HMI yang lahir pada tanggal 5 Februari 1947 telah mengalami
pasang surut perjuangan dalam memperjuangkan ideologinya mulai dari orde lama,
orde baru sampai reformasi sekarang. Ketika orde baru berkuasa ideologi HMI dipecah
sedemikian rupa dengan asas tunggal Pancasila sehingga ideologi HMI waktu itu
ada yang nasionalis, ada yang menolak asas tunggal, dan ada yang ingin daulah
islamiyah. Tetapi, kini setelah reformasi yang mengambil alih kekuasaan orde
baru dan menjadikan ideologi dibebaskan justru yang terjadi adalah kekalahan
islam, begitu pula HMI yang kehilangan momentum reformasi tidak memanfaatkan
atau mengambil alih kekuasaan.
Sebuah kesempatan menjadi sesuatu tidak bermakna ketika umat
itu tidak siap, yakni ketika reformasi meskipun perkaderan-perkaderan kita yang
kita lakukan sudah cukup panjang, tetapi ternyata hasilnya tidak di dalam
kekuasaan kaum muslimin. Karena pengambil alih kekuasaannya tidak seperti yang
kita cita-citakan. Momentum reformasi yang terlalu cepat atau kita yang tidak
siap, tetapi kemudian kita kehilangan kesempatan untuk merubah tatanan
masyarakat melalui ideologi yang dimilikinya. Meskipun ada kesempatan
berpartai, dan kalau sudah berpartai berarti sudah tidak mempermasalahkan
ideologi negara, karena menganggap sudah final dan tinggal mengisinya, tidak
usah berpikiran untuk merubah negara atau merubah dasar negara, kecuali nanti
kalau partainya menang.
Ada pelajaran di Mesir, Ikhawanul Muslimin sangat konsisten
ingin membangun sebuah negara islam atau daulah islamiyah dengan membentuk
suatu partai dengan tujuan kalau menang untuk merubah negara, namun di dalam
faktanya tidak berhasil ketika Mursyid menjadi presiden, dia memaksakan diri
mengadakan dekrit kemudian gagal, seperti soekarno di Indonesia. Seharusnya,
ketika di Mesir tumbangnya rezim Mubarok dilakukan referendum yang intinya
merubah undang-undang dasar agar masyarakatnya dan negaranya siap berubah. Saya
pernah kumpul dalam kegiatan FKUB (forum kerukunan umat beragama), saya
bercerita bahwa sebetulny a kita sudah normal dengan demokrasi, artinya bahwa
kalau kita mau memilih sebuah daulah bagaimana dengan metode demokrasi. Iran,
alhamdulillah dia merubah negaranya itu dalam jangka panjang, tetapi tidak
terjadi gangguan yang prinsipil dari rakyatnya karena membentuk negaranya
dengan referendum, artinya dengan sistem yang memang diakui oleh dunia sebagai
basic demokrasi, dan waktu itu menang karena memang masyarakatnya sudah
disiapkan.
Kalau kembali ke reformasi kita yang terjadi tahun 98,
artinya kita kehilangan momentum, dan ketika dikasih kesempatan bahwa bisa
berpartai karena waktu itu hebat dan banyak sekali partai setelah reformasi,
kader HMI hampir ada dimana-mana kecuali MPO yang tidak dipartai karena bisa
dipertanyakan keMPOannya. Pada waktu itu ada partai yang sangat bagus, waktu
itu ada orang MPO juga yang disebut partai umat islam, dipimpin oleh alumni
HMI, seharusnya partai ini menang secara teoritis karena partai umat islam dan
di Indonesia mayoritas umat islam tetapi ternyata kalah, karena umat islam
tidak memilih. Kemudian partai islam sekarang tergrogoti, bahkan sekarang
hampir ada opini bahwa kalau partai mengenakan simbol islam pasti kalah, dan
ketika agak menang malah tersandung masalah dan tinggal nanti lihat ujiannya di
2014. PBB (Partai Bulan Bintang) partai
islam yang selalu sukses karena setiap tahun bisa mengikuti pemilu
mudah-mudahan di tahun 2014 penentuannya, kalau tahun ini kalah maka entah
bagaimana caranya bisa mengikuti pemilu tahun berikutnya. Artinya kita juga
kehilangan kesempatan ketika mewarnai partai pun kita tidak ada. Sehingga
dengan buah reformasipun, ideologi islam menjadi sebuah hal yang semakin jauh
dari apa yang kita harapkan, dan masih ada kelompok-kelompok yang underground
tetapi tidak jelas arahnya, dan kerjaannya hanya ngebom-ngebom dan kemudian
musuhnya hanya polisi yang jaga-jaga, yang tidak diketahui arahnya apakah
kelompok yang melawan amerika tetapi yang ditembaki adalah polisi.
