Senja kala itu menyelimuti bumi
dengan guratan kesedihannya, seolah tau apa yang sedang dirasakan oleh Kiara
Cantika Putri. Di dalam sebuah ruangan yang menjadi favorit Ara begitulah ia
biasa disapa. Duduk termenung melihat kenyataan yang sedang dihadapinya.
“mengapa papah begitu tega berbuat
seperti itu terhadap mamah, apakah mereka tak mengerti apa yang sedang
kurasakan sekarang?”
Tiara dan Indra adalah dua orang
sahabat yang mengerti semua yang terjadi pada Ara, karena merekalah Ara tegar
menghadapi semua permasalahan yang ada di dalam keluarganya. Bisa dibilang Tiara
dan Indralah sahabat Ara yang selalu memberikan semangat disaat Ara terpuruk.
Tiga sahabat inilah yang menjadi iri setiap orang yang melihat karena
kekompakan dan kesolidan mereka yang begitu kuat.
Seperti biasa Ara yang selalu
menghampiri Tiara ketika akan berangkat ke sekolah dengan pak jon supir Ara
yang selalu menemaninya dan mengantarkan kemanapun Ara pergi. Maklumlah orang
tua Ara yang super sibuk tidak dapat menemani Ara setiap saat. Berbeda dengan
orang tua Tiara yang sangat perhatian dengan Tiara dan kasih sayang pun tak
kurang Tiara dapatkan dari orang tuanya. Itulah mengapa Ara sering main ke
rumah tiara, karena keharmonisan keluarganyalah yang membuat Ara selelu ingin
datang ke rumah Tiara.
“Selamat pagi Tiara,” ucapan
itulah yang menandakan bahwa Tiara harus berangkat ke sekolah bersama Ara yang
sudah menunggu di depan rumahnya.
“Oke Ara, ayo kita berangkat,”
“Ara kamu tahu Indra kan, anak
kelas XII ipa 1 itu?”
“iya kenapa Tiara, bukannya Indra
itu sering main bareng kita juga kan?”
“yuhu... 100 untuk Ara,”
“tapi mengapa kamu begitu gembira
menyebutkan nama Indra?”
“ah Ara kamu ini bisa aja”
Di sekolah pada waktu jam
istirahat Ara, Tiara dan Indra selalu ke danau dekat sekolahan. Itulah tempat
favorit mereka bertiga untuk sekedar melepaskan penat karena mata pelajaran
yang begitu menguras isi kepala, tidak seperti biasa Ara yang selalu ceria tetapi mengapa pagi ini terlihat
pucat.
“Ara kamu tidak apa-apa kan?”
Ara yang sedang melamun tersentak
kaget.
“ah, tidak apa-apa kok Tiara,
mungkin aku kecapean saja, karena tadi malam kan aku baru pulang menjenguk kak
Adi di Bogor”
Ketika Ara akan bangun dari
tempat lamunannya tiba-tiba saja Ara jatuh pingsan disertai darah yang keluar
dari hidungnya. Tiara dan Indra yang panik saat itu juga langsung membawa Ara
ke rumah sakit serta menghubungi kedua orang tuanya.
Satu hari Ara belum juga sadar
dari pingsannya itu, karena mengingat penyakit yang diderita Ara yaitu kangker
otak yang sudah menginjak stadium tiga. Selama ini Ara memang merahasiakan dari
kedua sahabatnya itu. Karena Ara menganggap dia tidak mau melihat hanya karena
Ara kak Adi, Indra dan juga Tiara menjadi sedih. Pukul 22.00 Ara telah sadar
dari pingsannya, dilihatnya sekeliling ruangan dengan suara mesin pendeteksi
detak jantung yang begitu keras, serta melihat mulutnya telah terpasang alat
bantu bernafas yaitu oksigen. Di ruangan itu ada kak Adi yaitu kakak kandung
Ara yang selalu menghawatirkan keadaan adik kesayangannya itu dan kedua orang
tua Ara yang akhir-akhir ini bertengkar terus setiap malam, karena kesibukan
yang membuat mereka seperti itu.
“kak Adi, Ara mau pulang kak. Ara
tidak mau disini, besok kan Ara harus sekolah.”
“iya Ara, kak Adi tahu besok Ara
itu sekolah, tetapi Ara kan harus banyak istirahat supaya cepat sembuh dan bisa
bertemu teman-teman di sekolah.”
