Tempat : Wisma Perjuangan Jl. Lemah Gempal No. 59 Bulu Stalan Bulu Semarang
This is default featured slide 1 title
Majalah Bersuara LAPMI Cabang Semarang
This is default featured slide 2 title
Foto Majalah Bersuara LAPMI Cabang Semarang
This is default featured slide 3 title
Majalah Bersuara LAPMI Cabang Semarang
This is default featured slide 4 title
Majalah Bersuara LAPMI Cabang Semarang
This is default featured slide 5 title
Majalah Bersuara LAPMI Cabang Semarang
Senin, 23 Februari 2009
MUSYAWARAH KORP PENGADER CABANG (KPC) HMI CABANG SEMARANG
Tempat : Wisma Perjuangan Jl. Lemah Gempal No. 59 Bulu Stalan Bulu Semarang
Training For Trainer KPC HMI Semarang
Selasa, 17 Februari 2009
EKSISTENSIALISME KOHATI
Oleh: Lukma Wibowo
Dalam sekapur sirih “The Tao of Islam”, Ratna Megawangi menceritakan pada periode 1960 dan 1970-an terjadi aksi pemberontakan besar-besaran kaum feminis barat yang diwarnai tuntutan kebebasan dan persamaan hak antara kaum lelaki dan permpuan dalam hal kekuasaan. Gerakan feminisme ini nyaris sepenuhnya di pengaruhi oleh filsafat eksistensilisme yang dikembangkan oleh seorang pemikir perancis Jean Paul Sartre. Dalam pandangan Sartre, bahwa manusia tidak mempunyai sifat alamiah, melainkan esensi manusia dibentuk oleh “socially created” atau dipengaruhi oleh lingkungan dimana manusia berada. Eksistensilaisme menolak eksistensi perbedaan stereoptip gender lelaki dan wanita. Akhirnya filsafat ini menekankan para perempuan untuk harus melepaskan diri dari norma-norma patriarkhi, agar kaum permpuan dapat menentukan eksistensinya sendiri.
Feminisme liberal misalnya, lebih bergerak dalam usaha mengubah undang-undang, hukum agama, peraturan atau apapun yang dianggap merugikan kaum perempuan. Sementara feminisme-marxisme menuntut pembebasan perempuan dari fungsi domestik untuk menunjang terciptanya masyarakat tanpa kelas.
Hebatnya secara cepat isu-isu ini berkembang kepada berbagai masyarakat dunia, dengan dalih emansipasi dan kesetaraan gender.
Tanpa hambatan yang berarti, feminisme juga pelan-pelan menyusup ke Indonesia anehnya, bersamaan itu HMI sedang memulai aktivitas-aktivitas khusus keputrian. Sehingga muncul dugaan jika HMI juga terkena imbas gerakan emansipasi. Meski tak mudah bisa dipertanggung jawabkan argumentasinya, hal ini bisa diamati dengan dilakuikannya latihan kepemimpinan khusus Hmi Putri Se-Indonesia. Serta tiga tahun kemudian terpatnya 17 September 1966 terbentuklah Lembaga Corp HMI-Wati atau KOHATI.
Cikal bakal pelarian Kohati, menurut Mastur Thoyyib mengandung beberapa kelemahan, misalnya dalam hal gender pola pemikiran yang mendominasi banyak terkotaminasi idealisme barat-sekuler yang kurang memahami spirit Islam tentang wanita.
Nah, persoalannya apakah betul kohati juga “lahir” dari filsafat eksistensialisme, emansipasi sekuler atau isu kesetaraan gender ala barat ?. pertanyaan ini jelas amat terlambat!. Karena saya sadar sepenuhnya, saya hanyalah “anak kecil” dihadapan kohati yang sudah berumur 39 tahun.
Kohati, selmat ulang tahun
Semarang, 01/09/05
Tatapan mata, Mata-nya, Mata hati
Kamis, 12 Februari 2009
WORKSHOP FOTOGRAFI KOMPAS GRAMEDIA BOOK FAIR 2009
SEMARANG (10 Februari 2009) – Sedikitnya ada 50 orang memadati kursi yang telah tersedia di acara workshop fotografi, acara ini berlangsung pada pukul tiga sore. Dengan nara sumber Mas Buana dan Mas Rendra dari pihak Kompas. Workshop fotografi yang diadakan oleh kompas ini sebagai rangkaian acara besar yaitu momentum ”Kompas Gramedia Edu Dan Book Fair 2009”, yang diadakan di Java Supermall Semarang selama enam hari.
