CITA CINTAKU
Oleh: Naimaturohmah
(Mahasiswi Akademi Keuangan dan Perbangkan Widya Buana Semarang)
Kegelapan malam, segelap qalbuku
Ramainya lampu diskotik, menambah kelam rasa rindu
Di sepanjang jalan hidupku, terlihat beribu duri telah menghadang, mewarnai pelangi kehidupan.
Aku telah jatuh hati, ku jatuhkan hatiku pada sosok gadis yang ketika aku melihatnya, jantung ini berdebar, ketika aku mendengar suara lembutnya mata ini terus mencari bayang dispanjang mata memandang.
Dear, Nanda
Perasaan yang terus mengebu, tak dapatku bendung untuk ku ucapkan “I love you” pada mu seiring desahan nafas ini ku yakin kaulah pilihan hatiku ku rela tinggalkan dunia gelapku
Demi engkau! Oh…..dewiku
By. Yang mendambamu
Riyan
Itulah syair yang ku kirimkan lewat sahabat dekatnya. Dengan beramplop dan berkertaskan pink ku torehkan tinta hitam sebagai pemanis, untuk ku ungkapkan perasaan yang terus mengadu di relung hatiku. Ku yakin dialah solmetku, dia adalah sosok gadis yang sangat berbeda dari gadis-gadis yang ku kenal dan yang telah ku jamah dulu. Wajah lugu lagi manis membuatku penasaran “ada apa di balik kelebihan wajahnya?. Ku coba terus merayu, mengharap cita dan cintaku terwujud bersamanya, setiap minggu ku kirimkan syair-syair indahku lewat sahabat dekatnya. Ku yakin aku akan mendapakan….surat balasan dan ketulusan hatinya tuk menjadi milikku selamanya.
Detik demi detik lamanya telah ku lewati dengan penuh kesabaran dan keyakinan hati yang dibuat penasaran. Satu bulan telah berlalu dan akhirnya ku dapatkan cinta itu. Surat balasan berwarnakan biru berada ditanganku hatiku terus bertanya-tanya :apa yang ia tulis untuk ku?. Ku mulai mencoba membuka amplop itu dengan perasaan yang semakin mengebu ku baca, ku telaah setiap kata yang tergores di kertas biru itu.
Dear, Riyan
Subhanallah….!
Maha suci Allah dengan beribu cinta dan kasih-Nya.
Aku adalah manusia biasa yang waktu selalu mendambakan cinta sejati dari-Nya
Cintamu padaku perlu ku pertanyakan?
“Apakah cintamu karena Illahi Rabbi semata atau karena faktor X yang menyesatkanmu?”
Relakah engkau untuk meninggalkan kesenangan duniawimu hanya untuk meraih cinta dan cita bersamaku?
Renungkanlah….!
Wahai mahluk Allah yang lemah lagi tak berdaya karena cinta.
By. Nanda Septiani
Ku helakan nafas panjangku he….ha aah…mulut mungilku berguman “ternyata surat balasanya bukan jawaban tapi pertanyaan”. “Gadis yang unik“. Tambah ku beberapa saat kemudian.
Pagi harinya ku temui sahabat dekatnya untuk minta penjelasan dan surat balasan Nanda. Saat ini memang aku belum berani ketemu langsung dengannya. Jantung ini takut berhenti seketika, ketika menatap mata indahnya.
“Eh…ternyata Ita mau pulang nich…! Bisik suara hatiku
“ Ta….Ita…!”. Ku berlari sambil terus memangilnya
Ita yang sudah menstater montor Shogunya terperanjat ternyata cowok preman sekolahnya sedang terengah-engah dibelakangnya yaitu aku si Riyan si jago tawuran.
“Riyan…! Ada apa?”. Kamu di kejar-kejar Setan? “. Dengan wajah berseri ia merespon.
“Setan gundulmu…!”. Ku pengin ngomong ama kamu, penting!!!”. Ku pegang tanganya. Ku sambar udara di sekelilingnya.
“Tapi Yan, aku ada acara nich…!”. Ita mencoba menolak.
aku tidak peduli. Ku tarik tangan Ita menuju taman belakang.
“Riyan, sakit lepasin tanganku…!”. Ita mulai kesal dengan sikap kasarku.
“Ta…nich masalah Nanda”. Maksud surat balasanya itu apa?
