SEMARANG; 6 November 2009, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Semarang dan Puluhan aktivis yang tergabung dalam FORMIPA (Forum Masyarakat Islam Peduli Anggaran) mengelar aksi menuntut DPRD Kota Semarang untuk segera menjalankan tugas fungsi dan penuntasan agenda yang molor hampir empat bulan akibat kisruh perebutan Kursi Komisi. Aksi menutup mata ini dilakukan mulai pukul 09.00 dengan start dari Bundaran Tugumuda Semarang. Sebelum melakukan long march massa aksi menutup mata mereka dan satu diantaranya menuntun dari depan mengarahkan jalan menuju kantor DPRD dijalan pemuda. Mereka berbaris bersab kebelakang berjalan sambil membawa replika cotton buds (pembersih telinga) sekitar 1,7 meter.
Aksi yang berlangsung tertib tersebut setelah tiba didepan gedung DPRD mereka melakukan orasi sambil meneriakkan yel-yel yang mengkritisi kondisi internal dewan yang terjadi saat ini. Tepat di kantor DPRD kota semarang sejumlah aksi melakukan teaterical berjalan merangkak menutup mata dengan kain berwarna hitam sembari sempoyongan. Hal ini dilakukan sebagai bentuk simbolisasi dimana anggota dewan telah melakukan tindakan yang merugikan kepentingan masyarakat.
Setelah sekitar lima belas menit melakukan mediasi dan komunikasi akhirnya massa dapat masuk ke ruang dewan dan melakukan audiensi. Bahkan saat masukpun massa masih menutup mata. Baru setelah dibuka secara formal dialog dengan dewan kemudian secara simbolis massa aksi dengan dikomandoi salah satunya melepas tutup mata. Ini sebagai bukti bahwa dewan mau menerima runtutan mereka.
Dari beberapa perwakilan massa aksi secara teratur menyampaikan aspirasi melalui forum dialog. Ketua umum HMI Cabang Semarang Agus Thohir sesaat yang mewakili ketika menyampaikan aspirasinya memberikan gambaran atas kondisi yang semakin berlarut lama dimana anggota dewan ribut sendiri berebut jatah wilayah yang dianggap “basah” sehingga mengakibatkan banyak agenda yang harusnya bisa selesai tapi malah molor. Bahkan adanya keterlambatan terkait dengan mekanisme prosedur didewan dalam melakukan penganggaran jelas berdampak pada semua aspek penganggaran yang ada. Jelas ini akan merugikan masyarakat.
Dalam lanjutan penjelasannya sungguh harusnya DPRD harus bertugas dan berwenang untuk mensejahterakan masyarakat. Tapi malah justru sebaliknya, maka diperlukan tuntutan untuk bisa memperbaiki kinerja Dewan menjadi lebih bertanggung jawab terhadap masyarakat kecil. Karena DPRD adalah institusi yang diharapkan menjadi representasi dari kepentingan masyarakat, selain itu juga diharapkan mampu menjadi penyambung lidah aspirasi masyarakat yang terejawantahkan dalam fungsi legislasi, penganggaran dan pengawasan.
Sesuai dengan UU No.27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD pasal 343 ayat (1). Akan tetapi dari fungsi lembaga perwakilan rakyat tidak terjadi dalam institusi DPRD kota Semarang 2009-2014. Fungsi DPRD kota Semarang seolah “mati” yang tercermin dari mandegnya proses tahapan perencanaan pembangunan ditandai belum terbahasnya APBD perubahan 2009 dan terkatung-katung tahapan APBD 2010.
PERMENDAGRI 25 tahun 2009 tentang pedoman penyusunan APBD 2010 menyebutkan bahwa dalam rangka memberikan pelayanan pada masyarakat secara lebih optimal dan sebagai wujud tanggung jawab pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, agar PEMDA dapat menyusun dan menetapkan APBD tahun anggaran 2010 secara tepat waktu. Akibat konflik yang berlarut lama antar fraksi menjadikan semua dokumen belum terbahas.
