By: Zahratunisa
Dalam menggapai indahnya keajaiban
yang diciptakan oleh Tuhan adalah sebuah permainan yang sedang diciptakan
oleh-Nya. Sesuatu yang sempurna beranjak dari hal yang tidak sempurna. Begitu
pula dengan apa yang dialami oleh Anisa Livia Sari.
Indahnya panorama sang fajar
terhiasi oleh ayat-ayat yang mengalun sangat indah dan begitu menakjubkan.
Rutinitas yang dikerjakan oleh Via begitulah ia disapa oleh teman-temannya,
untuk mencurahkan isi hatinya kepada sang pemberi hidup. Indahnya pancaran bintang selalu menjadi
kekuatan bagi Via disaat Ia terpuruk oleh sekelebat masalah yang coba hinggap
dalam hidupnya.
Pagi yang cerah menyambangi jendela,
memperlihatkan keelokan pada sang pemilik rumah bahwa pagi ini adalah pagi yang
menyenangkan dan awali hari dengan senyuman. Ketika Via akan bergegas menuju ke
kamar mandi, langkahnya terhenti tepat di depan kamar Ifan.
“bagaimana kabar Ifan ya? sudah dua
hari aku tidak bertemu dengannya. Apa dia belum bangun? Padahal dia juga harus
sekolah, ah mungkin bibi lupa membangunkannya, kalau begitu aku bangunkan saja
dia.”
Dengan gerak cepat Via mengetuk
pintu kamar Ifan berulang kali, tetapi tidak ada jawaban sama sekali, Via
berinisiatif untuk membuka pintunya. Dengan rasa terkejut ketika Via membuka
pintunya Ifan tidak ada di tempat.
“tumben anak ini jam segini tidak
ada di kamarnya, biasanya jam segini masih molor. Kemana perginya ya?”
Via mencoba mencarinya kebelakang
kali saja dia sedang makan, tetapi hasilnya nol, Via langsung teringat tempat
favoritnya yaitu rumah pohon yang berada di belakang rumah, tempat tersebut
juga menjadi tempat favorit Via.
Ternyata benar, si Ifan berada disana
sedang tidur. Rumah pohon ini memang sengaja dibuat oleh ayah untuk kita
sebagai tempat untuk bermain, tempatnya sungguh sangat nyaman untuk di tempati,
desainnya juga sangat bagus dan terlihat sangat unik, bisa dibilang rumah pohon
inilah tempat kedua kita. Via dengan gesit memanjat untuk membangunkan Ifan
untuk ke sekolah karena ini sudah siang.
“Ifan bangun, kamu harus siap-siap
untuk ke Sekolah, nanti terlambat. Kamu pasti semalam tidak bisa tidur lagi ya?
Apa yang sedang kamu pikirkan sampai kamu tidak bisa tidur?”
Dengan segera Ifan terbangun dari
tidurnya, dia teringat bahwa dia hari ini harus menemui seseorang.
“aduh, kak Via kenapa baru bangunin
Ifan sih, jadi kesiangan nih. Bibi juga, kenapa nggak bangunin Ifan dari tadi!”
“kamu tuh Fan kebiasaan menyalahkan
orang lain, siapa juga yang tahu kalau semalem kamu tidur di sini. Bibi mungkin
saja sudah bangunin kamu berulang kali, tapi kamu nggak ada di kamar. Makannya
kalau mau tidur di sini bilang dulu. Ya sudah ayo cepetan siap-siap katanya ada
janji.”
“iya..iya.. dasar kak Via bawel!”
Tak salah jika Ifan adik laki-laki
Via terkadang merasa iri dengan Via, karena selama ini Via itu istimewakan oleh
orang tuanya, tetapi berbeda dengan Ifan, dia sering dimarahi oleh ibunya
terutama sama ayahnya. Mungkin karena dia laki-laki maka Ifan mendapat didikan
keras dari orang tuanya supaya menjadi laki-laki yang bertanggung jawab.
