Dalam rangka membekali keterampilan masyarakat khususnya mahasiswa dalam bidang entreprenurship. Maka HMI Cabang Semarang akan mengadakan kegiatan Talk Show Entrepreneurship dengan tema “Optimalisasi Peran Enterprener Upaya Mewujudkan Kemandirian Mahasiswa”. Acara akan dilaksanakan pada: Tanggal 6 Januari 2010 Pukul 09.00 WIB Tempat di kampus IKIP PGRI Semarang Kontribusi peserta Rp. 10.000,-.
Bagi yang berminat dapat menghubungi Ninik Ambarwati (085290095480).
Oleh : Ahmad Djamal (Kader HMI Kom. FPMIPA IKIP PGRI Semarang)
Menyikapi berbagai permasalahan dan musibah yang melanda negeri Indonesia tercinta akhir-akhir ini,betapa semakin teririsnya hati ini, pedih, perih, dan menangis meratapi penderitaan bangsa. Kita lihat saja salah satu permasalahan yang akhir-akhir ini telah mengguncang seluruh masyarakat Indonesia. Persoalan tentang keadilan yang telah lama terabaikan kini menjadi sesuatunyang menarik perhatian semua lini masyarakat,baik pejabat maupun rakyat biasa. Tak hanya lembege-lembaga pers saja, para mahasiswapun turut serta meneriakkan aspirasinya dalam berbagai diskusi yang diperbincangkan masalah tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa hukukm di negeri ini seperti sedang terkena penyakit yang gejalanya telah menjalar ke seluruh tubuh, yakni ke seeluruh rakyat Indonesia. Bagaimana tidak, sebuah kenyataan dapat kita saksikan. Minah, seorang ibi tua dikenai hukuman penjara beberapa tahun akibat hanya mengambil tiga buah kakao untuk dijadikan bibit. Tapi coba kita lihat seorang Robert Tantular (kasus Bank Century) yang telah korupsi uang trillliunan rupiah dikenai penjara, tapi dengan fasilitas penjara kelas VIP dengan jaringan Wifi di selnyaserta tidak menutup kemungkinan setiap malam bisa berkeliaran. Betapa tidak terlukanya keadilan di negeri ini. Perlu kita kita sadari, keadilan di negeri ini ternyata dipandang secara obyakti. Hukum tidak melihat berapa besar kesalahan yang telah dilakukan seseorang tapi melihat siapa orang yang melakkukuan kesalahan. Kapitalisme telah merasuk ke dalam sanubari hukum di negeri ini. Ketika yang melakkukan kesalahan adalah seorang yang berdasi dengan pakaian yang rapi, maka hukkum yang berlaku baginya telah tersamarkan dengan adanya iming-iming duit ratusan juta rupiah. Mungkin mereka menganggap hal tersebut dapat digunakan sebagai penebus dosa.padahal tidak semudah itu untuk menebus dosa, terlebih dosa yang dilakukan melibatkan orang banyak. Ketika keadilan tak sesuai dengan yang diharapkan, tentunya masyarakat tak kan tinggal diam begitu saja. Sebagai sekelompok sosial dari masyarakat, para mahasiswa turut menentang penetapan hukum yang demikian. Mereka tampil di depan dalam menyuarakan aspirasinya. Pemikiran kritis, demokratis, dan konstruktif lahir dari pola pikir mahasiswa ikut serta memberikan solusi dari masalah tersebut. Sebagai kaum intelektual, mahasiswa ikut berperan sebagai kontrol sosial di tengah maraknya segala permasalahan yang tengah terjadi di masyarakat. Mahasiswa tidak diam saja ketika melihat penderitaan rakyat. Mahasiswa merupakan golongan penekan bagi pemerintah yang zalim. Sikap kritis harus mereka tunjukkan kepada pemerintah yang dirasa merugikan rakya kecil. Sudah menjadi tugas dan tanggung jawab mahasiswa untuk memperbaiki kondisi masyarakat. Untuk mewujudkan Indonesia yang berkeadilan, mahasiswa harus berani mengungkap kebenaran, berani mengatakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah. Kebenaran formil dan materiil, kebenaran berdasarkan kesaksian dan bukti-bukti surat adalah hal yang ingi dicapai dalam sistem peradilan. Perjuangan mahasiswa tak cukup sampai sini saja. Mahasiswa juga dapat mencoba melakukan pembenahan terhadap sistem hukum, dan aparat penegak hukum yang ada. Mahasiswa dapat mengadakan seminar tentang hukum dan keadilan. Mahasiswa dapat juga melakukan diskusi secara terbuka dengan aparat hukum dan pihak-pihak yang terkait untuk mengambil keputusan bersama yang demokratis dan adil, yang tidak merugikan salah satu pihak, baik yang tergolong rakyat kecil maupun bukan demi tercapainya keadilan yang diharapkan. Saatnya mahasiswa menunjukkan jati dirinya. Negeri ini bukan hanya milik segelintir orang. Masa depan bangsa adalah tanggung jawab bersama, jadi sudah selayaknya mahasiswa melakukan hal-hal yang mendukung terciptanya masa depan bangsa yang lebih baik.
Nur Rohmat
(Ketua Umum HMI Kom FPMIPA IKIP PGRI Semarang)
Sepintas jika mendengar kata pendidikan pastilah yang tergambar dalam benak kita adalah hal yang mencerdaskan yang akan membawa manusia kedalam tataran peradaban. Menurut M.J. Langeveld ; "Pendidikan merupakan upaya manusia dewasa membimbing yang belum kepada kedewasaan. Ahmad D.Marimba, merumuskan pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh sipendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani siterdidik menuju terbentuknya keperibadian yang utama. Sedangkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor : 20 Tahun 2003, "pendidikan dirumuskan sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi perannya di masa yang akang datang. Dari beberapa pengertian Pendidkan bisa dimaknai sebagai sistem yang dapat memanusiakan manusia dengan proses pembentukan pribadi manusia, pewarisan dan penciptaan nilai, pengetahuan dan ketrampilan sehingga pribadi tersebut dapat mengembangkan diri secara optimal untuk menghadapi kehidupan nyata.
