Bedah tema LK II oleh Ahmad Mas'ud |
Dalam
kesempatan ini HMI Komisariat Syariah IAIN Walisongo Semarang mendelegasikan
sebanyak 3 peserta yaitu, saudari Anis Sholihah, saudara M. lutfan M. dan Ulil
Albab, sebelumnya sudah ada saudara Ibnu Himawan dan Ahmad Mas’ud yang sudah
terlebih dahulu lulus LK 2 HMI Cabang Sleman dan HMI Cabang Jogja. Yang mana
dengan mereka bertiga mengikuti LK 2 ini, maka komisariat Syariah bisa
dinyatakan komisariat tersubur pada tahun ini, karena semua pengurus komisariatnya
sudah lulusan LK 2. Namun predikat itu hanya sekejap mata apabila para pengurus
yang sudah lulus LK 2 tidak bisa membuat komisariatnya hidup dan tidak bisa
mengayomi para kader-kadernya, mungkin pepatah inilah yang cocok untuk para
pengurus komisariat Syariah “ apa arti
sebuah gelar, kalau tidak bisa mewujudkan dan mempraktekanya”, yang
diharapkan dari pepatah ini adalah supaya para pengurus Syariah sadar dan tidak
tenggelam karena sudah mempunyai gelar.
Sebuah awal proses
yang baik, karena komisariat Syariah kemarin mengadakan bedah tema LK 2 HMI
Cabang Yogyakarta, yaitu “Tela’ah Konflik
komunal ditengah demokratisasi Indonesia”, yang dibedah oleh saudara Ahmad Mas’ud
yang dinyatakan sudah lulus dari LK 2 jogja. Meskipun yang ikut diskusi
sedikit, namun proses diskusipun berjalan seru dan lancar. Dalam bedah tema
tersebut saudara Mas’ud menyampaikan, “Sebagai negara yang lahir di zaman
modern yang demokrasi menjadi sistem politik idaman mayoritas negara bangsa,
Indonesia sejak dibentuk memilih sistem politik demokrasi untuk menjaga
keutuhan dan persatuan bangsa, hal itu karena sepanjang era modern ini
demokrasi dianggap sebagai sistem politik dan pemerintahan yang paling elegan
dibandingkan dengan sistem politik lain. Olehnya sejak negara ini terbentuk
dapat dijumpai term demokrasi yang pernah diterapkan diantaranya demokrasi
parlementer, demokrasi terpimpin, demokrasi pancasila, dan (kini) demokrasi
liberal. Harus diakui bahwa demokrasi yang pernah dan sedang diterapkan di
Indonesia tersebut masih banyak cacat yang mesti dibenahi, karena dalam
berbagai fase tersebut ancaman kesatuan dan keutuhan NKRI masih sering marak
terjadi. Kini era reformasi itu telah berlangsung kurang lebih 15 tahun, dalam
perjalanan mengarungi masa demokratisasi itu terlihat bahwa kesejahteraan dan
kerukunan dalam keberagaman yang didambakan justru menjauh dari harapan. Demokrasi
(era) reformasi selain memberi kebebasan hak berpendapat, berpolitik,
berkayakinan ternyata juga membuka peluang berbagai kelompok untuk menunjukkan
identitas dirinya secara bebas tanpa dibarengi sikap saling menghargai dan
menghormati kelompok lain yang melahirkan fanatisme kelompok dimana-mana.
Sehingga di era reformasi (yang dianggap demokratis) justru lebih banyak
terjadi jenis konflik kekerasan komunal yang menelan korban jiwa dan materi di
hampir seluruh pelosok tanah air: sebutlah misalnya peristiwa Ketapang dan
peristiwa Kupang (1998), kerusuhan Poso (1998-2006), kerusuhan Ambon
(1999-2001), Insiden Monas berdarah (2008), hingga kerusuhan yang terjadi
belakangan ini di Bima, Mesuji-Lampung, Sampang, Cikeusik-Banten, GKI-Bogor dan
seterusnya”.
Dengan awal yang baik ini, semoga
bisa ditiru para pengurus maupun kader syariah yang lainnya, agar komisariat
bisa bangun dari tidur panjangnya, baik berupa diskusi, bedah buku atau
kajian-kaijian keilmuan yang lainnya. (YAKUSA) Reporter : Si AL. (Ulil Albab)
0 komentar:
Posting Komentar