Terkadang Via juga merasa kasihan kepada adik semata wayangnya itu. Dia selalu
mendapat perlakuan yang kurang adil baginya. Tidak dapat dipungkiri lagi,
bagaimanapun juga Ifan masih terlalu kecil untuk mengerti bagaimana kehidupan
yang sebenarnya. Anak kelas enam sekolah dasar yang dia tahu hanya bermain
dengan teman-temannya tanpa harus meninggalkan prestasi yang harus diraihnya di
sekolah. Begitulah orang tua Via dan Ifan mendidik anak-anaknya. Boleh bermain
tetapi prestasi tetap nomor satu. Via yang duduk di bangku kelas tiga SMP
agaknya sedikit demi sedikit mulai tahu, betapa susahnya menjalankan kehidupan
yang sebenarnya. Via merasakan betapa sibuknya kedua orang tuanya yang setiap
hari harus bekerja dengan keras agar kebutuhan yang diperlukan anak-anaknya
dapat terpenuhi. Sampai-sampai tidak ada waktu untuk berkumpul bersama seperti
yang didambakan oleh sekian banyak orang.
Sepulang dari sekolah Via langsung menuju
ke kamarnya. Tempat yang menurutnya paling nyaman untuk menyendiri selain rumah
pohon. Via masih penasaran dengan apa yang dijanjikan oleh ibu.
Dengan sangat tak terbiasa ibu pukul
16.00 WIB sudah sampai rumah, biasanya sehabis maghrib baru sampai rumah.
Tetapi ibu juga datang dengan raut muka yang tidak gembira. Sebuah pekerjaan
menjadi wakil kepala sekolah memang sangat melelahkan. Tugas dari kepala
sekolah yang dikerjakan oleh ibu sangat banyak, bahkan tak jarang pula ibu
membawa pekerjaannya ke rumah.
Ketika di meja makan pun ibu belum
mengatakan kejutan yang dijanjikan oleh ibu tadi malam. Setelah makan malam
selesai Via langsung menuju ke kamarnya, tak berapa lama kemudian tiba-tiba
pintu kamar Via ada yang mengetuk, hingga menyadarkan lamunan Via. Dengan
segera Via membuka pintu kamarnya.
Rasa penarasan dan tidak mengerti
apa maksud kedatangan ibunya menghampiri dirinya dengan perubahan raut muka
yang terlihat berbeda dari sebelumnya. Ibu kini terlihat sangat berseri ketika
kedua bola mataku bertemu dengan tatapan bola mata ibu. Dengan nada sayang ibu
menyampaikan suatu hal terhadap diri Via. Ibu memberikan kejutan yang sama
sekali semuanya di luar dugaan dan pemikiran Via. Hal yang sangat tidak setuju
bahkan kecewa setelah mendengar semuanya. Bukan kejutan mengenai hari bahagia
yang dia tunggu akan tetapi sebaliknya. Ibu menginginkan Via unuk melanjutkan
studi ke Yogyakarta yang itu artinya Via harus mempersiapkan dirinya untuk jauh
dari orang tuanya. Itu menjadi pilihan yang sulit bagi Via untuk menjawab iya
atau bahkan menolaknya.
Via mulai berfikir jauh untuk dia
merasakan hidup pisah dari keluarganya. Meskipum di sana nanti Dia masih
bersama kakek dan neneknya akan tetapi akan terasa sekali perbedaannya ketika
dia tinggal dengan orang tua dan adiknya. Dalam angan Via terbangun ketika ibu
mulai akan menjelaskan alasan beliau menggambil keputusan yang mestinya sudah
dipertimbangkan sebelumnya. Ibu menginginkan adanya sikap yang sepadan antara
Via dan Adiknya, Ifan. Akan tetapi Via yang kini harus menanggungnya. Bukan
antara tanggungan akan tetapi suatu kebijakan dan keadilan agar sama-sama
memperlakukn anak dengan rasa sayang dari kedua orang tuanya.
Dengan linangan air mata Via
menerima kenyataan yang begitu berat bagi anak seumurannya. Desiran angin yang
ikut merasakan suasana hati Via mengingatkan kebiasaan yang dilakukan oleh Via
di rumah pohon. Malam yang semakin larut menggerakkan hati Via untuk mengambil
air wudlu dan segera menjalankan sholat tahajud. Dibawah hangatnya sinar
rembulan dan cahaya lentera yang bertebaran diangkasa selalu menemani malam
yang begitu indah, teman yang selalu setia menemani setiap sujudnya dimalam
hari, indahnya pancaran bintang seolah mengerti kegundahan hati yang dialami
Via. Begitulah cara Via menenangkan hatinya, tidak pernah seharipun ia
melupakan untuk menyapa temannya itu. Setelah menyapa temannya itu ia kembali
ke kamarnya untuk istirahat.
