaderan yang dilakukan kawan-kawan kita menjadi sangat sulit. Sekarang ini kalau kita mengajak orang berbicara sebuah ide seperti negara islam dan yang idealis maka dinilai orang sebagai hal yang utopis, padahal dalam dunia perkaderan harus berbicara idealis, karena idealisme inilah yang  menjadi daya tarik, dari waktu ke waktu ketika menjadi kader HMI dikenal idealis karena selalu berdiskusi tentang idealisme, kalau tidak idealis dan pesimistis namanya bukan kader. Saat ini budaya diskusi sudah berkurang karena orang dengan teknologi sekarang yang ada, maka bisa menjauhkan yang dekat dan mendekatkan yang jauh hal ini bisa dilihat ketika menggunakan bbm dan sms sehinggabisa dekat dengan orang yang jauh, tetapi sekarang dekat menjadi jauh karena berkurangnya budaya ngobrol, orang sudah sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri, tidak ada lagi orang ngobrol-ngobrol di terminal dan di bus misalnya.

Dengan tantangan yang dihadapi  apakah 10 tahun apalagi 20 tahun mendatang  HMI masih ada? Menurut saya, selama perguruan tinggi masih ada, masih ada yang namanya mahasiswa, islam juga masih ada maka HMI harus tetap ada, meskipun bentuknya lain. Tetapi kalau kita berbicara ideologi tidak akan ada habisnya karena persoalan nilai, budaya menjadi sebuah persoalan kemanusiaan yang tidak ada habisnya. Allah SWT akan tetap merekayasa makhluknya atau hambanya, hukum newton juga berlaku kalau ada aksi maka akan ada reaksi artinya bahwa kebatilan dan kebenaran akan selalu ada di muka bumi, kalau kemudian sebuah ideologi dicita-citakan maka ideologi tidak akan selesai dan menjadi kebutuhan yang akan datang hanya kelemahannya adalah yang menjadi sebuah tantangan apakah dengan perkembangan budaya sekarang ini HMI masih bisa ditawarkan untuk kemajuan yang akan datang dan tidak ketahui.

Di arab dulu adalah negara-negara yang established dan atau status quo ternyata juga terjadi reformasi, revolusi dan pergolakan yang tidak diperkirakan. Disitulah pergerakan masih menjadi sebuah kebutuhan. Dalam konteks pergerakan dan ideologi maka HMI seperti sekarang ini tetap menjadi sebuah hal yang harus dipertahankan dan diperlukan karena kita tetap membutuhkan orang-orang yang baik, meskipun sekarang ada kampanye hitam terhadap HMI karena yang dilihat adalah kakanda atau mas Anas Urbaningrum. Persoalannya HMI bukan individual semata, kalau ada umat islam yang terkena kasus maka islam tidak lantas jatuh. Jadi, hal yang perlu didiskusikan adalah apakah kita masih tetap komitmen terhadap ideologi yang akan kita bawa dan perjuangkan sehingga sampai kapanpun akan menjadi sebuah tantangan. Kalau saya bertemu dengan kawan-kawan yang masih di HMI, selalu saya sampaikan bahwa saya sepakat kalau HMI tetap sebagai organisasi perkaderan dan perjuangan artinya bahwa harus mengkader yang banyak dan yang baik. Dulu waktu sempat berdiskusi dengan mas Suharsono, ketika ada ide untuk menjadikan HMI sebagai organisasi masyarakat kita tidak sepakat karena HMI tidak punya pandangan lengkap terhadap islam, ushuludin atau fiqih HMI juga tidak jelas karena di HMI ada yang dari muhammadiyah, NU, sehingga ushuludin dan fiqih HMI juga heterogen, yang berbeda dengan organisasi seperti muhammadiyah yang homogen, sehingga sulit untuk membangun HMI sebagai ormas, atau sebuah oraganisasi gerakan yang panjang karena tidak mempunyai basic ajaran yang tetap. Oleh karena itu HMI sampai kapanpun tetap menjadi organisasi kader, hanya pe
rtanyaannya apakah HMI tetap bisa menghasilkan kader-kader spesial yang bermanfaat bagi masyarakat ke depan yang sesuai dengan kebutuhan zamannya, inilah yang menjadi tantangan.