Acara berlangsung dengan meriah tampak dari peserta yang sangat antusias dalam mengikuti acara ini hingá akhir. Bahkan workhop kali ini diwarnai dengan hubungan timbal balik antara peserta dengan pembicara. Paling menariknya selain mendapat suguhan workshop jurnalistik gratis, para peserta juga mendaptkan kartu undangan dan setiap sesen acara mendapatkan doorprize menarik dari panitia penyelengara. Hal tersebut menjadikan kegiatan ini semakin diminati, bahkan bagi mereka yang belum paham dunia fotografi sekalipun.
Workshop fotografi ini menyajikan pelatihan dan pengenalan seputar fotografi jurnalistik. Dalam artian visualisasi yang dapat di interprestasikan kedalam tulisan berita, sehingga para pembaca mendapatkan informasi yang benar, akurat, dan menjadikan kesan indah pada koran atau majalah.
Pada setiap kegiatan fotografi perlu ketelatenan dan kepekaan dalam setiap pengambilan gambar, sebab jika seorang fotografer tidak dapat memanfaatkan momentum maka ia akan kehilangan hasil yang memuaskan. Ada beberapa hal yang perlu di perhatikan bagi mereka yang suka dunia fotografi khususnya fotografi jurnalistik. Pertama, dapat memafaatkan momentum yang sekiranya sangat menarik dan pantas untuk diberitakan. Kedua, membutuhkan kepekaan dan kepercayaan diri pada setiap pengambilan gambar. Ketiga, pada saat pengambilan gambar hendaknya pilih yang kiranya menarik dan sangat terkesan. Keempat, setiap detik adalah peluang untuk pengambilan gambar, maka jangan lengah. Kelima, kita harus pandai dalam pengambilan gambar, hal ini perlu pelatihan mendalam untuk mengambil gambar yang indah.
Untuk menjadi fotografer profesional khususnya bidang jurnalistik kita harus terus berusaha berkelanjutan dan kamera sekiranya selalu ada ditangan kita. Karena setiap orang memiliki potensi untuk menjadi fotografer yang handal. Maka hal itu bagi fotografer pada setiap waktu selalu ada hal yang menarik dan perlu ada konskwensi untuk terus belajar. (redaksi)
MENGENANG KONFRENSI HMI CABANG SEMARANG KE- XLIX
Team penyusun:
- Desi (HMI FPBS IKIP PGRI Semarang)
- Syarif (HMI AKP Widya Buana Semarang)
- Muslimah (HMI Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang)
Konfrensi merupakan struktur kekuasaan tertinggi di tingkatan HMI Cabang. Di dalamnya terdapat pembahasan tentang Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) kinerja pengurus cabang selama satu periode kepengurusan dan pembahasan program kerja umum untuk periode selanjutnya. Konfrensi dilakukan setahun sekali dan dihadiri oleh utusan-utusan komisariat (perwakilan), kemudian dilakukan evaluasi sejauh mana keberhasilan pengurus cabang dalam menjalankan amanah satu periode kepengurusan.
Ada beberapa hal tidak tertulis namun telah menjadi kesepakatan bersama, yaitu konfrensi dijadikan sarana komisariat untuk ”unjuk gigi” dan ”ajang latihan mental” kader sebagai latihan bicara di depan publik. Makanya ”debat kusir” sering kali mewarnai jalanya konfrensi. Wajar pro – kontra mewarnai setiap pembahasan baik tata tertib maupun dalam evaluasi cabang. Namun ”perang mulut” sering tidak terhindarkan sebab perbedaan tafsir pada setiap kader.
Di HMI ”bantai – menbantai” untuk mencapai mufakat memang sudah mendarah daging. Kader selalu di didik bagaimana menjadi seorang muabbid, mujahid, mujtahid dan mujaddid sehingga oto kritik sangat melekat pada diri kader. Membuat, mengkonsep, melaksanakan, dan evaluasi sendiri, itulah yang menjadikan kader HMI memiliki konskwensi dengan apa yang diucapkan. Bertanggun jawab dalam setiap hal dan amanah kepengurusan serta terus berjuang untuk orang lain, berusahan menegakan kebenaran dan keadilan. Meski pahit rasanya ”Qulil haqqa walaw kanna murran”, dimanapun berada selalau menjadi ”rahmnatal’lil alamin”. Jika benar-benar kader sejati artinya kader yang benar-benar mencintai HMI dan melaksanakan nilai-nilai ke-HMIan.
