Nur Rohmat
(Ketua Umum HMI Kom FPMIPA IKIP PGRI Semarang)
Sepintas jika mendengar kata pendidikan pastilah yang tergambar dalam benak kita adalah hal yang mencerdaskan yang akan membawa manusia kedalam tataran peradaban. Menurut M.J. Langeveld ; "Pendidikan merupakan upaya manusia dewasa membimbing yang belum kepada kedewasaan. Ahmad D.Marimba, merumuskan pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh sipendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani siterdidik menuju terbentuknya keperibadian yang utama. Sedangkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor : 20 Tahun 2003, "pendidikan dirumuskan sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi perannya di masa yang akang datang. Dari beberapa pengertian Pendidkan bisa dimaknai sebagai sistem yang dapat memanusiakan manusia dengan proses pembentukan pribadi manusia, pewarisan dan penciptaan nilai, pengetahuan dan ketrampilan sehingga pribadi tersebut dapat mengembangkan diri secara optimal untuk menghadapi kehidupan nyata.
Dari pemaknaan diatas, pendidikan merupakan kunci utama dari pencapaian gerbang Negara yang mandiri serta terwujudnya nilai-nilai tertentu dalam kehidupan masyarakat, terutama keadilan, persamaan, kebebasan dan kemajemukan yang misinya ialah untuk membangun sebuah peradaban.
Sejalan bergulirnya waktu pada era globalisasi yang melanda negri ini, reformasi pendidikan di Indonesia cukup menggembiraakan para praktisi pendidikan, terutama dengan adanya kenaikan anggaran pendidikan yang sepanjang sejarah repoblik ini belum pernah ada, yaitu alokasi 20% anggaran Negara ubtuk pendidikan. Hal ini nenunjukan bahwa para penyelenggara Negara memiliki komitmen yang tinggi terhadap pendidikan. Selain anggaran berbagai aspek berkaitan dengan oprasional pendidikan sudah dan terus akan ditingkatkan seperti menejemen pendidikan dari sentralisasi menjadi desentralisasi pendidikan dengan menejemen berbasis sekolah, kurikulum dikembangkan dengan pendekatan kompetensi “Kurikulum Berbasis Kompetensi” peningkatan kualifikasi guru dengan sertifikasi, sarana dan fasilitas juga disempurnakan. Dengan anggaaran sebesar itu semua orang akan membayangkan bahwa berbagai kegiatan dalam ranggaka pemerataaan dan peningkatan kualitas pendidikan dapat tercukupi.
Dicelah-celah optimisme itu, kiranya sejenak perlu di renungkan apakah gerak reformasi pendidikan diera globalisasi saat sekarang ini dilandasi oleh filosofi yang tepat atau hanya karena tuntutan pragmatis, misalnya hanya dengan uang semua masalah pendidikan teratasi. Atau kita mulai terjebak orientasi pada aspek teknis dan menegaskan problema yang lebih mendasar yakni aspek normative-filosofis.
Realitas yang dihadapi pada arus globalisasi yang telah menghegomoni dengan ditandainya informasi, teknologi modal yang membanjir tanpa terbendung sampai disetiap plosok negri. Sebuah era keterbukaan yang pada satu sisi telah membawa angin perbaikan akan tetapi disisi lain telah membawa kebebasan yang tanpa batas. Inilah yang dimanfaatkan dengan cerdik oleh para pemilik modal untuk mengeruk keuntungan modal sebanyak-banyaknya. Kapitalisme diabad pertengahan yang telah banyak ditentang menemukan ruang yang lebar untuk menancapkan kuku-kukunya. Ironisnya lagi pendidikan kita ini juga telah terinfeksi oleh virus-virus globalisasi yang ditandai dengan perubahan paradigma positifistik yang mengakibatkan manusia mengalami kepincangan dalam mengidentifikasi dan mendefenisikan realitas sehingga menjadikan manusia menjadi mahluk yang tidak merdeka. Orientasi materi dalam berfikir dengan pemujaan kepada indra dan akal yang menyebabkan adanya perubahan nilai kemanusian dan idiologi sosial. Ahirnya manusiapun kembali menyembah tuhan-tuhan buatannya sendiri.