Kalau dulu organisasi yang bisa menghasilkan kader yang baik yakni militer dan HMI, sekarang kita harus sadar ada organisasi-organisasi lain yang juga menjadi pelahir-pelahir kader sehingga kita jangan seperti katak dalam tempurung artinya jangan merasa sudah cukup karena dunianya kecil tetapi begitu tempurungnya dibuka ternyata dunia lebih luas, kita jangan merasa hebat di dalam lingkungan organisasi kita sendiri tetapi begitu keluar ternyata kita belum apa-apa. Dulu ada aksi sosial antara lain PRD yang merupakan didikan orang-orang sosialis ternyata ada kelebihan ketika bisa menguasai masa dengan mengadakan advokasi dan sebagainya sehingga setelah reformasi mereka menjadi sebuah hal yang dibutuhkan oleh masyarakat. Hal inilah yang menjadi tantangan HMI agar perkaderannya bisa menjawab permasalahan yang akan datang sehingga mahasiswa tertarik dengan HMI. Satu hal yang bisa dilakukan survei kenapa mahasiswa sekarang tidak tertarik dengan organisasi? 

Kedepan hal yang paling mendasar adalah apakah kita masih punya cita-cita yang idealis atau tidak, kalau kita masih idealis seperti dalam ajaran agama islam yang mengajarkan kita sampai kapanpun harus bercita-cita idealis, karena islam itu ya'lu wala yu'la alaih “unggul dan tak ada yang lebih unggul darinya”. Sesuai dengan tujuan HMI “terbinanya mahasiswa islam menjadi insan ulul albab yang turut bertanggungjawab atas terwujudnya tatanan masyarakat yang diridhoi Allah Subhanahu Wata’ala” maka masyarakat yang diridhoi Allah harus menjadi sebuah ending yang harus didefenitifkan dan menjadi tanggungjwab kita bersama karena masyarakat yang sekarang makin jauh dari ridho Allah, padahal masyarakat yang diridhoi Allah satu-satunya adalah daulah islamiyah. Hal ini akan menjadi tantangan yang masih terus berjalan sesuai dengan prinsip kebathilan dan kebenaran akan selalu bertarung sampai kapanpun hingga yaumul kiyamah, sehingga kita akan mengalami masa kejayaan islam .

Sabtu, 05 April 2014

MARI KITA HIDUPKAN KEMBALI KOMISARIAT SYARIAH IAIN WALISONGO SEMARANG



Bedah tema LK II oleh Ahmad Mas'ud
Tanggal 8-16 Maret kemarin, HMI Cabang Semarang mengadakan LK II atau Intermidate Training, yang bertemakan “Penguatan Sosio-Budaya Islam sebagai Counter Hegemoni Neoliberalisme” yang diselenggarakan di Pondok saubari Bening Hati Semarang. Pada LK II kali ini diikuti oleh 16 peserta baik kader dari semarang sendiri maupun kader luar semarang, yang terdiri dari 7 ikhwan dan 9 akhwat.
           Dalam kesempatan ini HMI Komisariat Syariah IAIN Walisongo Semarang mendelegasikan sebanyak 3 peserta yaitu, saudari Anis Sholihah, saudara M. lutfan M. dan Ulil Albab, sebelumnya sudah ada saudara Ibnu Himawan dan Ahmad Mas’ud yang sudah terlebih dahulu lulus LK 2 HMI Cabang Sleman dan HMI Cabang Jogja. Yang mana dengan mereka bertiga mengikuti LK 2 ini, maka komisariat Syariah bisa dinyatakan komisariat tersubur pada tahun ini, karena semua pengurus komisariatnya sudah lulusan LK 2. Namun predikat itu hanya sekejap mata apabila para pengurus yang sudah lulus LK 2 tidak bisa membuat komisariatnya hidup dan tidak bisa mengayomi para kader-kadernya, mungkin pepatah inilah yang cocok untuk para pengurus komisariat Syariah “ apa arti sebuah gelar, kalau tidak bisa mewujudkan dan mempraktekanya”, yang diharapkan dari pepatah ini adalah supaya para pengurus Syariah sadar dan tidak tenggelam karena sudah mempunyai gelar.
Sebuah awal proses yang baik, karena komisariat Syariah kemarin mengadakan bedah tema LK 2 HMI Cabang Yogyakarta, yaitu “Tela’ah Konflik komunal ditengah demokratisasi Indonesia”, yang dibedah oleh saudara Ahmad Mas’ud yang dinyatakan sudah lulus dari LK 2 jogja. Meskipun yang ikut diskusi sedikit, namun proses diskusipun berjalan seru dan lancar. Dalam bedah tema tersebut saudara Mas’ud menyampaikan, “Sebagai negara yang lahir di zaman modern yang demokrasi menjadi sistem politik idaman mayoritas negara bangsa, Indonesia sejak dibentuk memilih sistem politik demokrasi untuk menjaga keutuhan dan persatuan bangsa, hal itu karena sepanjang era modern ini demokrasi dianggap sebagai sistem politik dan pemerintahan yang paling elegan dibandingkan dengan sistem politik lain. Olehnya sejak negara ini terbentuk dapat dijumpai term demokrasi yang pernah diterapkan diantaranya demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, demokrasi pancasila, dan (kini) demokrasi liberal. Harus diakui bahwa demokrasi yang pernah dan sedang diterapkan di Indonesia tersebut masih banyak cacat yang mesti dibenahi, karena dalam berbagai fase tersebut ancaman kesatuan dan keutuhan NKRI masih sering marak terjadi. Kini era reformasi itu telah berlangsung kurang lebih 15 tahun, dalam perjalanan mengarungi masa demokratisasi itu terlihat bahwa kesejahteraan dan kerukunan dalam keberagaman yang didambakan justru menjauh dari harapan. Demokrasi (era) reformasi selain memberi kebebasan hak berpendapat, berpolitik, berkayakinan ternyata juga membuka peluang berbagai kelompok untuk menunjukkan identitas dirinya secara bebas tanpa dibarengi sikap saling menghargai dan menghormati kelompok lain yang melahirkan fanatisme kelompok dimana-mana. Sehingga di era reformasi (yang dianggap demokratis) justru lebih banyak terjadi jenis konflik kekerasan komunal yang menelan korban jiwa dan materi di hampir seluruh pelosok tanah air: sebutlah misalnya peristiwa Ketapang dan peristiwa Kupang (1998), kerusuhan Poso (1998-2006), kerusuhan Ambon (1999-2001), Insiden Monas berdarah (2008), hingga kerusuhan yang terjadi belakangan ini di Bima, Mesuji-Lampung, Sampang, Cikeusik-Banten, GKI-Bogor dan seterusnya”.
            Dengan awal yang baik ini, semoga bisa ditiru para pengurus maupun kader syariah yang lainnya, agar komisariat bisa bangun dari tidur panjangnya, baik berupa diskusi, bedah buku atau kajian-kaijian keilmuan yang lainnya. (YAKUSA) 