Dari pemaknaan diatas, pendidikan merupakan kunci utama dari pencapaian gerbang Negara yang mandiri serta terwujudnya nilai-nilai tertentu dalam kehidupan masyarakat, terutama keadilan, persamaan, kebebasan dan kemajemukan yang misinya ialah untuk membangun sebuah peradaban. Sejalan bergulirnya waktu pada era globalisasi yang melanda negri ini, reformasi pendidikan di Indonesia cukup menggembiraakan para praktisi pendidikan, terutama dengan adanya kenaikan anggaran pendidikan yang sepanjang sejarah repoblik ini belum pernah ada, yaitu alokasi 20% anggaran Negara ubtuk pendidikan. Hal ini nenunjukan bahwa para penyelenggara Negara memiliki komitmen yang tinggi terhadap pendidikan. Selain anggaran berbagai aspek berkaitan dengan oprasional pendidikan sudah dan terus akan ditingkatkan seperti menejemen pendidikan dari sentralisasi menjadi desentralisasi pendidikan dengan menejemen berbasis sekolah, kurikulum dikembangkan dengan pendekatan kompetensi “Kurikulum Berbasis Kompetensi” peningkatan kualifikasi guru dengan sertifikasi, sarana dan fasilitas juga disempurnakan. Dengan anggaaran sebesar itu semua orang akan membayangkan bahwa berbagai kegiatan dalam ranggaka pemerataaan dan peningkatan kualitas pendidikan dapat tercukupi. Dicelah-celah optimisme itu, kiranya sejenak perlu di renungkan apakah gerak reformasi pendidikan diera globalisasi saat sekarang ini dilandasi oleh filosofi yang tepat atau hanya karena tuntutan pragmatis, misalnya hanya dengan uang semua masalah pendidikan teratasi. Atau kita mulai terjebak orientasi pada aspek teknis dan menegaskan problema yang lebih mendasar yakni aspek normative-filosofis. Realitas yang dihadapi pada arus globalisasi yang telah menghegomoni dengan ditandainya informasi, teknologi modal yang membanjir tanpa terbendung sampai disetiap plosok negri. Sebuah era keterbukaan yang pada satu sisi telah membawa angin perbaikan akan tetapi disisi lain telah membawa kebebasan yang tanpa batas. Inilah yang dimanfaatkan dengan cerdik oleh para pemilik modal untuk mengeruk keuntungan modal sebanyak-banyaknya. Kapitalisme diabad pertengahan yang telah banyak ditentang menemukan ruang yang lebar untuk menancapkan kuku-kukunya. Ironisnya lagi pendidikan kita ini juga telah terinfeksi oleh virus-virus globalisasi yang ditandai dengan perubahan paradigma positifistik yang mengakibatkan manusia mengalami kepincangan dalam mengidentifikasi dan mendefenisikan realitas sehingga menjadikan manusia menjadi mahluk yang tidak merdeka. Orientasi materi dalam berfikir dengan pemujaan kepada indra dan akal yang menyebabkan adanya perubahan nilai kemanusian dan idiologi sosial. Ahirnya manusiapun kembali menyembah tuhan-tuhan buatannya sendiri. Kenyataan ini tercermin pada sistem pendidikan kita yang tidak lagi menjadi sistem yang dapat memanusiakan manusia. Sikap pragmatisme serta mahalnya pendidikan mengakibatkan orientasi kearah idiologi kapitalisme. Bagi masyarakat kalangan menengah kebawah, kaum miskin dan masyarakat lemah pendidikan hanyalah sebagai angan-angan yang takkunjung datang. Dimana rakyat yang ingin mengenyam pendidikan yang bermutu diharuskan membayar dengan uang yang telah ditetapkan dimana wong cilik takmungkin menjangkaunya. Hal ini menjadikan pendidikan hanyalah milik orang dari kalangan menengah keatas atau yang beruang. Dengan demikian pemerataan pendidikan sangatlah minim dimasyarakat yang menjadikan adanya kesenjangan sosial antara simiskin dan sikaya. sistem yang demikian tidak mungkin menjadikan Negara akan berkembang kearah perbaikan malah sebaliknya bangsa ini akan semakin terpuruk oleh keadaan sistem yang ada. Ditambah lagi ilmu pengetahuan dan teknologi telah digunakan sebagai alat untuk menindas sesama kaum. Alat dominasi si kuat dan si lemah. Dampaknya terlihat pada generasi manusia yang berorientasi pada hasil semata daripada proses, ini menjadikan eksploitasi manusia dan alam semesta yang membawa kerusakan serta semakin rendah pula ketahanan hidup mereka untuk bertahan dimuka bumi. Melihat fenonena diatas yang kian hari semakin akut, diperlukan sistem yang bisa mengembalikan pendidikan sesuai fitrohnya yaitu sistem yang mampu memanusiakan manusia. Dengan mempelajari dan merenungkan dari sejarah yang ada dari zaman dulu hingga sekarang sistem dan ajaran nilai-nilai yang sempurna yang tercermin dalam "kemandirian aktivitas warga masyarakatnya" yang berkembang sesuai dengan potensi budaya, adat istiadat, dan agama, dengan mewujudkan dan memberlakukan nilai-nilai keadilan, prinsip kesetaraan (persamaan), penegakan hukum, jaminan kesejahteraan, kebebasan, kemajemukan (pluralism), dan perlindungan terhadap kaum minoritas semua itu terdapat dalam ajaran-ajaran Islam yang terdapat pada al-Qur'an dan Hadits. Hal ini bukan lantas Negara harus berdasarkan atas asas Islam tapi sistem yang ada dalam Islam yang harus di imlementasikan dalam pendidikan. Dari uraian di atas, timbul pertanyaan apakah Pendidikan Islam itu? Pendidikan Islam adalah suatu pendidikan yang melatih perasaan murid-murid dengan cara begitu rupa sehingga dalam sikap hidup, tindakan, keputusan, dan