Dengan wajah kesal, Ita menghentakan tanganya yang mulai kemerah merahan akibat pegangan paksaku.
“Yaa…lepas..! Nanda…!!”. Tanyakan saja padanya?. ku raih tangan Ita dan aku tegaskan.
“Ta...ku benar-benar ga’ paham apa maksud Nanda?”.
“Kamu ingin tahu”. Sikap menantang Ita memaksaku menganggukan kepala.
“Memangnya kamu nggak nyadar apa?”. Perbuatan kamu itu sangat berkontradiksi dengan Nanda..!. Kamu sih Riyan jago tawuran, anak diskotik yang tak karuan, teman setiamu hanya botol minuman dan rokok 76. Sedangkan Nanda, dia pintar, cantik, nurut sama orang tua, alim, anak kyai. Yan, kamu tu baru anak SMU, anak SMU yang kebelengu”. Paham kamu…?
Secepat kilat Ita lenyap dari pandangan mataku. Ia meninggalkanku dengan semilirnya angin taman belakang. Ku angguk-anggukan kepala ternyata apa yang di katakana Ita ada benarnya. Ku akui aku memang anak broken home, semua kebiasaan buruk hanyalah penantian ketidak puasanku pada keadilan Tuhan. Aku merasa ketika aku bercanda dengan gadis-gadis diskotik bermesraan dengan botol minuman itulah kepuasan. Tetapi semua itu salah besar kepuasanku adalah ketika ku temukan cita dan cinta sejatiku.
Ucapan ita terngiang terus di daun telingaku dan sambil ku tatapi sepucuk surat biru. Ku bayangkan wajah berseri Nanda yang antik lagi ayu tersenyum padaku. Ku yakinkan dalam relung kalbuku, kalau cita dan cintaku tertuju padamu Nanda Septiani seorang.
Ke esok harinya…!
Bel masuk berdering di setiap telinga siswa SMUN 1 Semarang. Dengan senyum dan mentari yang setia menyinari bumi. Kulangkahkan kaki dengan pasti dan percaya diri. Hari ini sudah ku putuskan untuk membuka lembaran agenda baru bertema “pertualangan cita dan cintaku bersama Nanda Septiani, juwita hati”.
Setelah bel istirahat berbunyi. Ku beranikan diri untuk bertemu langsung dengan juwita hatiku.
“Nan, bisa kita ngobrol berdua…?”. Ternyata desiran darah dan debaran jantung ini belum bisa ku taklukan sepenuh hati.
“Ada apa Yan…?”. Sahut Nanda datar
“Bisa kita ngobrol di taman belakang berdua Nan…?”. Mataku berbinar penuh harapan.
“Berdua, Yan boleh nggak ku ajak Ita”. Nanda mencoba menawar, sebab dia tahu jika ada dua insan yang bukan muhrim berduaan yang ketiganya adalah Setan. Dengan tidak mengurangi rasa hormat dan kagum ku, ku anggukan kepala.
***
“Gimana…Yan”. Suara lembut Nanda membuka keheningan setelah kita bertiga duduk-duduk di bebatuan besar taman belakang.
“Gini….Nan”. Tanganku bergetar, hatiku terus berguman, “Ayo…ayo”. Memberi support.
“Surat balasanmu dah aku baca dan ku telaah, ku paham apa maksudmu dan aku rela tinggalkan apa saja demi engkau, juwita hatiku”.
Suasana bertambah hening dan senyap. Wajah kita bertiga tampak serius dan memerah padam.
Kilat petir seakan menyambar wajah Nanda dan Ita. Mereka tidak menyangka aku seserius itu. Karena yang sesungguhnya Nanda sudah bertunggan dengan pria pilihan orang tuanya, satu bulan yang lalu. Ia melakukan itu semua demi sahabat dekatnya Ita. Ita memang jatuh hati padaku, sejak kelas satu SMU, tapi perasaan tidak dapat di paksa. Cintanya bertepuk sebelah tangan. Ita tahu persis aku tidak mencintainya. Aku hanya mencintai juwita hatiku Nanda.