Kondisi kekinian, idelogi islam menjadi sebuah hal yang
jauh, tentu hal ini juga merembet pada organisasi HMI. Seperti yang saya temui
ketika mengajar mahasiswa umum, ada sebuah perubahan kultur yang sangat jauh.
Saya teringat ketika memberi pengantar kuliah pertama tidak ada satu mahasiswa
pun yang menanyakan literaturnya, dan ada penurunan terhadap keilmuan. Waktu
saya tanyakan ke dosen-dosen yang lain merasakan juga seperti itu. Hal ini
berbeda dengan jaman saya kuliah dulu, suasana diskusi, suasana pendalaman
kajian sangat menjadi kebutuhan mahasiswa. Sekarang tidak demikian, ketika
ditanya tentang referensi mahasiswa hanya satu yaitu google, karena semuanya
ada. Sehingga, kekinian ini menjadi tantangan yang sangat berat bagi organisasi
kemahasiswaan dengan terjadi akulturasi kultur yang berbeda ini, agar mampu
menciptakan kader-kader yang berideolog, apalagi sekarang ideologi di
masyarakat cenderung pragmatis yang sangat praktis dan hedonis.
Efek dari sebuah budaya pragmatis, seseorang mengukur
sesuatu dengan materialistis, dalam hal ini perkaderan yang dilakukan
kawan-kawan kita menjadi sangat sulit. Sekarang ini kalau kita mengajak orang
berbicara sebuah ide seperti negara islam dan yang idealis maka dinilai orang
sebagai hal yang utopis, padahal dalam dunia perkaderan harus berbicara
idealis, karena idealisme inilah yang
menjadi daya tarik, dari waktu ke waktu ketika menjadi kader HMI dikenal
idealis karena selalu berdiskusi tentang idealisme, kalau tidak idealis dan
pesimistis namanya bukan kader. Saat ini budaya diskusi sudah berkurang karena
orang dengan teknologi sekarang yang ada, maka bisa menjauhkan yang dekat dan
mendekatkan yang jauh hal ini bisa dilihat ketika menggunakan bbm dan sms
sehinggabisa dekat dengan orang yang jauh, tetapi sekarang dekat menjadi jauh
karena berkurangnya budaya ngobrol, orang sudah sibuk dengan urusannya
sendiri-sendiri, tidak ada lagi orang ngobrol-ngobrol di terminal dan di bus
misalnya.
Dengan tantangan yang dihadapi apakah 10 tahun apalagi 20 tahun
mendatang HMI masih ada? Menurut saya,
selama perguruan tinggi masih ada, masih ada yang namanya mahasiswa, islam juga
masih ada maka HMI harus tetap ada, meskipun bentuknya lain. Tetapi kalau kita
berbicara ideologi tidak akan ada habisnya karena persoalan nilai, budaya
menjadi sebuah persoalan kemanusiaan yang tidak ada habisnya. Allah SWT akan
tetap merekayasa makhluknya atau hambanya, hukum newton juga berlaku kalau ada
aksi maka akan ada reaksi artinya bahwa kebatilan dan kebenaran akan selalu ada
di muka bumi, kalau kemudian sebuah ideologi dicita-citakan maka ideologi tidak
akan selesai dan menjadi kebutuhan yang akan datang hanya kelemahannya adalah
yang menjadi sebuah tantangan apakah dengan perkembangan budaya sekarang ini
HMI masih bisa ditawarkan untuk kemajuan yang akan datang dan tidak ketahui.