pendekatan mereka terhadap segala jenis pengetahuan, mereka dipengaruhi sekali oleh nilai spritual dan sangat sadar akan nilai etis Islam. Menurut Abdurrahman an-Nahlawi, "pendidikan Islam mengantarkan manusia pada perilaku dan perbuatan manusia yang berpedoman pada syariat Allah. Dari pandangan ini, dapat dikatakan bahwa pendidikan Islam bukan sekedar transfer pengetahuan ataupun transfer pelatihan, tetapi lebih merupakan suatu sistem yang ditata di atas pondasi “keimanan” dan “kesalehan”, yaitu suatu sistem yang terkait secara langsung dengan Tuhan. Dengan demikian, dapat dikatakan pendidikan Islam suatu kegiatan yang mengarahkan dengan sengaja perkembangan seseorang sesuai atau sejalan dengan nilai-nilai Islam. Maka sosok pendidikan Islam dapat digambarkan sebagai suatu sistem yang membawa manusia kearah kebahagian dunia dan akhirat melalui ilmu dan ibadah. Karena pendidikan Islam membawa manusia untuk kebahagian dunia dan akhirat, maka yang harus diperhatikan adalah "nilai-nilai Islam tentang manusia; hakekat dan sifat-sifatnya, misi dan tujuan hidupnya di dunia ini dan akhirat nanti, hak dan kewajibannya sebagai individu dan anggota masyarakat. Semua ini dapat kita jumpai dalam al-Qur'an dan Hadits. Jadi, dapat dikatakan bahwa "konsepsi pendidikan model Islam, tidak hanya melihat pendidikan itu sebagai upaya "mencerdaskan" semata (pendidikan intelek, kecerdasan), melainkan sejalan dengan konsep Islam tentang manusia dan hakekat eksistensinya. Maka pendidikan Islam sebagai suatu pranata sosial, juga sangat terkait dengan pandangan Islam tentang hakekat keberadaan (eksistensi) manusia. Oleh karena itu, pendidikan Islam juga berupaya untuk menumbuhkan pemahaman dan kesadaran bahwa manusia itu sama di depan Allah dan perbedaanya adalah terletak pada kadar ketaqwaan masing-masing manusia, sebagai bentuk perbedaan secara kualitatif” selain itu pendidikan menurut Islam didasarkan pada asumsi bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah yaitu dengan membawa "potensi bawaan" seperti potensi "keimanan", potensi untuk memikul amanah dan tanggung jawab, potensi kecerdasan, potensi fisik. Karena dengan potensi ini, manusia mampu berkembang secara aktif dan interaktif dengan lingkungannya dan dengan bantuan orang lain atau pendidik secara sengaja agar menjadi manusia muslim yang mampu menjadi khalifah dan mengabdi kepada Allah. Bila hal ini mampu teraplikasikan secara penuh maka masyarakat dan bangsa yang di idam-idamkan akan tercapai yaitu civil society atau yang sering disebut Baldatun Thayibatun Warobbun Ghafur.
Dibuat untuk mengikuti lomba jurnalistik yang diadakan Lembaga Pers Mahasiswa Islam Kom FPMIPA IKIP PGRI Semarang
Sumber : www.harianjoglosemar.com
(Artikel ini telah dimuat di Harian Joglosemar, 8/12/2009)
Setiap jatuh tanggal 9 Desember, kita memperingati Hari Antikorupsi Internasional. Tujuannya, agar seluruh negara di dunia terbebas dari perkara korupsi. Bahkan di bulan ini, untuk mengapresiasi momentum tersebut, aksi massa bakal digelar secara serentak di berbagai penjuru tanah air Indonesia. Terkait dengan hal tersebut, Presiden SBY—lewat pidatonya kemarin (4/12)—sempat khawatir pada kemungkinan terjadinya anarkisme yang berjalan di luar kontrol. Kekhawatiran semacam itu seyogyanya tak perlu berlebihan, mengingat aksi massa tersebut adalah bersifat gerakan moral semata; bukan kudeta.
Apa yang menarik dari perayaan Hari Antikorupsi di negara kita ini? Jawabannya: Kita sedang merayakan sebuah perang melawan kejahatan korupsi yang terjadi secara sistemik. Ya, perang yang kian sulit. Jika dahulu korupsi dilakukan di bawah meja, kini korupsi dilakukan di atas meja. Sejalan dengan asumsi ini, Transparency International Indonesia (TII) menuliskan laporannya: Runtuhnya Orde Baru tidak memperkecil kasus korupsi, justru sekarang keadaannya kian parah. Sepanjang era Reformasi, beraneka institusi dibentuk untuk mengawasi sekaligus melibas sepak terjang para koruptor. Namun Indonesia masih tetap saja menjadi lahan persemaian tindak korupsi; mulai dari pejabat tinggi hingga merembet ke level pejabat rendah; juga tak hanya terjadi di pusat kota, tapi telah menyebar ke tingkat kelurahan maupun desa. Masa Transisi; Persoalan Sosiologis dan Filsafati Skala fluktuatif tumbuhnya prilaku korupsi, dapat dilihat dari kacamata sosiologi-politik masyarakat kita dewasa ini. Samuel Huntington dalam Political Order in Changing Society mengemukakan 3 hal penyebab suburnya korupsi di negara yang sedang memasuki fase transisi di era modern. Pertama, modernisasi menawarkan norma-norma baru yang lebih rasional ketimbang norma yang berlaku sebelumnya. Akibatnya, benturan antarnorma tak dapat dielakkan. Dalam suasana transisi ini—yang bisa memakan waktu selama 1-2 generasi—dimana norma baru belum diakui, sementara norma lama mulai goyah, maka terbukalah kesempatan orang untuk berbuat semaunya tanpa legitimasi dari kedua macam norma tersebut. Tindakan amoral korupsi, tumbuh leluasa di luar kontrol dua norma yang sedang berbenturan itu. Kedua, dibukanya sektor industri yang memunculkan sumber-sumber kekayaan