Kenyataan ini tercermin pada sistem pendidikan kita yang tidak lagi menjadi sistem yang dapat memanusiakan manusia. Sikap pragmatisme serta mahalnya pendidikan mengakibatkan orientasi kearah idiologi kapitalisme. Bagi masyarakat kalangan menengah kebawah, kaum miskin dan masyarakat lemah pendidikan hanyalah sebagai angan-angan yang takkunjung datang. Dimana rakyat yang ingin mengenyam pendidikan yang bermutu diharuskan membayar dengan uang yang telah ditetapkan dimana wong cilik takmungkin menjangkaunya. Hal ini menjadikan pendidikan hanyalah milik orang dari kalangan menengah keatas atau yang beruang. Dengan demikian pemerataan pendidikan sangatlah minim dimasyarakat yang menjadikan adanya kesenjangan sosial antara simiskin dan sikaya. sistem yang demikian tidak mungkin menjadikan Negara akan berkembang kearah perbaikan malah sebaliknya bangsa ini akan semakin terpuruk oleh keadaan sistem yang ada. Ditambah lagi ilmu pengetahuan dan teknologi telah digunakan sebagai alat untuk menindas sesama kaum. Alat dominasi si kuat dan si lemah. Dampaknya terlihat pada generasi manusia yang berorientasi pada hasil semata daripada proses, ini menjadikan eksploitasi manusia dan alam semesta yang membawa kerusakan serta semakin rendah pula ketahanan hidup mereka untuk bertahan dimuka bumi.
Melihat fenonena diatas yang kian hari semakin akut, diperlukan sistem yang bisa mengembalikan pendidikan sesuai fitrohnya yaitu sistem yang mampu memanusiakan manusia. Dengan mempelajari dan merenungkan dari sejarah yang ada dari zaman dulu hingga sekarang sistem dan ajaran nilai-nilai yang sempurna yang tercermin dalam "kemandirian aktivitas warga masyarakatnya" yang berkembang sesuai dengan potensi budaya, adat istiadat, dan agama, dengan mewujudkan dan memberlakukan nilai-nilai keadilan, prinsip kesetaraan (persamaan), penegakan hukum, jaminan kesejahteraan, kebebasan, kemajemukan (pluralism), dan perlindungan terhadap kaum minoritas semua itu terdapat dalam ajaran-ajaran Islam yang terdapat pada al-Qur'an dan Hadits. Hal ini bukan lantas Negara harus berdasarkan atas asas Islam tapi sistem yang ada dalam Islam yang harus di imlementasikan dalam pendidikan.
Dari uraian di atas, timbul pertanyaan apakah Pendidikan Islam itu? Pendidikan Islam adalah suatu pendidikan yang melatih perasaan murid-murid dengan cara begitu rupa sehingga dalam sikap hidup, tindakan, keputusan, dan pendekatan mereka terhadap segala jenis pengetahuan, mereka dipengaruhi sekali oleh nilai spritual dan sangat sadar akan nilai etis Islam. Menurut Abdurrahman an-Nahlawi, "pendidikan Islam mengantarkan manusia pada perilaku dan perbuatan manusia yang berpedoman pada syariat Allah.
Dari pandangan ini, dapat dikatakan bahwa pendidikan Islam bukan sekedar transfer pengetahuan ataupun transfer pelatihan, tetapi lebih merupakan suatu sistem yang ditata di atas pondasi “keimanan” dan “kesalehan”, yaitu suatu sistem yang terkait secara langsung dengan Tuhan. Dengan demikian, dapat dikatakan pendidikan Islam suatu kegiatan yang mengarahkan dengan sengaja perkembangan seseorang sesuai atau sejalan dengan nilai-nilai Islam. Maka sosok pendidikan Islam dapat digambarkan sebagai suatu sistem yang membawa manusia kearah kebahagian dunia dan akhirat melalui ilmu dan ibadah. Karena pendidikan Islam membawa manusia untuk kebahagian dunia dan akhirat, maka yang harus diperhatikan adalah "nilai-nilai Islam tentang manusia; hakekat dan sifat-sifatnya, misi dan tujuan hidupnya di dunia ini dan akhirat nanti, hak dan kewajibannya sebagai individu dan anggota masyarakat. Semua ini dapat kita jumpai dalam al-Qur'an dan Hadits.
