Jumat, 24 April 2009
PERLUNYA EKONOMI BERKEADILAN UNTUK KESEJAHTERAAN RAKYAT
M. Syarif Hidayat
Sembilan tahun sudah Era Reformasi berjalan. Sebuah Era yang digadang – gadang dapat memberikan pembaharuan ke arah yang lebi baik. Perubahan- perubahan yang mencakup segala hal yang dinilai telah merugikan rakyat. Tugas yang sangat berat dalam memperbaiki secara mendasar atas pemerintahan yang kurang baik selama tiga puluh dua tahun. Salah-satu dari beberapa hal tersebut adalah ekonomi. Orde baru telah membawa perekonomian bangsa ini pada sistem ekonomi Neoliberal. Ekonomi yang hanya mementingkan dan menguntungkan sebagian kecil dan mensengsarakan rakyat ternyata telah mengakar selama puluhan tahun di negeri ini.
Pemerintah Reformasi seharusnya sadar akan hal – hal kelam yang terjadi di masa lalu. Apalagi sekarang juga terbukti dengan adanya krisis di mana- mana dan krisis keuangan global yang terjadi di Amerika pada khususnya. Fenomena-fenomena diatas, semestinya dapat memberikan pelajaran tersendiri bagi pemerintah bahwa sistem ekonomi liberal tidak tepat diterapkan di negeri ini.
Oleh karena itu, pemilu kali ini dapat mengahasilkan suatu presiden yang berorientasi pada ekonomi berkeadilan. Dimana terciptanya kesejahteraan rakyat banyak adalah prioritas pertama. Janji – janji yang mereka sebutkan waktu pemilu bukan hanya sekadar “omongan kosong” saja.
Perlunya Ekonomi Berkeadilan Adalah Untuk Kesehateraan Rakyat
Konsepsi ekonomi berkeadilan sebenarnya adalah sebuah antagonis dari sistem ekonomi pada masa orde baru. Dalam pemerintahan Suharto(Orde Baru), penekanan tentang sektor ekonomi lebih mengedepankan pada kemakmuran(Trickling-Down Effect Approach). Paradigma tersebut dapat dilihat dengan ciri utamanya adalah sentralisasi kebijaksanaan pengelolaan ekonomi dan keuangan negara serta target stabilisasi politik yang bersifat repressif oleh pemerintah pusat. Strategi pembangunan serupa ini terutama dimaksudkan untuk merealisasikan target pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan harapan selanjutnya akan tercipta peluang kerja yang luas dan merata akibat adanya mekanisme Trickling-Down Effect. Bagi pemerintah ORBA, rupanya hal ini menjadi prioritas kebijaksanaan karena dianggap bahwa dengan pencapaian target tersebut merupakan indikator yang baik bagi prestasi kebijaksanaan pembangunan
pemerintah yang diterapkan.
Meskipun tidak dapat disangkal bahwa strategi pembangunan serupa itu telah memberikan hasil, diantaranya telah tercipta transformasi struktural dalam beberapa aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, seperti ditunjukkan oleh angka-angka pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita yang cukup menakjubkan, penurunan angka jumlah orang miskin dan lain sebagainya, namun menurut banyak pengamat hasil tersebut hanya bersifat semu. Karena hasil yang diperoleh bukan diciptakan dan dinikmati oleh kegiatan
ekonomi yang sesuai dengan sumber daya masyarakat Indonesia (SDA, SDM dan
kelembagaannya), tetapi hanya diciptakan dan dinikmati oleh kegiatan ekonomi sekelompok masyarakat tertentu yang disebut « konglo-merat ». Keadaan tersebut jelas tidak memungkinkan terciptanya penguatan fundamen yang kuat dan mengakar pada berbagai aspek kehidupan berbangsa. Akibatnya, seperti terlihat pada saat kasus dimana perekonomian tersentuh oleh angin krisis moneter saja, capaian-capaian yang dibanggakan sudah kurang bermakna lagi bahkan cendrung memporak prandakan berbagai tatanan kehidupan bangsa dan negara.
Menyadari kenyataan tersebut, menurut hemat penulis perlu adanya konsepsi yang lebih mengedepankan keadilan. Maka pendekatan ekonomi berkeadilan lebih didahulukan baru kemakmuran (equity with growth approach) bukan mendahulukan kemakmuran baru keadilan(trickling-down effect approach ). Disamping itu, sudah menjadi kebiasaan yang latah pada diri manusia jika mereka mencapai kemakmuran mereka akah melupakan oran dan lingkungan sekitrarnya.
Dengan mendahulukan kedilan diharapkan kemakmuran rakyat akan tercapai(Economic Rights).