baru. Masuknya modal asing berdampak pada terciptanya relasi jembatan emas untuk menjalin kerjasama antara pemilik “kekuasaaan politik tapi miskin harta” dengan pemilik “harta tapi miskin kekuasaan”. Akhirnya, “hubungan gelap” di antara kedua pihak tersebut muncul, untuk berbagi kuasa dan kekayaan. Ketiga, pada masa transisi, biasanya negara membuat banyak lembaga maupun undang-undang yang baru. Efek sampingnya, terjadilah “negosiasi” antara penegak hukum dengan mereka yang menjadi sasaran hukum. Dengan demikian, pemerintahan yang sedang melakukan perbaikan (reformasi) sistem politiknya, di saat yang sama juga akan membengkakkan jumlah tindak korupsi. Perseteruan KPK-Polri-Kejaksaan, adalah contoh konkretnya masalah ini. Ditegaskan juga oleh Harvey Cox dalam The Secular City, korupsi akan kian tak terkendali jika negara tersebut terdiri dari berbagai suku yang amat plural. Ikatan primordial dan nepotisme yang masih kuat, akan memberi iklim kondusif untuk berbuat korupsi. Cox pun menambahkan, bahwa korupsi sulit diberantas karena korupsi melibatkan banyak pihak. Sehingga sesiapa yang coba melacaknya, malah justru terjebak di dalamnya. Apa yang diulas Huntington dan Cox, kini sedang terjadi di Indonesia. Reformasi sebagai masa transisi sosial-politik, tak hanya melahirkan semangat baru, namun juga di arah yang berbeda, telah nenambah kronisnya hambatan-hambatan bagi reformasi itu sendiri. Jalan reformasi terganjal oleh pihak-pihak yang ingin memupuk kekayaan, dengan memanfaatkan kesempatan masa transisi yang labil. Di luar kacamata sosiologi-politik, kita juga bisa merujuknya dari 2 aliran filsafat yang berbeda; cara pandang fungsionalis dan strukturalis. Dalam filsafat fungsionalis, tindak korupsi disebabkan oleh watak. Artinya, korupsi hanya sanggup diberantas ketika watak korup pelakunya bisa diperbaiki. Filsafat strukturalisme justru melihatnya dari sudut yang berseberangan. Korupsi bukanlah watak yang ajeg. Sifat manusia tumbuh di bawah pengaruh struktur sistem di luar dirinya. Sistem yang baik akan menciptakan manusia yang baik, demikian sebaliknya; sistem yang korup niscaya menciptakan manusia yang korup. Dua filsafat tersebut memiliki proporsi kebenaran yang sama. Ini berarti, sinergisitas antara perbaikan sistem dan perbaikan moral, harus terus dikuatkan.
Strategi Memerangi Korupsi Ada beberapa agenda strategis yang dapat ditempuh dalam rangka memerangi korupsi sistemik di negara ini. Pertama, melakukan sterilisasi terhadap institusi-institusi kenegaraan—terutama institusi penegak hukum (seperti Polri, MA, dan Kejaksaaan)—dari peluang berlaku korup. Untuk itu perlu dilakukan seleksi ulang Hakim Agung dengan memperkuat posisi Komisi Yudisial (KY). Selain itu, KY harus di-support dengan efektifitas hadirnya Komisi Pengawas Kejaksaan, dalam mengawasi kinerja para jaksa di pusat sampai daerah. Untuk institusi kepolisian, langkah yang bisa ditempuh adalah dengan cara melakukan perubahan sistem internalnya. Secara garis besar, 3 aspek sistem yang bermasalah ini adalah: Aspek instrumental (paradigma dan kerangka filsafat); aspek struktural (desain kelembagaan dalam hubungannya dengan lembaga-lembaga lain); dan aspek kultural (operasional sehari-hari, baik itu masalah manajemen ofisial maupun kinerja polisi di lapangan). Otoritas kepolisian juga harus dinormalisasi: Kewenangannya tak boleh terlalu besar seperti saat ini. Otoritas polisi dapat didistribusikan ke berbagai institusi pemerintahan. Dalam konteks ini, kita bisa belajar dari Amerika Serikat; yang telah meletakkan depositioning polisi di bawah sejumlah departemen. Selain itu, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Indonesia-Police Wacth (IPW) patut diberdayakan secara optimal. Dua lembaga pengawas ini harus diposisikan independen, baik secara struktural maupun kultural. Kedua, membangun mekanisme peradilan korupsi yang efektif. Perlu dibuat khusus satu lembaga peradilan korupsi. Semua kasus korupsi prosesnya dilaksanakan dalam lembaga khusus ini, bukan oleh pengadilan umum (PN) atau pengadilan Ad Hoc. Ini penting dibuat guna meminimalisir terjadinya praktik suap di PN dan KPK. Ketiga, mengelola kasus-kasus korupsi dengan transparan agar tak ada politik dagang sapi (judicial coruption) dalam proses pengadilan. Transparansi ini bisa disusun dengan memanfaatkan teknologi informasi (e-court) untuk pelayanan publik. Keempat, melakukan eksaminasi (pengujian) publik atas putusan perkara korupsi. Jika terjadi kontroversi atas putusan tersebut, maka publik (kalangan akademisi dan penggiat hukum) dapat melakukan kontrol hukum dengan semangat yang lebih objektif (Riewanto, 2007). Kelima, lebih membudayakan sikap antikorupsi di seluruh lapisan masyarakat. Banyak hal strategis maupun taktis yang mampu kita perbuat untuk memberantas korupsi. Itikad bersama yang kuat adalah kuncinya. * * * Tiada yang sulit untuk memerangi kejahatan korupsi. Selama masih ada political will yang kokoh dari seluruh stakeholders negara maupun masyarakat, korupsi pasti bisa dilumpuhkan. Selamat merayakan Hari Antikorupsi, selamat berperang melawan korupsi!