Diharapkan dewan dapat menjadi contoh dan meneladani bagi masyarakat terkait sikapnya, dan tidak ada alasan lain karena semua jelas bahwa egoisme kelompok baik partai, golongan atau bahkan kepentingan pribadi akan memporakporandakan tradisi musyawarah. Akibatnya kisruh akan mengerucut pada tidak konsistenya peran dan fungsi dewan dan lebih jauh akan membawa mosi tidak percaya. Menurut thohir dalam beberapa argumentasi yang disampaikan jelasnya ia menilai bahwa aksi ini dilakukan sebagai perhatian dan tanggungjawab kita untuk mengawal dan mengawasi bahkan menegur atas ketidakkonsistennya tugas, karena mengalami kemoloran.
Ia menambahkan bahwa dewan akan didukung terus selama mereka menjalankan tugasnya, tapi bila sebaliknya teledor dengan tugas dan kewenangannya maka tidak segan-segan akan mengerahkan massa dan menggalang kekuatan untuk meluruskan tujuan.
Setelah dialog sekitar 90 menit mereka menyampaikan semua uneg-uneg yang simpang-siur dan menuntut segera tiga hal terkait yang harus diperbaiki dalam kinerja DPRD Kota Semarang; pertama, segera menuntaskan agenda-agenda tahapan penganggaran daerah kota Semarang. Kedua, memberikan waktu 1 minggu tertanggal mulai dikeluarkan tuntutan ini agar DPRD Kota Semarang segera menyelesaikan pembahasan APBD Perubahan tahun 2009. Ketiga, Segera menjalankan tugas, fungsi dan kewajiban DPRD Kota Semarang sebagai mana yang diamanatkan UU No. 27 Tahun 2009.
Sebelum usai audiensi salah satu aktivis memberikan Cotton Buds sebagai bentuk simbolisasi bahwa anggota dewan untuk segera membuka telinganya dan mau mendengarkan aspirasi masyarakat. Jika kuping mereka masih tertutup maka berarti anggota dewan telah menyelewengkan kewajibannya sebagai perwakilan rakyat yang semestinya memperjuangkan hak kesejahteraan bukannya penindasan dengan bentuk lain seperti yang ditegaskan Agus Thohir. Lukni Maulana (Wartawan LAPMI HMI Cabang Semarang)
Aksi yang berlangsung tertib tersebut setelah tiba didepan gedung DPRD mereka melakukan orasi sambil meneriakkan yel-yel yang mengkritisi kondisi internal dewan yang terjadi saat ini. Tepat di kantor DPRD kota semarang sejumlah aksi melakukan teaterical berjalan merangkak menutup mata dengan kain berwarna hitam sembari sempoyongan. Hal ini dilakukan sebagai bentuk simbolisasi dimana anggota dewan telah melakukan tindakan yang merugikan kepentingan masyarakat.
Setelah sekitar lima belas menit melakukan mediasi dan komunikasi akhirnya massa dapat masuk ke ruang dewan dan melakukan audiensi. Bahkan saat masukpun massa masih menutup mata. Baru setelah dibuka secara formal dialog dengan dewan kemudian secara simbolis massa aksi dengan dikomandoi salah satunya melepas tutup mata. Ini sebagai bukti bahwa dewan mau menerima runtutan mereka.
Dari beberapa perwakilan massa aksi secara teratur menyampaikan aspirasi melalui forum dialog. Ketua umum HMI Cabang Semarang Agus Thohir sesaat yang mewakili ketika menyampaikan aspirasinya memberikan gambaran atas kondisi yang semakin berlarut lama dimana anggota dewan ribut sendiri berebut jatah wilayah yang dianggap “basah” sehingga mengakibatkan banyak agenda yang harusnya bisa selesai tapi malah molor. Bahkan adanya keterlambatan terkait dengan mekanisme prosedur didewan dalam melakukan penganggaran jelas berdampak pada semua aspek penganggaran yang ada. Jelas ini akan merugikan masyarakat.