“tidak mau kak, pokoknya Ara
besok harus berangkat ke sekolah, pah, mah boleh kan besok Ara berangkat ke
sekolah?”
Melihat semangat yang dimiliki
Ara begitu besar untuk berangkat sekolah, akhirnya ke dua orang tuanya pun mengijinkan
Ara besok untuk pergi ke sekolah.
“baiklah besok Ara boleh
berangkat ke sekolah tetapi, syaratnya besok harus mendapatkan ijin dari dokter
kalau Ara memang sudah baikan”
“baiklah mah kalau begitu, Ara
akan berusaha sekuat mungkin agar besok lebih baik lagi dan dapat berangkat
sekolah.”
Tarnyata Ara memang menunjukkan
perkembangan yang begitu pesatnya sehingga dokter pun mengijinkan Ara untuk
dirawat di rumah. Mendengar berita itu Ara gembira karena sebentar lagi akan
berangkat ke sekolah dan bertemu teman-teman di sekolah. Tiara yang begitu
kaget melihat Ara sudah berangkat ke sekolah, yang padahal dia masih sakit.
Begitu juga dengan Indra
“Ara, kenapa kamu sudah masuk
sekolah?”
“Ara sudah tidak apa-apa kok Ndra.
Oia Tiara dimana Ndra?”
“itu Tiara berada di kelas,
karena tidak ada kamu, jadi murung deh.”
“yaudah Ndra, Ara masuk ke kelas
dulu ya.”
“iya Ara, kamu jaga kondisi ya
agar tidak sakit lagi.”
“siap Indra.”
Indra
yang sudah berpacaran dengan Tiara tiga bulan yang lalu, mereka menjalankan tanpa
rasa bersalah karena tidak menceritakannya kepada Ara. Padahal Tiara dan Indra
telah mengetahui bahwa Ara itu paling benci dangan kebohongan. Karena, landasan
mereka bersahabat hampir tiga tahun adalah kejujuran. Indra mulai resah karena
rasa bersalahnya kepada Ara perihal tidak menceritakan kabar gembira
menurut Indra itu, tetapi bagaimana
lagi, Indra pikir ketika dia menceritakan hal ini terhadap Ara dia bakal tidak
setuju karena kita adalah teman, maka dari itu Indra dan Tiara bersepakat
menyimpan rahasia ini jangan sampai terdengar oleh Ara.
Ara yang akhir-akhir ini sering
tidak masuk sekolah karena penyakit yang dideritanya semakin parah mengharuskan
dia untuk beristirahat, persahabatan yang dijalin oleh Indra dan Tiara
menggugah hati nurani mereka untuk menjenguk Ara di rumah sakit, Ara yang mulai
curiga dengan sikap yang mereka perlihatkan tidak seperti biasa. Mereka menjadi
semakin dekat bukan sebagai seorang sahabat tetapi sebagai seorang pacar.
“ah mungkin perasaan ku saja,
mereka tidak mungkin tidak menceritakan kepadaku kalau mereka sudah jadian,
kalaupun mereka sudah jadian pasti akan menceritakannya ke aku, duh Ara kamu
tidak boleh suudzon terhadap sahabat kamu sendiri, dia tidak mungkin berbohong
kepada kamu.”
Setelah menjalani perawatan di
rumah sakit selama satu minggu, akhirnya Ara diperbolehkan pulang oleh
dokternya. Dia pun dengan penuh semangat mendengar berita bahwa dirinya
diperbolehkan untuk pulang, seperti yang selalu ditunjukkan oleh Ara bahwa dia
tidak pernah memperlihatkan bahwa dia adalah anak yang penyakitan. Dia selalu
terlihat gembira dan selalu ceria ketika bertemu dengan teman-temannya terutama
terhadap dua sahabatnya itu. Keesokan harinya Ara pun menjalani rutinitasnya
sebagai siswa yaitu sekolah tinggal tiga bulan lagi Ara menempuh ujian nasional
oleh sebab itu, dia harus pulang sore karena mengikuti pelajaran tambahan yang
diadakan oleh sekolah menjelang ujian nasional. Begitu juga dengan Tiara dan
Indra yang sering main ke rumah Ara karena harus membantu Ara mengejar
ketertinggalannya karena sudah beberapa hari tidak masuk sekolah, Ara yang
semakin mempositifkan pikiran ketika melihat mereka berdua yang semakin erat. Kecurigaan
Ara terhadap Tiara pun semakin bertambah kuat ketika ada salah satu teman satu
kelasnya bertanya kepada Ara perihal hubungan Tiara dengan Indra. Ara pun
menjelaskan bahwa Tiara dan Indra adalah teman biasa begitu juga dengan aku,
kita bertiga itu menjalin sahabat sudah hampir tiga tahun, jadi Tiara tidak mungkin
berbohong kepadaku.