Lukman Wibowo—Buruh bangunan; Aktivis kebudayaan; Tinggal di pinggiran kota Semarang
Bagi temen-temen yang membutuhkan alamat dinas non departemen. Segera download lingk dibawah ini. Semoga bermanfaat. Jika ada kesalahan mohon maaf, saya hanya mengumpulkan dari internet juga. Terima kasih atas kunjunganya. Silahkan klik linknya. DOWNLOAD
Salam perjuangan temen2. Dengan ini pihak redaksi berusaha menerbitakan dalam bentuk elektronik buku Karena media cetak sangat mahal. Maka dari itu segera download. ini panduan membuat blog bagi pemula. Hanya dengan 1 jam dilayar komputer anda dijamin bisa membbuat blog. Di dalamnya dibuat materinya secara step by step. Selain pembuatan blog juga di tambah dengan pembautan alamat email dan facebook. Silahkan bagi temen-temen yang ingin mendownloadnya. Ingat ini hanya usaha saya untuk menyebarkan ilmu pengetahuan kepada sesama. Jika ada kesalahan mohon maaf. Kami atas nama redaksi hanya bisa berpasrah diri dan berusaha selalu Silahkan Klik link dibawah ini: DOWNLOAD
Bagi kawan-kawabn yang belum tau versi cetak buletin bersuara. Kami menghadirkan ketengah anda file yang bisa di baca. Ingat ini hanya permulaan kami menyajikan versi semacam ini. Namum hanya terbatas pada 3 edisi dulu. Untuk yang selanjutnya akan kami usahakan. Silahkan mendownload link dibawah ini. Salam dari redaksi. DOWNLOAD BULETIN BERSUARA BULETIN 1 BULETIN 2 BULETIN 3 LIPUITAN KEGIATAN
SEMARANG; Sekretariat di Jln. Sri Rejeli Utara 7 No. 4 begitu rame dan santai, ternyata dibalik itu semua ada agenda yang sangat membuat seseorang tidak akan melupakan suasana tersebut. Bahkan akan membuat mereka serperti berlari-lari bersama angin dan terbang melayang bagaikan malaikat kecil dengan kibasan sayapnya.
Sekitar hampir 30 orang lebih menghadiri acara syukuran dan orasi budaya ILCI Ar-Rasyid. Acara ini terselengara berkat kerjasama dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Semarang, Institut Pemikiran pimpinan Lukman Wibowo dan Lingkar Studi Alternatif (LaStA) Semarang. Acara ini hanya sekelumit cerita dai kegiatan Kibar Budaya untuk Negeri di Simpang Lima Semarang. Perwakilan dari Institut Pemikiran saudara Lukman Wibowo mengatakan; bahwa setiap manusia membutuhkan tempat, salah satu tempat yang memedahi aspresiasi yaitu sebuah sanggar yang dapat membangun kemandirian dan kreatifitas.
Acara berlanjut dengan orasi budaya tentang keberagaman potensi manusia dan nasionalisme terhadap budaya indonesia. Pada titik akhir dari orasi budaya tersebut, santap syukuranpun dimulai. Tampak rame dan bersaja para pejuang melahap habis makanan dan minuman yang telah disediakan oleh panitia.
Di sela-sela makan bersama pimpinan ILCI Ar-Rasyid, Lukni Maulana; berpesan kepada khalayak pejuang umat untuk dapat ikut berpartisipasi menerbitakan buletin dengan mengirimkan hasil karyanya berupa puisi, cerpen, budaya, esai, opini (pokoknya yang berhubungan dengan seni dan budaya). Hasil karya tersebut dapat dikirim lewat email; valex_arrasyid@yahoo.co.id atau luknima@gmail.com.
SEMARANG; 6 November 2009, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Semarang dan Puluhan aktivis yang tergabung dalam FORMIPA (Forum Masyarakat Islam Peduli Anggaran) mengelar aksi menuntut DPRD Kota Semarang untuk segera menjalankan tugas fungsi dan penuntasan agenda yang molor hampir empat bulan akibat kisruh perebutan Kursi Komisi. Aksi menutup mata ini dilakukan mulai pukul 09.00 dengan start dari Bundaran Tugumuda Semarang. Sebelum melakukan long march massa aksi menutup mata mereka dan satu diantaranya menuntun dari depan mengarahkan jalan menuju kantor DPRD dijalan pemuda. Mereka berbaris bersab kebelakang berjalan sambil membawa replika cotton buds (pembersih telinga) sekitar 1,7 meter.
Aksi yang berlangsung tertib tersebut setelah tiba didepan gedung DPRD mereka melakukan orasi sambil meneriakkan yel-yel yang mengkritisi kondisi internal dewan yang terjadi saat ini. Tepat di kantor DPRD kota semarang sejumlah aksi melakukan teaterical berjalan merangkak menutup mata dengan kain berwarna hitam sembari sempoyongan. Hal ini dilakukan sebagai bentuk simbolisasi dimana anggota dewan telah melakukan tindakan yang merugikan kepentingan masyarakat.
Setelah sekitar lima belas menit melakukan mediasi dan komunikasi akhirnya massa dapat masuk ke ruang dewan dan melakukan audiensi. Bahkan saat masukpun massa masih menutup mata. Baru setelah dibuka secara formal dialog dengan dewan kemudian secara simbolis massa aksi dengan dikomandoi salah satunya melepas tutup mata. Ini sebagai bukti bahwa dewan mau menerima runtutan mereka.
Dari beberapa perwakilan massa aksi secara teratur menyampaikan aspirasi melalui forum dialog. Ketua umum HMI Cabang Semarang Agus Thohir sesaat yang mewakili ketika menyampaikan aspirasinya memberikan gambaran atas kondisi yang semakin berlarut lama dimana anggota dewan ribut sendiri berebut jatah wilayah yang dianggap “basah” sehingga mengakibatkan banyak agenda yang harusnya bisa selesai tapi malah molor. Bahkan adanya keterlambatan terkait dengan mekanisme prosedur didewan dalam melakukan penganggaran jelas berdampak pada semua aspek penganggaran yang ada. Jelas ini akan merugikan masyarakat.