Di arab dulu adalah negara-negara yang established dan atau
status quo ternyata juga terjadi reformasi, revolusi dan pergolakan yang tidak
diperkirakan. Disitulah pergerakan masih menjadi sebuah kebutuhan. Dalam
konteks pergerakan dan ideologi maka HMI seperti sekarang ini tetap menjadi
sebuah hal yang harus dipertahankan dan diperlukan karena kita tetap
membutuhkan orang-orang yang baik, meskipun sekarang ada kampanye hitam
terhadap HMI karena yang dilihat adalah kakanda atau mas Anas Urbaningrum.
Persoalannya HMI bukan individual semata, kalau ada umat islam yang terkena
kasus maka islam tidak lantas jatuh. Jadi, hal yang perlu didiskusikan adalah
apakah kita masih tetap komitmen terhadap ideologi yang akan kita bawa dan
perjuangkan sehingga sampai kapanpun akan menjadi sebuah tantangan. Kalau saya
bertemu dengan kawan-kawan yang masih di HMI, selalu saya sampaikan bahwa saya
sepakat kalau HMI tetap sebagai organisasi perkaderan dan perjuangan artinya
bahwa harus mengkader yang banyak dan yang baik. Dulu waktu sempat berdiskusi
dengan mas Suharsono, ketika ada ide untuk menjadikan HMI sebagai organisasi
masyarakat kita tidak sepakat karena HMI tidak punya pandangan lengkap terhadap
islam, ushuludin atau fiqih HMI juga tidak jelas karena di HMI ada yang dari
muhammadiyah, NU, sehingga ushuludin dan fiqih HMI juga heterogen, yang berbeda
dengan organisasi seperti muhammadiyah yang homogen, sehingga sulit untuk
membangun HMI sebagai ormas, atau sebuah oraganisasi gerakan yang panjang
karena tidak mempunyai basic ajaran yang tetap. Oleh karena itu HMI sampai
kapanpun tetap menjadi organisasi kader, hanya pe
rtanyaannya apakah HMI tetap
bisa menghasilkan kader-kader spesial yang bermanfaat bagi masyarakat ke depan
yang sesuai dengan kebutuhan zamannya, inilah yang menjadi tantangan.
Kalau dulu organisasi yang bisa menghasilkan kader yang baik
yakni militer dan HMI, sekarang kita harus sadar ada organisasi-organisasi lain
yang juga menjadi pelahir-pelahir kader sehingga kita jangan seperti katak
dalam tempurung artinya jangan merasa sudah cukup karena dunianya kecil tetapi
begitu tempurungnya dibuka ternyata dunia lebih luas, kita jangan merasa hebat
di dalam lingkungan organisasi kita sendiri tetapi begitu keluar ternyata kita
belum apa-apa. Dulu ada aksi sosial antara lain PRD yang merupakan didikan
orang-orang sosialis ternyata ada kelebihan ketika bisa menguasai masa dengan
mengadakan advokasi dan sebagainya sehingga setelah reformasi mereka menjadi
sebuah hal yang dibutuhkan oleh masyarakat. Hal inilah yang menjadi tantangan
HMI agar perkaderannya bisa menjawab permasalahan yang akan datang sehingga
mahasiswa tertarik dengan HMI. Satu hal yang bisa dilakukan survei kenapa
mahasiswa sekarang tidak tertarik dengan organisasi?
Kedepan
hal yang paling mendasar adalah apakah kita masih punya cita-cita yang idealis
atau tidak, kalau kita masih idealis seperti dalam ajaran agama islam yang
mengajarkan kita sampai kapanpun harus bercita-cita idealis, karena islam itu ya'lu wala yu'la alaih “unggul dan tak ada yang lebih unggul darinya”. Sesuai dengan tujuan
HMI “terbinanya mahasiswa islam menjadi insan ulul albab yang turut
bertanggungjawab atas terwujudnya tatanan masyarakat yang diridhoi Allah
Subhanahu Wata’ala” maka masyarakat yang diridhoi Allah harus menjadi sebuah
ending yang harus didefenitifkan dan menjadi tanggungjwab kita bersama karena
masyarakat yang sekarang makin jauh dari ridho Allah, padahal masyarakat yang
diridhoi Allah satu-satunya adalah daulah islamiyah. Hal ini akan menjadi
tantangan yang masih terus berjalan sesuai dengan prinsip kebathilan dan
kebenaran akan selalu bertarung sampai kapanpun hingga yaumul kiyamah, sehingga
kita akan mengalami masa kejayaan islam .