Karena rasa penasaran yang
melanda Ara semakin kuat, Ara memberanikan diri untuk bertanya kepada Indra
apakah benar mereka sudah jadian, tetapi mengapa mereka tidak menceritakan
kepadaku ya, kenapa malah merahasiakannya.
“Indra aku harap kamu mau jujur
kepadaku, apakah benar kamu dan Tiara itu sudah berpacaran?”
“eng...enggak.. kok Ra kami tidak
ada hubungan apapun, sungguh kalau tidak percaya coba kamu tanyakan saja
langsung kepada Tiara.”
“mengapa jawabanya ragu begitu
Ndra? Aku jadi curiga kalau jangan-jangan yang dibicarakan teman-teman itu
benar.”
“tidak Ra, masa sama sahabat
sendiri aku berbohong sih.”
“aku pegang omongan kamu ya Ndra,
soalnya aku sendiri juga merasa kalau kalian itu sudah berbeda terutama dalam
bertingkah laku, tidak seperti yang aku kenal dahulu.”
“iya Ara kamu jangan suudzon
begitu ya.”
“iya aku juga minta maaf kalau
telah suudzon kepada kalian, tetapi bukan maksud aku seperti itu Ndra, aku Cuma
mau memastikan saja kalau kabar itu tidak benar, karena teman-teman mengira
masa aku sebagai sahabat kamu tidak mengetahui itu, aku juga yakin kalau
sahabatku tidak mungkin kalau ada apa-apa tidak bercerita kepadaku, benar kan
Ndra?”
“iya pasti dong Ra”
Dengan rasa takut, ragu-ragu dan
bersalah indra menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Ara, hari berganti
hari begitu juga dengan hubungan Indra dan Tiara yang menjadi semakin dekat,
dan merekapun semakin menjauh dari Ara. Tiara pun merasa semakin takut kalau
Ara mengetahui hal ini apa yang harus dia jelaskan kepada Ara.
Seperti pepatah mengatakan
serapat-rapatnya orang menyembunyikan bangkai pasti akan tercium juga, agaknya
hal ini terjadi pada Tiara dan Indra. Ketika Ara mencoba memancing pertanyaan
terus kepada Indra melalui telefon, Indra pun keceplosan menjawab pertanyaan
dari Ara yang jawabanya ternyata iya Indra telah berpacaran dengan Tiara.
Seketika itu Ara marah besar kepada kedua sahabatnya yang sudah dia anggap
seperti saudara sendiri tetapi malah tega membohongi. Ara yang langsung menutup
telefonnya membuat Tiara dan Indra harus segera menuju rumah Ara sekarang juga
untuk menjelaskan kepada Ara supaya tidak terjadi salah paham. Sesampainya
dirumah Ara, Ara merasa kecewa terhadap kedua sahabatnya yang telah tega
berbohong, padahal mereka sendiri tahu bahwa Ara paling benci ketika dibohongi,
apalagi oleh sahabatnya sendiri yang sudah hampir tiga tahun bersama. Pertengkaran
hebatpun tidak terhindar lagi. Ara yang tampak begitu pucat tiba-tiba terjatuh
dan mengeluarkan darah dari hidungnya sebelum Indra dan Tiara menjelaskan
mengapa mereka terpaksa berbohong. Bersama ayah Ara yang tumbennya sudah berada
di rumah, mereka langsung membawa Ara ke rumah sakit. Setelah dokter memeriksa
ternyata Ara mengalami koma yang entah tidak tahu kapan akan sadar, mengingat
sakit yang diderita Ara kini menjadi semakin parah, serta terlalu lama tidak
segera ditangani. Perjalanan yang macet membuat Ara harus menunggu lama untuk
mendapatkan penanganan dari dokter. Penyesalan yang begitu mendalam yang
dialami oleh sahabat Ara, mengapa harus seperti ini kejadiannya. Begitu
mulianya hati Ara, ketegaran yang diperlihatkan selama ini membuat siapapun
tidak mengira kalau Ara gadis yang selalu ceria ini mengalami sakit yang
menggerogoti tubuhnya secara perlahan. Merekapun terus menyalahkan dirinya
sendiri, pertengkaran hebat diantara Tiara dan Indra pun tidak terhindarkan
lagi yang akhirnya terpaksa mereka mengakhiri hubungan mereka karena rasa
bersalahnya kepada Ara.