Ita yang tidak tahan melihat kebiasaan burukku yang selalu menambah kekelaman dunia malam mendamba perubahanku, seperti yang dulu. Memang sebelum ayah dan ibu cerai hidupku penuh kepuasan. Aku menjadi anak penurut, alim, pintar lagi tajir (pokoknya idaman semua gadis). Ita menyuruh Nanda untuk berpura-pura merespon perasaanya dengan harapan Nanda dapat merubah kebiasaan burukku dengan cita dan cinta yang sedang mengebu-gebu di hatiku.
Bel masuk berbunyi. Memecah keheningan taman belakang. Dengan sepontan Ita menyambar tangan Nanda untuk berlari ke ruang kelas.
“Yan kita lanjutkan nanti ya..?”. Itulah kalimat terakhir yang ku dengar sebelum menjauh dariku.
Langkah mereka bagaikan kilat, meningalkanku tanpa jawaban yang pasti. Mulut ini berbisik “padahal jam ke 5 kosong, Pak Hendarto guru matematka kan pergi keluar kota”. Ku penasaran “apa yang membuat Ita dan Nanda tergesa-gesa demikian ya”. Tanyaku dalam hati.
Ku langkahkan kakiku dengan santai tanpa beban tapi penuh harapan masa depan.
***
Di sudut ruang kelas Ita dan Nanda mencoba mencari solving dari masalah baru mereka.
“Ta…gimana nich Ta…?”. Kelihatanya Riyan serius
Ku nggak mungkin nerusin semua ini, ingat Ta ku udah punya tunangan. Dengan cemas, gelisah dan perasaan bersalah, bercampur menjadi satu, Nanda mengutarakan kebingungannya.
“Nan, maafin aku ya…ku juga bingung harus gimana!”.
Ita membisu seribu bahasa. Matanya mulai berkaca-kaca. Nanda merangkulnya tangan Nanda membelai hangat kepalanya, ternyata belaian lembut Nanda menumpahkan seluruh cucuran air matanya. Ita menangis dipelukan Nanda. Seiring dengan belaian lembut Nanda, terucap suara lembut Nanda menambah haru suasana. “ya..ya..ya, ku ngerti perasaan kamu, kalo boleh izinkan aku menjelaskan ini semua pada Riyan”. Bukannya kita mau mempermainkan perasaanya tapi kita melakukan ini semua karena rasa peduli dan sayang padanya. Ku yakin dia mau mengerti. Dalam keterisak-isaknya Ita pun meluapkan kegelisahannya.
“Nan, ku takut, riyan benci padaku…!”. Iya..ya..kamu tenang saja ya!, nanti aku yang ngomong ama dia. Dengan belaian tangan dan suara bijaknya nanda menenagkan hati ita.
Tiba-tiba dan tidak di sangka-sangka, terdengar suara tegasku di telinga juwita hatiku. “Nan, Ita kenapa…? Sakit…?”.
“Rian..!! kamu udah lama di sisni”. Sahut Nanda tak menyangka.
“Baru saja, emang kenapa”. Tanyaku penasaran.
“Ga, ga pa pa kok”. Ku bawa Ita ke belakang dulu ya?. Nanda bergegas membawa Ita yang masih berlumur air mata di pipi merahnya ke belakang.
***
Bel tiga kali tanda akhir pelajaran berbunyi
Tet…….tet…….tet…..tetttt….!
Jantungku berdebar kencang, hati ini mulai tidak tenang antara cinta dan harapan. Sebelum ku memangil Nanda tuk melantunkan obrolan dibelakang sekolah tadi pagi, ternyata Nanda sudah ada di belakang kursiku, ia menungguku membereskan buku di mejaku.
”Yan, bisa kita lanjutkan obrolan tadi pagi?”. Tanya Nanda.
“Tentu nan, ku juga sedang menunggu jawabanmu”. Sahutku.
Kita berjalan beriringan keluar dari ruang kelas, terlihat Ita sedang menunggu di samping pintu luar. “Yu Ta…!”. Sapa Nanda.
Kita bertiga melangkahkan kaki menuju taman belakang.
“begini, Yan!”. Nanda membuka pembicaraan.
“Sebelumnya kami berdua minta maaf”. Terlihat wajahku seperti orang kehilangan arah.