Via sebisa mungkin tidak
mengecewakan orang tuanya, oleh karena itu dia buktikan dengan prestasi yang
didapatkan disekolah. Via selalu mendapatkan juara 1 di kelasnya, hal ini yang
selalu membuat teman-teman yang lain ada yang merasa iri dengan kesempurnaan
yang dimiliki oleh Via, memang Via itu begitu sangat anggun dan cantik begitu
teman-temannya menilai Via, ditambah lagi pintar serta hidup berkecukupan. Walaupun
teman-temannya selalu menilai Via seperti itu, tetapi Via tidak pernah merasa
sombong bahkan sebaliknya, dia begitu ramah dan sangat baik kepada
teman-temannya, selain itu Via juga sangat sederhana dan rendah hati, oleh
sebab itulah bukan hal yang mustahil lagi kalau banyak lawan jenis yang
menyukai Via. Tetapi Via selalu menganggapnya sebagai teman biasa. Bahkan tak
jarang pula banyak teman yang sering main ke rumah Via untuk sekedar minta
diajarin mengenai pelajaran yang menurut teman-temannya itu sulit, dengan
senang hati dan sabar Via mengajari teman-temannya itu sampai mengerti. Pada
waktu Via mengajari teman-temanya tiba-tiba Ia pingsan, teman-teman yang berada
disekitarnya begitu panik melihat Via yang tiba-tiba pingsan, tetapi tidak
untuk orang rumah. Hal seperti itu sudah terbiasa dialami oleh Via jadi tidak
kaget lagi, bibi pun tahu bagaimana yang seharusnya dilakukan ketika Via
seperti ini. Namun, Via tidak mau teman-temanya itu mengetahui sakit yang
dialami Via, jadi selama ini teman-temanyapun tidak ada yang mengetahui keadaan
Via yang sebenarnya. Dengan segera Bibi dibantu teman-teman Via mengangkat Via
ke kamarnya.
Malam harinya ditemani oleh ibu dan
ayah, Via cek up ke rumah sakit yang biasa menangani Via dari kecil.
“aduh bu ngapain sih kita ke rumah
sakit lagi? Via kan sudah tidak apa-apa.”
“nggak apa-apa gimana, buktinya tadi
kamu pingsan lagi. Ibu takut kalau kamu itu... ah sudahlah, semoga saja nanti
hasilnya baik-baik saja.”
Benar saja, apa yang ditakutkan ibu
selama ini, sakit jantung yang diderita Via kini naik menjadi stadium dua, hal
ini membuat kedua orang tuanya kaget. Padahal kemarin perkembangannya sempat
membaik. Tetapi, mengapa sekarang menjadi memburuk. Via selalu menutupi rasa
sakitnya supaya ayah dan ibu tidak terlalu khawatir mengenai keadaannya. Bila
malam menjelma, memayungi semesta Via pun bergegas mengambil air wudlu dan
langsung menuju rumah pohon. Bintang yang gemerlapan tahu bagaimana menghibur
temannya yang sedang bersedih itu. Perasaan damaipun menyelimuti Via setelah
melaksanakan sholat tahajud. Tiba-tiba Via melihat bintang jatuh begitu indah,
bintang yang selalu memberikan kekuatan pada Via.
“Ada apa gerangan mengapa engkau
turun sahabatku?”
Setelah melaksanakan sholat tahajud
Via belum merasakan kantuk, untuk mengisi waktunya itu, Via membuka buku
pelajaran untuk mempelajarinya, tinggal menghitung hari ujian akhir akan
dilaksanakan, dan waktu itu juga Via harus bersiap-siap untuk meninggalkan
Jakarta.
“Kenangan bersama keluarga dan
teman-teman takan aku lupakan, dan aku pasti sangat merindukan rumah pohonku
itu.”
-oo0oo-
Ujian akhir telah dilaksanakan Via
dengan sangat lancar, Via optimis akan mendapatkan nilai yang bagus, karena Via
tidak mau mengecewakan kedua orang tuanya yang telah bekerja keras selama ini.