Konsepsi Ekonomi Berkeadilan Dalam Ekonomi Pancasila Dan Ekonomi Islam
Dalam ekonomi pancasila, kesejahteraan rakyat adalah prioritas utama. Kalau dalam ekonomi kapitalisme, perekonomian hanya dikuasai oleh sebagi orang saja sedangkan dalam ekonomi komunisme lebih condong pada sosialisme dengan proteksi pemerintah yang kuat, maka ekonomi pancasila berada di tengah- tengah antara keduanya. Ekonomi pancasila juga mengikuti mekanisme pasar. Dalam arti kebebasan individu tetap berjalan tetapi tetap ada proteksi dari pemerintah. Pemerintah tidak membiarkan pasar berjalan dengan sendiri dan bebas. Karena dikhawatirkan ketidakadilan dan saling menindas antar pelaku ekonomi akan terjadi. Dengan adanya Proteksi Regulasi berupa aturan-aturan tersebut dapat terciptalah suatu keadilan. Setelah itu, kemakmuran masyaraka bukan hanya sekadar mimpi panjang yang kosong.
Sebagaimana dengan Ekonomi Pancasila, Ekonomi Islam sangat kongkret dan jelas sekali. Beberapa kata keadilan banyak sekali ditemukan dalam Al-qur’an. Berbagai istilah terminologi keadilan dalam Al-qur’an adalah ‘adl, qisth, mizan, hiss, qasd atau variasi ekspresi tidak langsung, sementara untuk terminologi ketidak-adilan adalah zulm, itsm, dhalal, dan lainnya. Setelah kata ‘Allah’ dan ‘pengetahuan’, keadilan dengan berbagai terminologinya merupakan kata yang paling sering disebutkan dalam Al Qur‘an.
Zakiyyuddin dalam Konsep Keadilan dalam Al-Qur’an, menjelaskan bahwa‘Adl mencakup beberapa hal yaitu Persamaan balasan (kuantitatif), Persamaan kemanusiaan (kualitatif), Persamaan di hadapan hukum dan undang-undang, Kebenaran, kejujuran, proporsional, Tebusan dan penyucian. Qist bermakna distribusi yang adil, berbuat dan bersikap adil dan proporsional. Qasd bermakna kejujuran dan kelurusan, Kesederhanaan, hemat, Keberanian. Qawwam, Istiqamah berarti Kelurusan dan kejujuran. Hiss berarti distribusi yang adil, kejelasan dan terang. Mizan berarti keseimbangan dan persamaan balasan. Sedangkan Wasat berarti moderat, tengah-tengah dan terbaik, terpilih, terpuji.
Melihat beberapa ketarangan diatas, yang dimaksud keadilan dalam Ekonomi Islam adalah Persamaan Kompensasi, Persamaan Hukum, Moderat dan Proporsional.
Persamaan konsepsi adalah adil sesuai umum, persamaan hukum menjelaskan bahwa di mata hukum kedudukan orang itu sama. Moderat berarti tengah – tengah sehingga dalam mengambil keputusan, orang harus menempatkan posisi pada tengah – tengah dengan tidak bermaksu memihak manapun. Sedangkan Proporsional adalah Adil tidak selalu diartikan sebagai kesamaan hak, namun hak ini disesuaikan dengan ukuran setiap individu atau proporsional, baik dari sisi tingkat kebutuhan, kemampuan, pengorbanan, tanggung jawab, ataupun kontribusi yang diberikan oleh seseorang. Proporsional tidak saja berkaitan dengan konsumsi, namun juga pada distribusi pendapatan. Suatu distribusi yang adil tidak selalu harus merata, namun perlu tetap memperhatikan ukuran dari masing-masing individu yang ada; mereka yang ukurannya besar perlu memperoleh besar dan yang kecil memperoleh jumlah yang kecil pula.
Dengan demikian ekonomi berkeadilan sangat tidak bertentangan dengan konsep Ekonomi Pancasila maupun Ekonomi Islam. Bahkan konsepsi Ekonomi berkeadilan sangat didukung dan ditekankan oleh kedua sistem ekonomi tersebut. Paradigma ekonomi berkeadilan yang sesuai dengan bangsa ini seharusnya tertanam pada diri pemimpin kita. Karena dengan dijalankannya ekonomi berkeadilan, kemiskinan, kelaparan dan kesenjangan sosial yang masih melingkupi bangsa ini dapat teratasi. Sehingga kesejahteraan masyarakat tidak mustahil akan terwujud.
DAFTAR PUSTAKA
Marzuki, Laica. Strategi Pembangunan Ekonomi Berwawasan Kerakyatan. Kertas karya untuk persiapan Seminar Membangun Kemandirian Daerah untuk Mewujudkan Pembangunan Bangsa dalam Konteks Global, Kampus Universitas Hasanuddin U.P., 11/7/1998.
Zakiyuddin, Konsep Keadilan dalam Al-Qur’an, Disertasi Doktor, Universitas Islam Negeri Yogyakarta.2007.
Raharja, Dawam. Ekonomi Pancasila Dalam Tinjauan Filsafat Ilmu. IIIT-Indonesia. 2004
0 komentar:
Posting Komentar