Oleh : Ahmad Djamal
(Kader HMI Kom. FPMIPA IKIP PGRI Semarang)
Menyikapi berbagai permasalahan dan musibah yang melanda negeri Indonesia tercinta akhir-akhir ini,betapa semakin teririsnya hati ini, pedih, perih, dan menangis meratapi penderitaan bangsa. Kita lihat saja salah satu permasalahan yang akhir-akhir ini telah mengguncang seluruh masyarakat Indonesia. Persoalan tentang keadilan yang telah lama terabaikan kini menjadi sesuatunyang menarik perhatian semua lini masyarakat,baik pejabat maupun rakyat biasa. Tak hanya lembege-lembaga pers saja, para mahasiswapun turut serta meneriakkan aspirasinya dalam berbagai diskusi yang diperbincangkan masalah tersebut.
Hal ini menunjukkan bahwa hukukm di negeri ini seperti sedang terkena penyakit yang gejalanya telah menjalar ke seluruh tubuh, yakni ke seeluruh rakyat Indonesia. Bagaimana tidak, sebuah kenyataan dapat kita saksikan. Minah, seorang ibi tua dikenai hukuman penjara beberapa tahun akibat hanya mengambil tiga buah kakao untuk dijadikan bibit. Tapi coba kita lihat seorang Robert Tantular (kasus Bank Century) yang telah korupsi uang trillliunan rupiah dikenai penjara, tapi dengan fasilitas penjara kelas VIP dengan jaringan Wifi di selnyaserta tidak menutup kemungkinan setiap malam bisa berkeliaran. Betapa tidak terlukanya keadilan di negeri ini.
Perlu kita kita sadari, keadilan di negeri ini ternyata dipandang secara obyakti. Hukum tidak melihat berapa besar kesalahan yang telah dilakukan seseorang tapi melihat siapa orang yang melakkukuan kesalahan. Kapitalisme telah merasuk ke dalam sanubari hukum di negeri ini. Ketika yang melakkukan kesalahan adalah seorang yang berdasi dengan pakaian yang rapi, maka hukkum yang berlaku baginya telah tersamarkan dengan adanya iming-iming duit ratusan juta rupiah. Mungkin mereka menganggap hal tersebut dapat digunakan sebagai penebus dosa.padahal tidak semudah itu untuk menebus dosa, terlebih dosa yang dilakukan melibatkan orang banyak.
Ketika keadilan tak sesuai dengan yang diharapkan, tentunya masyarakat tak kan tinggal diam begitu saja. Sebagai sekelompok sosial dari masyarakat, para mahasiswa turut menentang penetapan hukum yang demikian. Mereka tampil di depan dalam menyuarakan aspirasinya. Pemikiran kritis, demokratis, dan konstruktif lahir dari pola pikir mahasiswa ikut serta memberikan solusi dari masalah tersebut.
Sebagai kaum intelektual, mahasiswa ikut berperan sebagai kontrol sosial di tengah maraknya segala permasalahan yang tengah terjadi di masyarakat. Mahasiswa tidak diam saja ketika melihat penderitaan rakyat. Mahasiswa merupakan golongan penekan bagi pemerintah yang zalim. Sikap kritis harus mereka tunjukkan kepada pemerintah yang dirasa merugikan rakya kecil. Sudah menjadi tugas dan tanggung jawab mahasiswa untuk memperbaiki kondisi masyarakat.
Untuk mewujudkan Indonesia yang berkeadilan, mahasiswa harus berani mengungkap kebenaran, berani mengatakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah. Kebenaran formil dan materiil, kebenaran berdasarkan kesaksian dan bukti-bukti surat adalah hal yang ingi dicapai dalam sistem peradilan.
Perjuangan mahasiswa tak cukup sampai sini saja. Mahasiswa juga dapat mencoba melakukan pembenahan terhadap sistem hukum, dan aparat penegak hukum yang ada. Mahasiswa dapat mengadakan seminar tentang hukum dan keadilan. Mahasiswa dapat juga melakukan diskusi secara terbuka dengan aparat hukum dan pihak-pihak yang terkait untuk mengambil keputusan bersama yang demokratis dan adil, yang tidak merugikan salah satu pihak, baik yang tergolong rakyat kecil maupun bukan demi tercapainya keadilan yang diharapkan.
Saatnya mahasiswa menunjukkan jati dirinya. Negeri ini bukan hanya milik segelintir orang. Masa depan bangsa adalah tanggung jawab bersama, jadi sudah selayaknya mahasiswa melakukan hal-hal yang mendukung terciptanya masa depan bangsa yang lebih baik.