Dalam lanjutan penjelasannya sungguh harusnya DPRD harus bertugas dan berwenang untuk mensejahterakan masyarakat. Tapi malah justru sebaliknya, maka diperlukan tuntutan untuk bisa memperbaiki kinerja Dewan menjadi lebih bertanggung jawab terhadap masyarakat kecil. Karena DPRD adalah institusi yang diharapkan menjadi representasi dari kepentingan masyarakat, selain itu juga diharapkan mampu menjadi penyambung lidah aspirasi masyarakat yang terejawantahkan dalam fungsi legislasi, penganggaran dan pengawasan.
Sesuai dengan UU No.27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD pasal 343 ayat (1). Akan tetapi dari fungsi lembaga perwakilan rakyat tidak terjadi dalam institusi DPRD kota Semarang 2009-2014. Fungsi DPRD kota Semarang seolah “mati” yang tercermin dari mandegnya proses tahapan perencanaan pembangunan ditandai belum terbahasnya APBD perubahan 2009 dan terkatung-katung tahapan APBD 2010.
PERMENDAGRI 25 tahun 2009 tentang pedoman penyusunan APBD 2010 menyebutkan bahwa dalam rangka memberikan pelayanan pada masyarakat secara lebih optimal dan sebagai wujud tanggung jawab pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, agar PEMDA dapat menyusun dan menetapkan APBD tahun anggaran 2010 secara tepat waktu. Akibat konflik yang berlarut lama antar fraksi menjadikan semua dokumen belum terbahas.
Diharapkan dewan dapat menjadi contoh dan meneladani bagi masyarakat terkait sikapnya, dan tidak ada alasan lain karena semua jelas bahwa egoisme kelompok baik partai, golongan atau bahkan kepentingan pribadi akan memporakporandakan tradisi musyawarah. Akibatnya kisruh akan mengerucut pada tidak konsistenya peran dan fungsi dewan dan lebih jauh akan membawa mosi tidak percaya. Menurut thohir dalam beberapa argumentasi yang disampaikan jelasnya ia menilai bahwa aksi ini dilakukan sebagai perhatian dan tanggungjawab kita untuk mengawal dan mengawasi bahkan menegur atas ketidakkonsistennya tugas, karena mengalami kemoloran.
Ia menambahkan bahwa dewan akan didukung terus selama mereka menjalankan tugasnya, tapi bila sebaliknya teledor dengan tugas dan kewenangannya maka tidak segan-segan akan mengerahkan massa dan menggalang kekuatan untuk meluruskan tujuan.
Setelah dialog sekitar 90 menit mereka menyampaikan semua uneg-uneg yang simpang-siur dan menuntut segera tiga hal terkait yang harus diperbaiki dalam kinerja DPRD Kota Semarang; pertama, segera menuntaskan agenda-agenda tahapan penganggaran daerah kota Semarang. Kedua, memberikan waktu 1 minggu tertanggal mulai dikeluarkan tuntutan ini agar DPRD Kota Semarang segera menyelesaikan pembahasan APBD Perubahan tahun 2009. Ketiga, Segera menjalankan tugas, fungsi dan kewajiban DPRD Kota Semarang sebagai mana yang diamanatkan UU No. 27 Tahun 2009.
Sebelum usai audiensi salah satu aktivis memberikan Cotton Buds sebagai bentuk simbolisasi bahwa anggota dewan untuk segera membuka telinganya dan mau mendengarkan aspirasi masyarakat. Jika kuping mereka masih tertutup maka berarti anggota dewan telah menyelewengkan kewajibannya sebagai perwakilan rakyat yang semestinya memperjuangkan hak kesejahteraan bukannya penindasan dengan bentuk lain seperti yang ditegaskan Agus Thohir. Lukni Maulana (Wartawan LAPMI HMI Cabang Semarang)
SEMARANG—Sekitar 40 kader HMI Cabang Semarang berpartisipasi dalam acara “Kibar Budaya Untuk Negeri” pada hari Minggu 1 November 2009, di Lapangan Pancasila (Bundaran Simpang Lima). Acara pentas seni dan budaya ini diselenggarakan dalam rangka memeriahkan ulang tahun Radio Gajahmada FM.
Sebanyak 21 kader HMI tampil sebagai penari latar dan pasukan bendera. Sisanya bekerja sebagai kru. Kader-kader tersebut tampil dengan mengatasnamakan berbagai komunitas seni budaya. Sebut saja komunitas itu bernama: Sanggar Ilmu & Cinta (Sang Ilci; pimpinan Lukni “Jay” Maulana), Komunitas Widya Buana (asuhan Mbah Darmo), dan Kenduri Hani (garapan Kang Lukman). Kader-kader yang “eksis” tersebut berasal dari Komkom IKIP PGRI, Widya Buana, IAIN Walisongo, dan Unnes.
Acara yang berlangsung pagi hingga petang itu, diisi oleh sejumlah kegiatan seperti Jalan Sehat, Pentas Musik, Tari, Barongsai, dan sebagainya. Kegiatan berlangsung cukup meriah, dan dihadiri oleh sekitar 4000 penonton.
Menurut Asst. II Sutradara, Lukman Wibowo, tampilnya anak-anak HMI di publik budaya bisa dibilang yang pertama kali dalam beberapa tahun terakhir ini. Tampilnya pun hanya sebagai partisipan, tapi yang penting HMI bisa lebih eksis di masyarakat luas. Bukan sekedar “jago kandang” atau “seperti katak dalam tempurung”. Dan yang terpenting, kader-kader muda HMI memiliki kesempatan menimba ilmu maupun memperluas jaringan dari situ, demikian tambah Lukman.
Pagelaran budaya ini didukung oleh Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Dewan Kesenian Semarang, dan sejumlah paguyuban seni; Disutradarai oleh seniman Yogyakarta, Kenyut Qubro dan dibantu oleh Darmo Budi Suseno beserta kru dari Yogya dan Semarang. (Hanafi/LAPMI).
Semarang, 02, November 2009. Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Semarang bersama sejumlah Aktifis CICAK di Jawa Tengah menggelar aksi dukungan terhadap KPK. Aksi puluhan aktifis dilakukan dengan tutup mulut. Aksi tutup mulut tersebut dilakukan berkaitan dengan penyikapan terhadap dua penahanan pimpinan KPK non aktif Bibit Samad Riyanto dan Chandra M. Hamzah yang tak jelas status hukumnya.
