Identitas Buku
Penulis :
Lukman Wibowo
Judul
buku : DOKEIN (Meneguhkan HMI sebagai Organisasi Peradaban)
Penerbit :
LAPMI HMI Cabang Semarang
Kota
Terbit : Semarang
Tahun
Terbit :
Cetakan kelima Oktober 2013
Tebal
Halaman : 14,8 X 21
cm
Banyak
Halaman : 128 halaman
Pertama kali membaca buku ini pasti
tidak sedikit yang akan merasa bingung dengan judul bukunya. Mayoritas pembaca
pasti mengira bahwa“DOKEIN” merupakan bentuk akronim atau sejenisnya yang
memang sengaja dipilih agar mendapatkan kesan estetika. Namun pertanyaan akan
makna kata “DOKEIN” itu sendiri akan segera terjawab ketika pembaca mulai
membaca pengantar yang dilengkapi dengan penjelasan di dalam muqadimah.
DOKEIN itu sendiri berasal dari bahasa
Yunani yang dalam kata kerjanya merupakan akar kata dari istilah dogma dan ortodoksi. Sedangkan apabila dilihat dari kata bendanya berasal
dari kata doxa yang setara dengan
sebutan “keagungan”. Dari arti kata tersebut penulis memiliki maksud yang
sederhana dalam memilih “DOKEIN” sebagai judul dari buku ini, yaitu bahwa buku
ini tidak lebih sekadar berisi pandangan-pandangan ke-HMI-an seorang kader yang
besar di dalamnya. Adapun tambahan kalimat “Meneguhkan HMI sebagai Organisasi
Peradaban” yang dibubuhkan dalam judul “DOKEIN” hanyalah memberi petunjuk satu
representasi dari 60 sub-judul yang termuat dalam buku ini.
Kata “DOKEIN” yang dipilih sebagai judul
dalam buku ini ternyata menimbulkan banyak penafsiran bagi para pembaca yang
sangat awam dengan istilah-istilah asing. Tidak hanya menimbulkan kesan isi
buku yang berat seperti buku-buku yang membahas tentang filsafat, politik dll,
namun “DOKEIN” juga seakan menjadi buku yang membosankan untuk dibaca. Asumsi
itu merupakan asumsi sesaat sebelum buku ini dibaca. Hal tersebut dikarenakan,
penulis mampu menuangkan gagasanya dengan sangat apik, ringan, dan berkualitas
untuk dibaca, khususnya bagi para kader HMI itu sendiri. Tulisan yang dapat
dikemas dengan apik, ringan serta berkualitas bagi pembaca itulah yang
menjadikan “DOKEIN” memiliki nilai plus tersendiri. Tidak hanya berhenti di
situ, faktanya “DOKEIN” hadir hanya bermula dari hasil pengamatan, melihat fenomena
yang ada, berkeliling dari kota ke kota, berdiskusi, tidur dan merenung.
“DOKEIN” menjadi bernilai sekali karena isi yang disampaikan lebih banyak
mengupas tentang dinamika pergerakan HMI sebagai organisasi peradaban yang
secara isi membahas hal-hal urgent
yang sering dialami oleh para kader HMI, jati diri HMI, bagaimana sikap yang
mestinya diambil ketika terjadi problem dan dinamika dalam kepengurusan, serta
berbagai kisah bijak lainnya.
Kisah renungan yang ditulis dalam
“DOKEIN” ini merupak kejadian-kejadian luar biasa dan penuh dengan problematika
yang cukup komples. Problematika yang disajikan dalam buku ini tidak hanya mengupas
tentang pengkadera yang rumit, namun juga kisah-kisah klasik yang sering diperbincangkan
di tengah-tengah para kader HMI, seperti dalam sub-judul HMI Ngak Laku (1),
Hubungan Ikhwan-Akhwat, Pacaran Boleh Asal.... dll dapat disajikan dengan apik dan
tetap menjada idialisme yang ada.
