Oleh: Lukma Wibowo
Dalam sekapur sirih “The Tao of Islam”, Ratna Megawangi menceritakan pada periode 1960 dan 1970-an terjadi aksi pemberontakan besar-besaran kaum feminis barat yang diwarnai tuntutan kebebasan dan persamaan hak antara kaum lelaki dan permpuan dalam hal kekuasaan. Gerakan feminisme ini nyaris sepenuhnya di pengaruhi oleh filsafat eksistensilisme yang dikembangkan oleh seorang pemikir perancis Jean Paul Sartre. Dalam pandangan Sartre, bahwa manusia tidak mempunyai sifat alamiah, melainkan esensi manusia dibentuk oleh “socially created” atau dipengaruhi oleh lingkungan dimana manusia berada. Eksistensilaisme menolak eksistensi perbedaan stereoptip gender lelaki dan wanita. Akhirnya filsafat ini menekankan para perempuan untuk harus melepaskan diri dari norma-norma patriarkhi, agar kaum permpuan dapat menentukan eksistensinya sendiri.
Feminisme liberal misalnya, lebih bergerak dalam usaha mengubah undang-undang, hukum agama, peraturan atau apapun yang dianggap merugikan kaum perempuan. Sementara feminisme-marxisme menuntut pembebasan perempuan dari fungsi domestik untuk menunjang terciptanya masyarakat tanpa kelas.
Hebatnya secara cepat isu-isu ini berkembang kepada berbagai masyarakat dunia, dengan dalih emansipasi dan kesetaraan gender.
Tanpa hambatan yang berarti, feminisme juga pelan-pelan menyusup ke Indonesia anehnya, bersamaan itu HMI sedang memulai aktivitas-aktivitas khusus keputrian. Sehingga muncul dugaan jika HMI juga terkena imbas gerakan emansipasi. Meski tak mudah bisa dipertanggung jawabkan argumentasinya, hal ini bisa diamati dengan dilakuikannya latihan kepemimpinan khusus Hmi Putri Se-Indonesia. Serta tiga tahun kemudian terpatnya 17 September 1966 terbentuklah Lembaga Corp HMI-Wati atau KOHATI.
Cikal bakal pelarian Kohati, menurut Mastur Thoyyib mengandung beberapa kelemahan, misalnya dalam hal gender pola pemikiran yang mendominasi banyak terkotaminasi idealisme barat-sekuler yang kurang memahami spirit Islam tentang wanita.
Nah, persoalannya apakah betul kohati juga “lahir” dari filsafat eksistensialisme, emansipasi sekuler atau isu kesetaraan gender ala barat ?. pertanyaan ini jelas amat terlambat!. Karena saya sadar sepenuhnya, saya hanyalah “anak kecil” dihadapan kohati yang sudah berumur 39 tahun.
Kohati, selmat ulang tahun
Semarang, 01/09/05
1 komentar:
eh Cabang Semarang apa masih punya KOHATI ?
Posting Komentar