Kawasan makam muria terletak didesa Colo, Kudus dengan
potensi alam serta terdapat salah satu makam dari walisongo penyebar agama
islam yang terkenal dijawa yang disebut dengan sunan muria, menjadikan kawasan
ini menarik minat bagi para peziarah dan sekaligus sebagai objek wisata dimana
terdapat keindahan air terjun montel.
Dengan adanya pemakaman sunan muria dan objek wisata
air terjun montel, menjadikan desa Colo sebagai tempat ziarah dan kawasan
wisata sehingga desa ini lebih produktif dalam hal ekonomi daripada desa-desa
yang lain, karena sebagaian dari mereka bekerja sebagai pedagang dan tukang
ojek. Dari profesi ini warga sekitar dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi
dan kegiatan sosial dengan para pengunjung tidak hanya dalam kota tapi juga
berasal dari luar kota kudus.
Berawal dari warung kopi depan pintu makam Sunan Muria
yang kami sambangi, kami menemukan fakta menarik atas kawasan tersebut yang
memang perlu untuk di ekspose lebih dalam. Obrolan kami mebahas tentang
keberadaan pedagang yang ternyata diharuskan dari warga sekitar atau pendatang
yang mukim lama di daerah itu. Meski pedagang adalah orang lokal namun untuk
beberapa item barang yang dijual di daerah itu didatangkan dari kota lain,
seperti; kerajinan ukir dari Bojonegoro, blangkon dari demak, batik dari
pekalongan dan barang serta kota lainnya.
Medan jalan selain dimanfaatkan warga sekitar untuk
mengantar peziarah ketempat ziarah juga dimanfaatkan sebagai tempat untuk
berdagang. Adapun hasil alam yang paling banyak dijajakan oleh pedagang asongan
dan warung-warung yang ada di sekitar tempat makam, diantaranya; pisang tanduk,
alpukat, delima, jeruk bali, tales, ganyong, petai dan sirsak.
Semakin kami korek data dari mereka banyak hal yang
akhirnya kami dapat dari sana, pedagang tersebut mengakui bahwa memang kawasan
tersebut telah di atur sedemikian rupa oleh pihak yayasan sunan muria, sehingga
tak dapat kami temui kesenjangan antar pedagang. Untuk menejemen para pedagang,
yayasan memberi kewajiban kepada para pedagang dengan harga variatif, untuk
warung seluas 2,5 x 4 meter yang kami kunjungi, pedagang warung makan dan snack
mengaku dibebani harga Rp. 450ribu untuk sewa kios, sedangkan daerah dibawah
kawasan merupakan hak milik pribadi hingga tidak ada biaya beban bagi mereka.
Untuk waktu dagang sendiri pedagang mengakui mulai
membuka warung dari pagi hingga sekuat tenaga mereka, namun biasanya sampai sekitar
jam 21.30wib mereka menututup warung. Apabila menuruti pengunjung maka pedagang
dapat membuka warungnya selama 24jam. Dengan demikian pendapatan pedagang satu
dengan yang lain berbeda karena dipengaruhi oleh jumlah pengunjung. Pengunjung
meningkat terjadi pada saat hari libur dan hari besar keagamaan.
Lebih menariknya mereka mempunyai organisasi untuk
pedagang kawasan tersebut, dari beberapa agenda mereka adalah ziarah bersama
yang dilakukan rutin selama satu tahun sekali guna mempererat hubungan antar
warga yang menjadi pedagang disana.
Reporter: Nafis, Ibnu, Anis
0 komentar:
Posting Komentar