Selama setahun ini cabang sudah cukup baik dalam menjalankan amanahnya terhadap HMI (organisasi) itu sendiri. Namun perlu di garis bawahi dalam teknis atau pelaksanaannya belum ada suatu ke-optimalan terhadap sistem yang sudah dibangun baik itu struktural maupun teknisnya. Intinya masih ada beberapa kekurangan yang mestinya sebagai bahan acuan bagi kepengurusan cabang mendatang. HMI Cabang Semarang masih cacat dalam mengemban amanahnya sebagai organisasi perkaderan dan perjuangan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa faktor yang menyebabkan hal itu bisa terjadi.
Pertama, masalah struktural cabang, dimana banyak terjadi kesemrawutan. HMI Cabang Semarang tidak mampu dalam mempertahankan team yang solid di kepengurusan organisasi. Kedua, masalah eksternal yang melibatkan bidang jeringan dan kajian startegis (Jangkar) ini sedah cukup baik, akan tetapi dalam proses perkaderan ataupun regenerasinya akan mengalami keterpurukan sebab landasan pendidikan yang kurang untuk para kader. Secara umum Laporan Pertangung Jawaban (LPJ) HMI Cabang Semarang periode ini kurang begitu menarik, entah apa sebabnya. Deskripsi dan pengamatan LPJ Cabang Semarang dalam konfrensi XLIX
1. Kekurangan siapan cabang dalam menyelengarakan konferca (LPJ).
2. Konfrensi bukan lagi sebagai ajang evaluasi, akan tetapi menjadi forum paparan setiap pihak yang berkepentingan.
3. Forum LPJ kali ini tidak menjadi solusi unutk HMI kedepan, akan tetapi hanya sebagai ajang kreasi satu periode.
4. Bahwa HMI Cabang Semarang dalam menjalani satu periode kepengurusan, banyak terjadi konflik internal.
5. Forum komisariat se-Semarang menjadi agent penyampaian resolusi ke depan.
6. Konfrensi kali ini tidak adanya pertanggung jawaban yang komprehensif.
Minggu, 08 Februari 2009
HMI Mati Suri
Angin malam mulai menusuk relung hati
Hari ini HMI kehilangan 1 jari
Kader kompetisi ego diri
Aku tidak mengerti kenapa ini terjadi
Mungkin hanya mimpi
Atau salah arti
Para pecundang minta di hargai
HMI menjadi roti di perebutkan sebab nilai atau independensi
HMI mati suri Dan malampun menjemput pagi (31/1/09)
By: Lukni Maulana (http://lukni.blogspot.com)
Minggu, 01 Februari 2009
Pemboikotan KONFERCA HMI Cabang Semarang
Pemboikotan forum ini dilaukukan komisariat atas dasar ketidak sepakatan pengurus cabang dengan komisariat. Pemboikotan forum tersebut mengakibatkan agenda yang seharusnya untuk merencanakan masa depan HMI Semarang ke depan menjadi tertunda. Hal ini ditengarai dengan pemboikotan 1x24 jam, menunjukan bahwa pemboikotan tersebut tentunya sangat berpengaruh sekali dengan efektifitas dan efisensi waktu dan pendanaan serta kinerja HMI .
Mengapa sampai terjadi pemboikotan tentu ada berbagai alasan. "pemboikotan ini kami lakukan atas dasar citra hmi ke depan, independensi hmi telah di pertaruhkan di gedung partai. Independensi di HMI masih terlalu abstrak jadi perlu pembahasan yang serius", kata Akrom (Ketua HMI FPBS IKIP PGRI).
Sangat jelas sekali aksi pemboikotan kali ini terjadi akibat dari ketidak harmonisan antara pengurus cabang dengan komisariat. "HMI akan kehilangan citra diri jika forum besar ini sampai dilakukan di gedung partai. Sebab HMI adalah organisasi yang independensi maka kita tidak boleh terikat dengan instansi dalam melaksanakan forum besar ini", Kata Nur Rohmad ) Ketua HMI FPMIPA IKIP PGRI).
Setelah dikonfirmasikan ke pengurus cabang bahwa acara yang diadakan di gedung partai sebenarnya tidak menyalahi sistem independensi HMI. Sebab sebelumnya forum konferca pernah dilakukan di gedung partai.
Menurut panitia mengapa hal ini sampai terjadi, "pengurus cabang yang kurang tanggap dan tidak memberikan pengarahan yang jelas mengenai tempat konferca", kata Lutfi