Aksi dilakukan dengan bergandengan tangan memanjang mengintari Bundaran Videotron Air Mancur di jalan Pahlawan Semarang. Kemudian dilanjut berjalan bersama menuju Kantor POLDA Jawa Tengah dengan menaburkan bunga disepanjang jalan yang dilalaui sebagai bentuk keprihatinan terhadap kasus polemik antara POLRI dan KPK yang tak kunjung usai.
Sambil membagikan pita hitam sebagai simbol bentuk berkabung sebagai dukungan. Kepada pengguna jalan beberapa massa aksi juga melakukan pengikatan pita langsung ke lengan tangan kepada beberapa pejalan kaki yang melintasi jalan Pahlawan.
Menurut Ketua Umum HMI Cabang Semarang, Agus Thohir, Aksii tersebut dilakukan bersama-sama untuk membuktikan bahwa HMI sebagai bagian dari masyarakat. HMI harus turut mengawal, mendukung dan menuntut pembebasan atas penahanan dua penahanan pimpinan KPK Non aktif Bibit Samad Riyanto dan Chandra M. Hamzah dari segala tuntutan.
Dia juga menambahkan untuk segera hentikan segala bentuk kriminalisasi terhadap KPK oleh POLRI. Bahkan kalau bisa KPK sebagai lembaga independen yang ada di Indonesia harus didukung dan dikuatkan untuk bisa memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya tanpa pandang bulu. Bukan malah dikebiri dalam menjalankan perannya. Ini bisa menjadi ancaman serius bagi demokrasi indonesia.
Dalam penjelasan lebih lanjut, Thohir menegaskan harusnya presiden berani segera mengambil sikap dengan mereformasi undang-undang kepolisian sehingga terbentuk polisi sipil yang akuntabel dan kredibel. Bahkan ia menambahkan pimpinan POLRI harus lebih tanggap dengan rasa keadilan yang mengalir dimasyarakat dan terusik akibat kasus kriminalisasi KPK. Kalau perlu bagi mereka yang terlibat dalam rekayasa kriminalisasi terhadap KPK harus dinonaktifkan bahkan dipecat.
“Bila ini dibiarkan terus tanpa akhir tidak jelas jeluntrungnya, maka bisa dipastikan kedepan korupsi menjamur dan kredibilitas lembaga kepolisian akan hancur apabila polisi tidak segera mengambil langkah cepat dan tepat untuk damage control. Oknum korup bila tidak dieksekusi maka lama kelamaan akan merajalela sehingga demokrasi akan terancam. Karena mereka yang berduit bisa membeli kebijakan dan kekuasaan” tandasnya.
Aksi tersebut diakhiri dengan menaburi bunga didepan kantor POLDA. Massa aksi langsung berjalan lagi menuju patung kuda Dipenegoro UNDIP pleburan dan Setelah itu membubarkan diri.n
Muhammad Hanafi (Direktur LAPMI HMI Cabang Semarang)
HMI Komisariat Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang. Bidang Wacana mengundng temen-temen untuk hadir dalam sekolah filsafat.
Kegiatan ini rutin dilaksanakan tiap 2 minggu sekali.
Di mulai hari ahad Besok tanggal 18 Oktober 2009 Pukul. 15.30 WIB Di Wisma Assalam Jl. Magoyoso IV no. 39 Ngaliyan Semarang Contk Person : 085225056699
Dengan pembimbing : Bapak Zainul Adfar (Dosen IAIN Walisongo Semaarang).
“Selamat dan sukses atas terselenggaranya berbagai forum silaturrahmi Kenduri Hani pada bulan suci Ramadan 1430 H kali ini”, demikian ucapan Koordinator Presidium, Ahmad Niam, dalam sambutannya pada acara Kenduri Hani di rumah Sdr. Rahmat, Minggu (6/9) kemarin. Estafet acara yang dilaksanakan dari kota ke kota tersebut, dimulai dari Bandung pada hari Sabtu 29 Agustus yang bertempat di kediaman Letnan Khamdiono. Acara “kecil” itu berlangsung sangat meriah, karena menjadi ajang temu kangen setelah sekian waktu tidak bertemu.
Acara berikutnya dilaksanakan di Bogor, tempat Sdr. Wawan, pada hari Minggu 30 Agustus. Acaranya cukup unik, karena diadakan di Danau Setu Tonjong, sambil berbuka puasa bersama. Terakhir, Kenduri Hani diselenggarakan pada hari Minggu 6 September di Karangawen Demak, tempat Sdr. Rahmat.
Ketika Niam ditanya, apa hasilnya dari semua pertemuan tersebut, dia menjawab: “…ya hasilnya memperkuat silaturrahmi. Gitu aja kok repot hehe…”. Hal ini juga diamini oleh mantan Koordinator Presidium, Lukman Wibowo, katanya: “semoga Kenduri Hani dapat menembus seluruh lapisan generasi alumni HMI. Hanya silaturrahmi yang mampu menguatkan jejaring keumatan kita”.
Kontributor Bandung dan Bogor: Cipto, Hadi, Indah, Hanif, Iqbal, Wawan, Muhiddin Jepara, Mawar, Zidan, Lukman, Rina, Ilham Bogor, Said Fauzy, dan Khamdi.
Assalamu’alaikum Wr. Wb Dengan memohon ridho dan rahmat Allah SWT Kami tengadahkan jemari kehadirat Allah seraya melafalkan doa dengan karunia-Nya menuntun bahtera hidp baru bagi kami:
Eni listiyani
Dengan
Fatkhul anam (Ketua umum HMI Kom. UNNES dan Sekretaris LAPMI Cabang Semarang 2007)
Keluarga besar HMI Cabang Semarang mengucapkan kepada kedua mempelai semoga menjadi keluarga sakinah, mawaddah, warahmah dan barakah.