Lima hari Ara koma, belum juga
menunjukkan tanda-tanda akan sadar. Tiara dan Indra yang selalu setia menemani
Ara yang tengah terbaring lemah dengan oksigen yang terpasang dimulutnya serta
alat pendeteksi detak jantung yang berdenging keras. Setelah beberapa jam
kemudian melihat tanda-tanda bahwa Ara akan sadar ditunjukan dengan jari-jari
yang bergerak. Dengan segera Tiara memanggil dokter untuk segera memeriksa
keadaan Ara, benar saja setelah hampir satu minggu ara koma akhirnya dia sadar
juga, disampingnya sudah ada ayah, ibu, kak Adi, Tiara serta Indra. Dengan
terbata-bata Ara mengatakan sesuatu untuk sahabatnya, Tiara yang menangkap
maksud apa yang dikatakan oleh Ara.
“tidak seharusnya kamu yang minta
maaf Ra, sahabat macam apa aku ini yang membuat kamu menjadi seperti ini, aku
yang salah karena aku telah membuat kamu kecewa dengan kebohongan yang aku
sendiri mengetahui kalau kamu paling benci jika dibohongi, aku terpaksa
melakukan semua ini karena takut kamu marah jika aku jadian sama Indra aku
benar-benar minta maaf Ara, aku juga sudah memutuskan Indra sebagai pacarku.”
“jangan seperti itu Tiara, jangan
gara-gara aku kamu putus dengan Indra, aku tidak akan marah kalau kamu jadian
sama Indra, tetapi ketidak jujuranmulah yang aku tidak suka itu membuat aku
merasa dianggap tidak ada yang jelas-jelas kamu adalah sahabat aku, aku juga
merasa aneh ketika kalian semakin menjauh dariku, aku pikir aku bukan teman
yang baik bagi kalian. Tapi sudahlah semua sudah terjadi, dan aku mohon sama
kamu Tiara, tolong kamu balikan lagi ya sama Indra, aku ingin melihat sahabatku
bahagia sebelum aku pergi.”
“kamu bicara apa sih Ara, kamu
tidak akan pergi, kita akan bersama-sama terus sampai kapanpun, kita juga akan
sering bermain ke danau tempat favorit kita”
Ara yang mencoba menyatukan
tangan Tiara dan Indra dengan harapan mereka akan bersatu kembali dengan
linangan air mata yang membasahi pipi Ara.
Ara juga memberi pesan kepada
papah dan mamahnya agar bersatu lagi dan jangan bertengkar terus.
“pah, mah Ara mohon jangan
bertengkar terus kasihan kak Adi pah, mah demi Ara. Ara mohon sebelum ara pergi
papah janji sama Ara harus bersatu dengan mamah ya?”
Hanya anggukan yang dibalas
ayahnya Ara, dengan senyuman penuh dengan keikhlasan Ara meninggalkan kedua
orangtua, kakak, dan sahabat yang begitu menyayanginya. Suasana yang begitu
mengharukan, tangisan yang tak dapat terbendung mengiringi kepergian gadis yang
selelu ceria ini, tidak ada lagi panggilan selamat pagi untuk Tiara sebagai
sahabat yang selalu menemaninya setiap pagi ke sekolah. Tidak ada lagi
keceriaan yang menghiasi hari-hari Indra. Kini hanya kenangan yang tersisa
untuk orang-orang yang dicintainya.
Sebuah puisi yang ditulis Tiara
untuk sahabatnya Kiara Cantika Putri.
Sahabatku Kiara Cantika Putri,
Dimanapun kamu berada sekarang
Aku tetap teman sejatimu
Kenanganmu, kenangan kita adalah
bagian dari hidupku
Aku tahu betapa mulianya hatimu
Entah kau tahu atau tidak
Betapa aku merindukanmu
Dadaku terasa sakit ketika
mendengar
kau telah pergi untuk selamanya
dari kehidupanku
sahabat adalah sahabat
sampai kapanpun tetap sahabat
walaupun sampai liang lahat
aku ingin bertemu dengan kamu
untuk terakhir kalinya
walaupun lewat mimpi
By:
Zahratunisa