“lho kok “ kok kamu berdua minta maaf”. Desah Tanya hatiku
“…..tiada maksud hati untuk mempermainkan perasaanmu apa lagi sampai menyakiti hatimu, sebenarnya, mungkin kamu sudah tahu kalau ita sahabat dekatku dari dulu menaruh hai padamu. Melihat orang yang di cintainya berperang dalam kemaksiatan, hati Ita teriris cemburu.
Ia terpaksa menyuruh aku yang sejujurnya sudah punya tunangan satu bulan lalu untuk bisa merubah kebiasaan burukmu seperti yang dulu. Karena kebetulan hatimu kau jatuhkan di mata binarku. Jelas nanda panjang lebar.
Hatiku tersayat-sayat, ternyata cita dan cintaku juwita hatiku putus di tengah jalan. Ingin ku langsung berlari meninggalkan penat dihati apalah daya tangan ini tak sampai jua. Ita yang di selimuti perasaan bersalah hanya tertunduk dan membisu.
“Yan, ku tahu ini pasti menyakitkan hatimu, tapi ini kenyataan”. Aku senang kamu mau berubah tapi berubahlah untuk dirimu sendiri karena Allah semata bukan karena cita dan cinta sesaatmu Yan..!
Suara lembut Nanda benar-benar mengisi kekosongan hatiku. Tak ku sadari ku menganggukan kepala pertanda. “I agree with you my love”.
Walaupun dia sudah menjadi pinangan orang lain, tapi kenapa ku tetap merasa yakin kalo dialah juwita hati yang menggebu-gebu di relung qalbu.
“Iya….Nan…ku sadari semua itu, terima kasih untuk semuanya, harapan yang kau beri membuat ku tahu di mana keadilan Tuhan sesungguhnya ku coba tegas menatap masa depan walau hatiku tercabik-cabik berlumuran darah”.
“Ta…makasih….ya…untuk perhatian dan kasihmu, tapi ku benar-benar minta maaf, kau terlalu baik untukku tak sepantasnya kau jatuhkan hatimu padaku”. Ita hanya mengangukan kepala tanpa menegadahkanya guna menatapku.
“Nan, maafkan aku kalau aku lancang, tapi ku sudah berjanji pada diriku, kaulah juwita hatiku. Walaupun kau sudah jadi milik orang lain ku masih berharap kau datang dan jatuh dipelukan ku. Aku benar-benar merasa yakin dan sadar dengan apa yang ku katakana tadi.
Nanda hanya tersenyum lembut. “Makasih Yan”.
Tak terasa waktu berputar dengan cepatnya, kumandang adzan ashar pun mulai terdengar
“Yan, Ta! dah sore kita pulang yu….”. Celoteh Nanda sambil beranjak dari tempat duduknya. Kita bertiga beranjak pergi meninggalkan tempat yang penuh kenagan itu.
***
Matahari terperanjak lenyap ditelan bumi pertiwi. Petang datang melanda mengharapakan sunyi. Cinta memang tidak harus memiliki.
Itulah sekilas cerita cintaku di agenda “petualangan cita dan cintaku”.
Nanda Septiani juwita hatiku, yang ku ceritakan pada Robert adik kandungku seraya ku titipkan sepucuk surat biru untuk juwita hatiku. Setelah lama dua bulan berlalu, rasa rindu mengebu ingin rasa hati ini bertemu wajah Nanda yang ayu. Tapi apakah daya…..!
Dear, Nanda
Warna putih itu akan terus putih seperti wajah ayumu. Lembutnya salju tak dapat menandingi lembutnya suaramu. Jantung qalbuku ku persembahkan hanya untuk juwitaku. Wajah ayumu kan ku kenang selalu dalam relung hatiku.
Nanda mungkin ketika kau baca surat ini, kau tak akan dapat melihatku lagi. Karena aku telah terkubur dalam cita dan cintaku padamu. Oh….juwita hatiku..
Aku mengidap paru-paru basah stadium empat. Saat kutulis surat ini ku sedang terbaring lemas, tanpa…., tapi demi untuk berpamitan padamu kuterus berusaha menorehkan tinta hitam ini dikertas biru.
Selamat tingal Nanda. Semoga kau hidup bahagia bersama pilihan orang tuamu.
Kenaglah aku si Riyan yang selalu mengagumimu.
Maafkan aku Nanda Septiani, juwita hati.
Kaulah cita dan cinta ku!
By. Yang menantimu
Riyan
0 komentar:
Posting Komentar