Dalam lanjutan penjelasannya sungguh harusnya DPRD harus bertugas dan berwenang untuk mensejahterakan masyarakat. Tapi malah justru sebaliknya, maka diperlukan tuntutan untuk bisa memperbaiki kinerja Dewan menjadi lebih bertanggung jawab terhadap masyarakat kecil. Karena DPRD adalah institusi yang diharapkan menjadi representasi dari kepentingan masyarakat, selain itu juga diharapkan mampu menjadi penyambung lidah aspirasi masyarakat yang terejawantahkan dalam fungsi legislasi, penganggaran dan pengawasan.
Sesuai dengan UU No.27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD pasal 343 ayat (1). Akan tetapi dari fungsi lembaga perwakilan rakyat tidak terjadi dalam institusi DPRD kota Semarang 2009-2014. Fungsi DPRD kota Semarang seolah “mati” yang tercermin dari mandegnya proses tahapan perencanaan pembangunan ditandai belum terbahasnya APBD perubahan 2009 dan terkatung-katung tahapan APBD 2010.
PERMENDAGRI 25 tahun 2009 tentang pedoman penyusunan APBD 2010 menyebutkan bahwa dalam rangka memberikan pelayanan pada masyarakat secara lebih optimal dan sebagai wujud tanggung jawab pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, agar PEMDA dapat menyusun dan menetapkan APBD tahun anggaran 2010 secara tepat waktu. Akibat konflik yang berlarut lama antar fraksi menjadikan semua dokumen belum terbahas.
Diharapkan dewan dapat menjadi contoh dan meneladani bagi masyarakat terkait sikapnya, dan tidak ada alasan lain karena semua jelas bahwa egoisme kelompok baik partai, golongan atau bahkan kepentingan pribadi akan memporakporandakan tradisi musyawarah. Akibatnya kisruh akan mengerucut pada tidak konsistenya peran dan fungsi dewan dan lebih jauh akan membawa mosi tidak percaya. Menurut thohir dalam beberapa argumentasi yang disampaikan jelasnya ia menilai bahwa aksi ini dilakukan sebagai perhatian dan tanggungjawab kita untuk mengawal dan mengawasi bahkan menegur atas ketidakkonsistennya tugas, karena mengalami kemoloran.
Ia menambahkan bahwa dewan akan didukung terus selama mereka menjalankan tugasnya, tapi bila sebaliknya teledor dengan tugas dan kewenangannya maka tidak segan-segan akan mengerahkan massa dan menggalang kekuatan untuk meluruskan tujuan.
Setelah dialog sekitar 90 menit mereka menyampaikan semua uneg-uneg yang simpang-siur dan menuntut segera tiga hal terkait yang harus diperbaiki dalam kinerja DPRD Kota Semarang; pertama, segera menuntaskan agenda-agenda tahapan penganggaran daerah kota Semarang. Kedua, memberikan waktu 1 minggu tertanggal mulai dikeluarkan tuntutan ini agar DPRD Kota Semarang segera menyelesaikan pembahasan APBD Perubahan tahun 2009. Ketiga, Segera menjalankan tugas, fungsi dan kewajiban DPRD Kota Semarang sebagai mana yang diamanatkan UU No. 27 Tahun 2009.
Sebelum usai audiensi salah satu aktivis memberikan Cotton Buds sebagai bentuk simbolisasi bahwa anggota dewan untuk segera membuka telinganya dan mau mendengarkan aspirasi masyarakat. Jika kuping mereka masih tertutup maka berarti anggota dewan telah menyelewengkan kewajibannya sebagai perwakilan rakyat yang semestinya memperjuangkan hak kesejahteraan bukannya penindasan dengan bentuk lain seperti yang ditegaskan Agus Thohir. Lukni Maulana (Wartawan LAPMI HMI Cabang Semarang)
0 komentar:
Posting Komentar