Jadi, dapat dikatakan bahwa "konsepsi pendidikan model Islam, tidak hanya melihat pendidikan itu sebagai upaya "mencerdaskan" semata (pendidikan intelek, kecerdasan), melainkan sejalan dengan konsep Islam tentang manusia dan hakekat eksistensinya. Maka pendidikan Islam sebagai suatu pranata sosial, juga sangat terkait dengan pandangan Islam tentang hakekat keberadaan (eksistensi) manusia. Oleh karena itu, pendidikan Islam juga berupaya untuk menumbuhkan pemahaman dan kesadaran bahwa manusia itu sama di depan Allah dan perbedaanya adalah terletak pada kadar ketaqwaan masing-masing manusia, sebagai bentuk perbedaan secara kualitatif” selain itu pendidikan menurut Islam didasarkan pada asumsi bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah yaitu dengan membawa "potensi bawaan" seperti potensi "keimanan", potensi untuk memikul amanah dan tanggung jawab, potensi kecerdasan, potensi fisik. Karena dengan potensi ini, manusia mampu berkembang secara aktif dan interaktif dengan lingkungannya dan dengan bantuan orang lain atau pendidik secara sengaja agar menjadi manusia muslim yang mampu menjadi khalifah dan mengabdi kepada Allah. Bila hal ini mampu teraplikasikan secara penuh maka masyarakat dan bangsa yang di idam-idamkan akan tercapai yaitu civil society atau yang sering disebut Baldatun Thayibatun Warobbun Ghafur.
Dibuat untuk mengikuti lomba jurnalistik
yang diadakan Lembaga Pers Mahasiswa Islam
Kom FPMIPA IKIP PGRI Semarang
(Ketua Umum HMI Kom FPMIPA IKIP PGRI Semarang)
Sepintas jika mendengar kata pendidikan pastilah yang tergambar dalam benak kita adalah hal yang mencerdaskan yang akan membawa manusia kedalam tataran peradaban. Menurut M.J. Langeveld ; "Pendidikan merupakan upaya manusia dewasa membimbing yang belum kepada kedewasaan. Ahmad D.Marimba, merumuskan pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh sipendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani siterdidik menuju terbentuknya keperibadian yang utama. Sedangkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor : 20 Tahun 2003, "pendidikan dirumuskan sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi perannya di masa yang akang datang. Dari beberapa pengertian Pendidkan bisa dimaknai sebagai sistem yang dapat memanusiakan manusia dengan proses pembentukan pribadi manusia, pewarisan dan penciptaan nilai, pengetahuan dan ketrampilan sehingga pribadi tersebut dapat mengembangkan diri secara optimal untuk menghadapi kehidupan nyata.
Dari pemaknaan diatas, pendidikan merupakan kunci utama dari pencapaian gerbang Negara yang mandiri serta terwujudnya nilai-nilai tertentu dalam kehidupan masyarakat, terutama keadilan, persamaan, kebebasan dan kemajemukan yang misinya ialah untuk membangun sebuah peradaban.
Sejalan bergulirnya waktu pada era globalisasi yang melanda negri ini, reformasi pendidikan di Indonesia cukup menggembiraakan para praktisi pendidikan, terutama dengan adanya kenaikan anggaran pendidikan yang sepanjang sejarah repoblik ini belum pernah ada, yaitu alokasi 20% anggaran Negara ubtuk pendidikan. Hal ini nenunjukan bahwa para penyelenggara Negara memiliki komitmen yang tinggi terhadap pendidikan. Selain anggaran berbagai aspek berkaitan dengan oprasional pendidikan sudah dan terus akan ditingkatkan seperti menejemen pendidikan dari sentralisasi menjadi desentralisasi pendidikan dengan menejemen berbasis sekolah, kurikulum dikembangkan dengan pendekatan kompetensi “Kurikulum Berbasis Kompetensi” peningkatan kualifikasi guru dengan sertifikasi, sarana dan fasilitas juga disempurnakan. Dengan anggaaran sebesar itu semua orang akan membayangkan bahwa berbagai kegiatan dalam ranggaka pemerataaan dan peningkatan kualitas pendidikan dapat tercukupi.