Via ingin membuat orang tuanya bangga dengan hasil yang diperolehnya.
Waktu terasa lebih cepat dilalui
oleh Via, saat-saat yang memberatkan bagi Viapun terjadi. Dengan hasil ujian
yang memuaskan itulah Via dapat melukiskan senyum pada wajah kedua orang tua
yang sangat Ia cintai, dengan cara seperti itulah Via menghibur dirinya dari
rasa keputusasaan akan masa depan yang gelap karena sakit yang diderita selama
ini.
Kota gudeg adalah tujuan Via setelah
lulus dari SMP. Sebuah sekolah Favorit dikota gudeg menjadi pilihan Via, selain
dekat dengan rumah sakit, letak sekolah yang dekat dengan rumah kakek dapat
mempermudah Via selama di Jogja. Kehidupan yang baru telah Ia jalankan seperti
biasa, sampai pada akhirnya Via menemukan sesosok laki-laki yang kini
memberikan warna dalam hidupnya, Andre seorang pemuda yang santun, baik dan
juga begitu perhatian dengan Via. Walaupun Via telah memiliki seseorang yang
telah memberikan warna dalam hidupnya, tidak dengan begitu saja Ia melupakan
sahabatnya selama ini. Dalam waktu malam Ia selalu menemani Via dalam sujud
kepada sang Khalik. Kebiasaan di rumah pohon tidak akan pernah Ia lupakan
walaupun sekarang Ia melakukannya tidak di rumah pohon.
Tiga tahun telah Via lalui dengan
guratan-guratan cerita yang sangat indah, sampai pada akhirnya Via dibenturkan
dengan kenyataan yang begitu pahit dan memilukan. Andre yang selama ini ia
kenal sebagai pemuda yang santun dan bertanggung jawab ternyata kini Ia telah menorehkan
luka yang sangat dalam pada hati suci yang selama ini telah menyayanginya
dengan tulus. Sebuah pengkhianatan yang dilakukan oleh Andre membuat keadaan
Via menjadi sangat frustasi dan tertekan. Via menjadi lebih sering keluar masuk
rumah sakit karena permasalahan yang menguji kadar keimanannya benar-benar
membuatnya terpuruk sampai pada titik jenuh yang sangat tinggi. Dalam
keterpurukan itulah sahabat sejatinya membangunkan kesadaran yang selama ini
tidak dapat Via rasakan dalam permasalahan yang menyelimutinya saat ini. Via
tersadar bahwa saat paling dekat seorang hamba dengan RabbNya yaitu ketika dia
sujud, Via menemukan kedamaian yang tidak dapat Ia gambarkan dengan sebuah
kata, berjuta bintang diatas sana menunjukkan keelokannya membuat siapa saja
yang memandang menjadi terpesona dibuatnya. Keajaiban bintang telah menyadarkan
Via bahwa hidup ini tidak hanya selebar daun kelor, karena akan selalu ada
cinta dalam nurani yang bersih, akan selalu ada senyum pada wajah-wajah yang
diliputi cahaya Allah, akan selalu ada doa pada hati yang ikhlas, akan selalu
ada hikmah pada lisan yang cinta pada kebenaran, ada sapa dalam setiap ukhuwah
dan akan selalu ada kedamaian bagi orang-orang yang cinta pada RabbNya.
Bila malam menjelma, memayungi
semesta, rasa hati tercipta mengenang yang maha Esa, bintang yang gemerlapan
ditemani cahaya rembulan, terukir rasa yang terasing pabila nurani dunia
menghampiri, tercipta rasa yang terindah dalam setiap malam. Sujud Via sewaktu
di rumah pohon sampai Ia di Yogya telah mengantarkannya pada kedamaian yang
sesungguhnya. Keajaiban bintang yang selama ini menjadi sahabatnya ketika malam
menyapa telah membentuk sebuah prinsip bahwa Via tidak akan semudah itu
menjalin hubungan dengan seorang laki-laki selama ketenangan yang Ia rasakan
tidak seperti ketika Ia bersama sahabatnya. Karena Via telah menyadari bahwa
manusia yang sejati adalah manusia yang dapat menghargai sesamanya.
0 komentar:
Posting Komentar