{Semarang, Bersuara.com} Ngaji kultural kitab Safinatun Najaa dengan kanda Ulil Albab di wisma al-Manar komisariat FPBS UPGRIS HMI Semarang, dilaksanakan pada tadi malam 28 Oktober 2015 pukul 20;00 wib-selesai berjalan dengan seru dan menarik. diikuti oleh sebagian kader-kader FPBS dengan teknik ngaji bandongan (pengkajian dan penyampaian kitab dengan dibaca dan disima’) dan sesi tanya jawab.
Pada kesempatan ngaji kitab
klasik tersebut, pembahasan tentang fiqih yang menyangkut tentang hukum fiqhiyyah
dalam tatacara beribadah yang menyangkut tentang bersuci dan berwudlu. Pemateri
yg juga sebagai ketua bidang PKPO cabang HMI. kanda ulil menegaskan pada penjelasan
bersuci sangatlah penting, dimana kotoran bisa di bersihkan dengan alternative
lain, tidak Cuma dengan menggunakan air saja. padahal dimana ketika dimasa
tidak terdapat air lebih-lebih pada masa pancaroba, kekeringan sekarang ini dapat
menggunakan batu dan hal-hal yang bisa membersihkan seperti dedaunan, kayu,
tisu dan benda-benda yang padat. dalam artian benda suci yang tidak menimbulkan
bahaya.
Dalam forum ngaji tersebut. timbul
berbagai pertanyaan dan perdebatan yang cukup menarik dari audien. kata yunda
umi dalam kesempatan itu, ia menanyakan tentang kurang bersihnya jika bersuci
dalam keadaan menggunakan batu sebagai alat untuk mensucikan. dan hal tersebut
dijawab haruslah menggunakan minimal tiga batu dan selebihnya,“tandas ulil”. karena
sesuatu itu ada kadarnya dalam qaidah fiqhiyyah disebutkan maa ubiha
liddhoruroti yuqaddaru biqadrihaa.
Senada dengan audien, yunda
yatun salah satu kader FPBS membuat geerrr dan seru pada sesi pertanyaan
yang dilontarkan ketika Tanya jawab. ia mengungkapkan pertanyaan yang lumayan
kontrofersial, dimana semua hukum ibadah baik itu wudhu maupun bersuci haruslah
dengan menyandarkan pada hal yang semua dirujuk pada Allah lah yang lebih tahu.
ungkapan inilah yang membuat cairnya suasana dan menambah greget suasana ngaji.
Setelah membahas tentang bersuci
dan alternatifnya didalam kitab Safinatun Najaa, ngaji kitab kuning juga
dilanjutkan dengan bab wudhlu, salah satu hal yang menjadi syarat
penting dalam beribadah sebelumnya. tatacara wudhlu dibahas secara mendetail
karena ada 7 syarat dan haruslah tertib (baca urut), dari pertama dibasuhnya wajah
dulu dalam syaratnya dan diakhiri dengan membasuh kaki. papar ulil dalam
menerangkan.
Dalam tataran filosofis ungkapnya.
kenapa, syarat wudhlu tersebut mempunyai urutan dan harus tertib. yaitu lebih
lanjutnya karena semua itu harus dari yang awal atau bisa dikatan diidahulukan
dari yang bagian atas kemudian ke bawah. jadi, semua rekonstruksi sosial pun
bisa dikatakan haruslah diawali dari yang atas barulah bagian bawah dalam
tataran masyarakat supaya ada restruksi yang saling berkesinambungan.
Ngaji kitab kuning Safinatun
Najaa tersebut diakhiri dengan do’a supaya mendapat ilmu yang barokah oleh
kanda Ulil Albab, walaupun hanya membahas dua bab dalam kitab tersebut tetapi
yang penting istiqomah. “Ungkapnya”. [A.Mas’oed]
pemateri sedang menerangkan kitab kuning ketika ngaji berlangsung |
suasana peserta ngaji kitab kuning serius mendengarkan dan bertanya pada sesi tanya jawab |