Dicelah-celah optimisme itu, kiranya sejenak perlu di renungkan apakah gerak reformasi pendidikan diera globalisasi saat sekarang ini dilandasi oleh filosofi yang tepat atau hanya karena tuntutan pragmatis, misalnya hanya dengan uang semua masalah pendidikan teratasi. Atau kita mulai terjebak orientasi pada aspek teknis dan menegaskan problema yang lebih mendasar yakni aspek normative-filosofis.
Realitas yang dihadapi pada arus globalisasi yang telah menghegomoni dengan ditandainya informasi, teknologi modal yang membanjir tanpa terbendung sampai disetiap plosok negri. Sebuah era keterbukaan yang pada satu sisi telah membawa angin perbaikan akan tetapi disisi lain telah membawa kebebasan yang tanpa batas. Inilah yang dimanfaatkan dengan cerdik oleh para pemilik modal untuk mengeruk keuntungan modal sebanyak-banyaknya. Kapitalisme diabad pertengahan yang telah banyak ditentang menemukan ruang yang lebar untuk menancapkan kuku-kukunya. Ironisnya lagi pendidikan kita ini juga telah terinfeksi oleh virus-virus globalisasi yang ditandai dengan perubahan paradigma positifistik yang mengakibatkan manusia mengalami kepincangan dalam mengidentifikasi dan mendefenisikan realitas sehingga menjadikan manusia menjadi mahluk yang tidak merdeka. Orientasi materi dalam berfikir dengan pemujaan kepada indra dan akal yang menyebabkan adanya perubahan nilai kemanusian dan idiologi sosial. Ahirnya manusiapun kembali menyembah tuhan-tuhan buatannya sendiri.
Kenyataan ini tercermin pada sistem pendidikan kita yang tidak lagi menjadi sistem yang dapat memanusiakan manusia. Sikap pragmatisme serta mahalnya pendidikan mengakibatkan orientasi kearah idiologi kapitalisme. Bagi masyarakat kalangan menengah kebawah, kaum miskin dan masyarakat lemah pendidikan hanyalah sebagai angan-angan yang takkunjung datang. Dimana rakyat yang ingin mengenyam pendidikan yang bermutu diharuskan membayar dengan uang yang telah ditetapkan dimana wong cilik takmungkin menjangkaunya. Hal ini menjadikan pendidikan hanyalah milik orang dari kalangan menengah keatas atau yang beruang. Dengan demikian pemerataan pendidikan sangatlah minim dimasyarakat yang menjadikan adanya kesenjangan sosial antara simiskin dan sikaya. sistem yang demikian tidak mungkin menjadikan Negara akan berkembang kearah perbaikan malah sebaliknya bangsa ini akan semakin terpuruk oleh keadaan sistem yang ada. Ditambah lagi ilmu pengetahuan dan teknologi telah digunakan sebagai alat untuk menindas sesama kaum. Alat dominasi si kuat dan si lemah. Dampaknya terlihat pada generasi manusia yang berorientasi pada hasil semata daripada proses, ini menjadikan eksploitasi manusia dan alam semesta yang membawa kerusakan serta semakin rendah pula ketahanan hidup mereka untuk bertahan dimuka bumi.