Beberapa sub-judul di atas murupakan
sejumput kisah yang turut mewarnai cerita di dalam HMI. Meskipun terdapat beberapa
kisah-kisah fenomenal dengan tingkat problematika yang beragam, penulis dapat
menyajikannya dengan bahasa yang ringan dan komunikatif. Hasil tulisan yang
disajikan melalui proses arus pemikiran yang bebas, membuat idialisme penulis
makin kentara. Idialisme yang ingin ditonjolkan oleh penulis ternyata mampu
dilebur dengan diksi yang ringan serta gaya tulisan yang tidak ingin
mempengaruhi. Hal tersebut dapat dilihat dari ending atau cloosing di
tiap-tiap akhrir tulisan. Pesan positif
yang ingin penulis sampaikan dalam buku ini hanya untuk memberikan wacana, memberikan
gambaran fenomena, dinamika yang terjadi di dalam HMI, hal ini tentunya
memiliki dampak yang sangat positif baik bagi para kader HMI, maupun umum.
Cerita menarik lainnya seperti dalam
sub-judul “Buat Ibu”. Saya yakin tidak sedikit dari teman-teman himpunan yang
memiliki dilema yang sama seperti dalam kisah tersebut. Hanya saja tingkat
masalah yang dialami berbeda, namun paling tidak, tulisan tersebut dapat menjadi
peguat, motivasi untuk terus istiqomah dalam
melakukan perjuangan di HMI.
Tidak hanya berhenti di kisah tersebut,
kisah-kisah tentang ke-HMI-an seperti dalam sub-judul HMI Nggak Laku....,
Konstitusi: Sulitnya Ber-HMI dll, merupakan kisah-kisah tentang dinamika
perjuangan teman-teman himpunan untuk mempertahankan idealisme di dalam
ber-HMI. Ada yang bertahan, namun tidak sedikit pula yang hampir mengibarkan
bendera putih. Akhirnya yang terjadi adalah kebimbangan dalam menjalankan
perkaderan. Namun dengan adanya “DOKEIN” semakin memperkuat mental teman-teman
himpunan untuk terus bertahan. Yang terjadi di lapangan, terkadang para kader
merasa bahwa merekalah yang hanya mengalami masalah tersebut. Padahal fakta
yang terjadi adalah masalah perkaderan dan segala klenik yang ada di dalam HMI
merupakan kisah-kisah yang telah dialami oleh para alumni-alumni terdahulu.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa kelebihan dari “DOKEIN” ini adalah sebagai motivasi untuk terus berjuang
bersama HMI, menjada idealisme meskipun masalah dan dinamikanya selalu saja
mengiringi. “DOKEIN” juga mampu menjadi penjembatan sejarah bagi para
kader-kader untuk mengetahui perjuangan dan kisah-kisah selama berorganisasi di
HMI. Karena “DOKEIN” telah menyuguhkan berbagai versi cerita dari beberapa
periode yang lalu. Dengan demikian, tidak perlu dirisaukan lagi jika banyak
kader yang sedikit mangkir dari tugas, atau bahkan memilih untuk non-aktif lagi
dari HMI. Lewat kisah-kisah yang dikemas di dalam “DOKEIN”, pembaca yang
khususnya adalah kader dan pengurus HMI, dapat menjadikan “DOKEIN” sebagai
penambah wacana, ilmu, dan penyemangat untuk terus bertahan serta mengambil
solusi dari problematika yang ada selama kepengurusan. Kelebihan DOKEIN tidak
hanya berhenti di sana, karena kebermanfaatannya “DOKEIN” ternyata tidak hanya
dapat dirasakan oleh internal HMI, namun juga masyarakat umum. Karena “DOKEIN”
hadir tidak hanya berasal dari renungan saja, namun segi-segi keilmuan dan
pengetahuan juga turut dibubuhkan, seperti yang terdapat dalam sub-judul “Makna
Mahar bagi Lelaki”.
Akhrir kata dari tulisan
ini adalah “don’t jugde from the cover”
mungkin hal itu yang seharusnya menjadi prinsip dan harus dimiliki oleh setiap
individu sebelum memulai membaca. Seperti buku “DOKEIN” ini misalnya, meskipun
secara penyajian fisik, buku ini kurang menarik bila dilihat dari segi ukuran
buku, yang lebih mirip seperti makalah, kumpulan artikel, tugas akhir, atau
bahkan kumpulan tugas yang kemudian dibukukan. Diskripsi tersebut dapat
dikategorikan sebagai kelemahan dari buku ini. Meskipun demikian, esensi isi di
dalam buku ini tidak kalah dengan buku-buku yang peredarannya terdapat di toko-toko
buku ternama. (Andini)
0 komentar:
Posting Komentar