Oleh: Ahmad Mas’ud (Komisariat Syari'ah IAIN Walisongo Semarang)
Sepintas
agak mengerikan ketika coretan demi coretan penulis goreskan diatas
lembaran putih ini, rasa gelisah mulai menghampiri benak fikiran yang
juga berstatus sebagai kader HMI. Terpaksa
lahirlah tulisan dari perenungan alam bawah sadar yang serasa
menyesakkan hati. HMI, begitulah namanya yang sangat sakral dan penuh
arti. Dimana HMI sebagai organisasi mahasiswa tertua di Indonesia dan
telah menyumbangkan aspirasi kepada pemerintah dan ikut serta dalam
kontrol sosial kepada rakyat. Secara tegas didalam khittah perjuangan HMI merupakan paradigma gerakan atau manhaj yang merupakan pilihan ideologis. Yaitu
prinsip-prinsip penting dan nilai-nilai yang dianut oleh HMI sebagai
tafsir utuh antara azas, tujuan, usaha dan independensi HMI.
Dilihat
dari tujuan HMI yaitu kata insan ulil albab, sebagai kader pemikir yang
kritis di berbagai bidang, intelektualitas sebagai simbol yang
dijunjung. Ini mungkin menjadi refleksi aktualitas kita sebagai tanggung
jawab sosial, cak nur pernah berkata dalam forum HMI “anda semua itu
ahli waris Indonesia yang paling representatif”. Tetapi rekan-rekan
sebagai kader HMI sekarang ini seakan-akan melihat sebelah mata akan
komitmen pada cita-cita dan spirit perjuangan berproses menjadi seorang
insan pemikir, intelek dan peka. Terhanyut pada arus nafsu yang
menyesatkan, down nya budaya semangat membaca, bolongnya forum diskusi, jebolnya
karya kreatif kader dalam menorehkan tinta emas diatas lempengan perak
peradaban dan karya ilmiah dibidang keilmuan, keislaman, realitas sosial
dan sebagainya. Yang menjadi pertanyaan siapa yang disalahkan, siapa
yang bertanggung jawab atas keringnya karya, sumbangsih peradaban,
maupun aura gerakan kader?”, banyak yang bersifat apatis, mementingkan
dirinya sendiri, bersifat senioritas atas kader dibawahnya ini mungkin
terjadi, ketidak seriusan mendekati, membimbing dan mengarahkan kader
baru setelah LK 1, kurangnya ngopeni, -ngingoni, -ngragati,-ngayomi kader
biasa terhadap bawahnya, sehingga menimbulkan sebab buta arah melangkah
sang kader baru. Fenomena buta arah menyebabkan gagalnya cetakan calon
sang ideologi dan non aktifnya jasad, dikotomi hubungan harmonisasi
antar kader karena suatu hal, yang menyebabkan terjadinya miss bahkan mendiskreditkan antar kader HMI, yang memungkinkan perpecahan pendapat dengan membentuk firqoh maupun berpoligami dengan firqoh yang lebih nyaman.
Refleksi diri
Tidak
ada organisasi yang sempurna di muka bumi ini, Organisasi hanyalah
merupakan wadah pengembangan skill mahasiswa. Lebih dari itu HMI
merupakan organisasi yang orientasinya pada keimanan, islam dan amal,
yang ketiganya saling bersinergi
dan singkron bagaikan pohon dengan akarnya, batangnya beserta cabang
dan buahnya yang saling berkaitan dan menguatkan. Dan ketiga unsur
tersebut mati apabila tidak ada roh maupun jiwa keseriusan yang hidup
dan mengisi didalamnya. Membuang rasa arogansi, apatisme, senioritas dan
merefleksikan maupun muhasabah
diri, apa yang baik di junjung, apa yang kurang dilengkapi, apa yang
jelek dibuang dan di pendam dalam-dalam dalam relung bumi. Mencontoh
perjuangan para pendahulu intelektual yang telah mencurahkan dirinya
terhadap HMI ini, dan harapan utama para kader HMI dapat menjadi
pengganti sang maestro intelektual terdahulu. Amin
Semarang, 29-12-2013
*Tulisan dimuat dalam Majalah Ber-SUARA LAPMI Cabang Semarang Edisi XXVII Maret 2014M/1435 H
Info & Berlangganan : 085640281855
0 komentar:
Posting Komentar