Melihat fenonena diatas yang kian hari semakin akut, diperlukan sistem yang bisa mengembalikan pendidikan sesuai fitrohnya yaitu sistem yang mampu memanusiakan manusia. Dengan mempelajari dan merenungkan dari sejarah yang ada dari zaman dulu hingga sekarang sistem dan ajaran nilai-nilai yang sempurna yang tercermin dalam "kemandirian aktivitas warga masyarakatnya" yang berkembang sesuai dengan potensi budaya, adat istiadat, dan agama, dengan mewujudkan dan memberlakukan nilai-nilai keadilan, prinsip kesetaraan (persamaan), penegakan hukum, jaminan kesejahteraan, kebebasan, kemajemukan (pluralism), dan perlindungan terhadap kaum minoritas semua itu terdapat dalam ajaran-ajaran Islam yang terdapat pada al-Qur'an dan Hadits. Hal ini bukan lantas Negara harus berdasarkan atas asas Islam tapi sistem yang ada dalam Islam yang harus di imlementasikan dalam pendidikan.
Dari uraian di atas, timbul pertanyaan apakah Pendidikan Islam itu? Pendidikan Islam adalah suatu pendidikan yang melatih perasaan murid-murid dengan cara begitu rupa sehingga dalam sikap hidup, tindakan, keputusan, dan pendekatan mereka terhadap segala jenis pengetahuan, mereka dipengaruhi sekali oleh nilai spritual dan sangat sadar akan nilai etis Islam. Menurut Abdurrahman an-Nahlawi, "pendidikan Islam mengantarkan manusia pada perilaku dan perbuatan manusia yang berpedoman pada syariat Allah.
Dari pandangan ini, dapat dikatakan bahwa pendidikan Islam bukan sekedar transfer pengetahuan ataupun transfer pelatihan, tetapi lebih merupakan suatu sistem yang ditata di atas pondasi “keimanan” dan “kesalehan”, yaitu suatu sistem yang terkait secara langsung dengan Tuhan. Dengan demikian, dapat dikatakan pendidikan Islam suatu kegiatan yang mengarahkan dengan sengaja perkembangan seseorang sesuai atau sejalan dengan nilai-nilai Islam. Maka sosok pendidikan Islam dapat digambarkan sebagai suatu sistem yang membawa manusia kearah kebahagian dunia dan akhirat melalui ilmu dan ibadah. Karena pendidikan Islam membawa manusia untuk kebahagian dunia dan akhirat, maka yang harus diperhatikan adalah "nilai-nilai Islam tentang manusia; hakekat dan sifat-sifatnya, misi dan tujuan hidupnya di dunia ini dan akhirat nanti, hak dan kewajibannya sebagai individu dan anggota masyarakat. Semua ini dapat kita jumpai dalam al-Qur'an dan Hadits.
Jadi, dapat dikatakan bahwa "konsepsi pendidikan model Islam, tidak hanya melihat pendidikan itu sebagai upaya "mencerdaskan" semata (pendidikan intelek, kecerdasan), melainkan sejalan dengan konsep Islam tentang manusia dan hakekat eksistensinya. Maka pendidikan Islam sebagai suatu pranata sosial, juga sangat terkait dengan pandangan Islam tentang hakekat keberadaan (eksistensi) manusia. Oleh karena itu, pendidikan Islam juga berupaya untuk menumbuhkan pemahaman dan kesadaran bahwa manusia itu sama di depan Allah dan perbedaanya adalah terletak pada kadar ketaqwaan masing-masing manusia, sebagai bentuk perbedaan secara kualitatif” selain itu pendidikan menurut Islam didasarkan pada asumsi bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah yaitu dengan membawa "potensi bawaan" seperti potensi "keimanan", potensi untuk memikul amanah dan tanggung jawab, potensi kecerdasan, potensi fisik. Karena dengan potensi ini, manusia mampu berkembang secara aktif dan interaktif dengan lingkungannya dan dengan bantuan orang lain atau pendidik secara sengaja agar menjadi manusia muslim yang mampu menjadi khalifah dan mengabdi kepada Allah. Bila hal ini mampu teraplikasikan secara penuh maka masyarakat dan bangsa yang di idam-idamkan akan tercapai yaitu civil society atau yang sering disebut Baldatun Thayibatun Warobbun Ghafur.
Dibuat untuk mengikuti lomba jurnalistik
yang diadakan Lembaga Pers Mahasiswa Islam
Kom FPMIPA IKIP PGRI Semarang
0 komentar:
Posting Komentar