Reporter : Si AL. (Ulil Albab)

Jumat, 04 April 2014

Hasil RA Komisariat Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang ke-XIX

HMI Komisariat Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang laksanakan Rapat Anggota ke-XIX di mulai hari Jumat-Minggu 28-30 Maret 2014 bertempat di wisma Assalam Jl. Margoyoso II No. 29 B Tambak Aji Ngaliyan. Acara dihadiri setengah dari pengurus dan satu anggota baru HMI Komisariat Tarbiyah, tamu undangan dari pengurus HMI Cabang Semarang, Komisariat Syariah IAIN Walisongo Semarang, dan Komisariat FPBS IKIP PGRI Semarang.
Serah terima  laporan RA kepada formatur terpilih
RA ke-XIX kali ini menghasilkan Visi ”Internalisasi Nilai Historisitas ke-HMI-an Upaya Menuju Kader yang Aktif, Dinamis dan Kreatif”. Dengan visi ini diharapkan para pengurus periode mendatang dapat mendidik kader untuk menjadi lebih aktif dalam silaturahmi kepada alumni, dinamis dalam segala bidang terutama dalam bidang wacana dan diharapkan juga dapat mengembangkan kreatifitas kader melalui menulis.
Akhir Rapat Anggota ke-XIX menetapkan Nur Alfiah sebagai formatur terpilih, yang sebelumnya terdapat tiga calon formatur terpilih yaitu; Nur Alfiah, Wasis Ginanjar, Ni’matul Hayati. Mereka bertiga diberi kesempatan unuk bermusyawarah sampai dua kali hingga akhirnya saudari Alfi bersedia menjadi formatur terpilih. “kenapa saya bersedia menjadi formatur terpilih karena dalam musyawarah kita menghasilkan kesepakatan bahwa, nama yang tertulis dalam kertas adalah nama saya, tapi sebenarnya kita bertigalah formatur terpilih (ketuanya)”, dan saya mengutip kata-kata Ni’mah yang menguatkan saya bersedia menjadi ketua “kita bertigalah yang menjadi ketua ibarat kata Alfi otaknya, saya jantungnya dan Wasis hatinya”. Jelas Nur Alfiah dalam sambutan penutupan RA.
Pesan dari Ketua (demisioner) Komisariat Tarbiyah Nunung Dwi S R kepada formatur terpilih, "semoga ketua baru Komisariyat Tarbiayah dapat menjadikan HMI di Fak. Tarbiyah lebih baik dari sebelumnya dan formatur terpilih dapat menjadi ketua yang amanah, amanah dan amanah". Tak lupa juga ketua HMI Cabang Semarang Nur Khasan menyampaikan pesannya “dalam perjalanan kita semua akan menemui onak dan duri sehingga kita dapat menjadi orang yang terarahkan ke tempat yang lebih baik”.

Semarang, 30 Maret 2014  
Reporter (Anis Sholihah)
sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com