Tasyakuran walimatul ursy, yang insya Allah akan diselengarakan besok pada:
Hari : Ahad Tanggal : 4 oktober 2009 Jam : 10.00 WIB Tempat : Dsn. Jogahan Rt. 01 Rw. 05 Ds. Citrosono, Kec. Grabag Magelang
Atas kehadiran serta doa restu kami mengucapkan banyak terima kasih
Present By: Lembaga Pers Mahasiswa Islam Cabang Semarang
Agustus bukan hanya bulan yang riuh oleh wacana kemerdekaan, namun juga tentang penguatan cita-cita kebangsaan. Kesadaran mengenai cita-cita tersebut, sesungguhnya selalu ada di tiap lapisan generasi. Konon, Soekarno pernah menyerukan bangsa kita agar tidak menjadi “bangsa kuli dan kuli bangsa-bangsa”, sebagaimana dapat kita lihat dalam pledoinya Indonesia Menggoegat (1930). Lebih dari setengah abad kemudian, cakar-cakar globalisasi terus menjadikan Indonesia berada di posisi yang tergerus. Hendrawan Supratikno (2009) men-satire-kannya: sebagai mekanisme pasar yang membawa Indonesia kepada proses gombalisasi dan gembelisasi.
Istilah sederhana “merdeka”, pada kenyataannya sulit didefinisikan dalam konteks peradaban internasional. Kapanpun istilah merdeka disematkan, selalu ada persoalan cita-cita di belakangnya. The Indonesian dream, adalah tugas yang harus diwujudkan berikutnya.
Kekhawatiran selalu muncul dari problem cita-cita tersebut, manakala disangkutpautkan dengan globalisasi. Sebagai bangsa merdeka, kita merasa terjepit oleh kepungan globalisasi. Arus deras globalisasi serasa mengancam identitas jati diri kebangsaan kita.
Tak terlalu jelas sebetulnya mengapa kita merasa terjepit seperti itu. Lantaran dunia kian ”sempit”, kita tak sempat menjawabnya; kesibukan ”menyelamatkan diri” dari keterjepitan adalah langkah teknis yang utama.
Terjepit dan Dilematik
Dua dekade yang lalu, runtuhnya Blok Kiri yang menandai berakhirnya Perang Dingin membuat kapitalisme menjadi satu-satunya kekuatan global yang paling dominan. Globalisasi—istilah yang kali pertama dipopulerkan oleh Levitt di tahun 1985—kemudian dipakai oleh blok pemenang perang, untuk mengimprovisasi tatanan dunia baru, khususnya strategi perdagangan bebas berikut akses moneter dan finansialnya. Itu sebabnya pada aspek ideologis, globalisasi sering disebut sebagai rekolonisasi (Oliver Balasuriya), neokapitalisme (Menon), dan neoliberalisme (Ramakrishnan). Malahan Sada menyebut globalisasi sebagai eksistensi kapitalisme Euro-Amerika di Dunia Ketiga (RP Borrong, 2009).
Kini, diusia 64 tahun kemerdekaan kita, “perasaan terjepit” itu kian mendera, bahkan proses dilematiknya semakin kuat ketika kita menghadapi globalisasi. Dilema itu barangkali sudah terpecahkan, namun tidak dalam satu kerangka pandang kebangsaan yang sama (satu), melainkan muncul sejumlah “kubu” yang saling pro dan kontra dalam menyikapinya.
Bagi yang abai dengan arus globalisasi, negeri merdeka beserta cita-citanya hanyalah dianggap sebagai proses hidup yang dibiarkan mengalir begitu saja mengikuti perkembangan zaman. Tiada kecemasan sama sekali, tapi juga tiada inisiasi sama sekali.
Bagi kubu yang “berani” menghadapi globalisasi, adalah dengan cara berbicara dan menulis dimana-dimana mengenai pentingnya kemampuan kompetisi. Maka disediakanlah berbagai program pengembangan kompetensi serta sertifikasi.
Sebagian kubu yang lain, menanggapinya dengan cara menolak mentah-mentah globalisasi; mulai dari yang hanya sebatas mengatakan Indonesia belum siap, hingga ada yang membangun gerakan antiglobalisasi secara ideologis.
Sementara di kubu yang berbeda, proses globalisasi adalah kesempatan berefouria untuk mengeruk keuntungan. Ada yang mengkomersialkan teks dan simbol-simbol agama tanpa memerdulikan nilai transendentalnya, ada yang sibuk membangun sekolah-sekolah global tanpa menghiraukan arah pendidikan, dan ada pula yang ramai-ramai berjualan produk impor tanpa peduli pada kembang-kempisnya produksi lokal maupun dalam negeri.
Semua ”pecahan kubu” telah melepaskan rasa dilematiknya pada globalisasi, namun sebagai satu bangsa besar, kita tidak mempunyai common platform ketika menghadapi “perasaan terjepit” itu. Alhasil, kita adalah negara berdemografi dan berwilayah besar, namun kecil (bahkan terpecah-pecah) dalam soal membangun cita-cita bangsa.
Sampai sekarang, rasa terjepit dan dilematik itu sebenarnya tidak pernah hilang. Kita bahkan semakin pusing: Masihkah kita merdeka dan punya cita-cita?
Gugatan klasik semacam ini selalu muncul, tapi proses globalisasi dalam kehidupan kita.terus saja berlangsung, dengan “permisi” atau “tidak permisi” pada kita. Fakta keberlangsungan itu amat dapat kita lihat di berbagai sektor hidup yang mengelilingi kita. Globalisasi ekonomi, budaya, sosial, maupun globalisasi cara pandang keilmuan, terus merangsek masuk ke dalam ”otonomi” kehidupan kita.
Tak Merdeka; Miskin Cita-cita
Kembali ke soal merdeka dan cita-cita bangsa. Dalam masalah politik, kita belum merdeka sepenuhnya. Simak saja cerita Pileg maupun Pilpres kemarin. Campur tangan asing—seperti National Democratic Institute dan Carter Centre—turut bermain dalam kancah proses demokrasi politik kita; mulai dari sekadar mengawasi sampai dengan berani ”mendikte”.
Lebih lanjut lagi, ”benturan antar kepentingan”—antara kapitalisme internasional dan kapitalisme rambut hitam—sebagaimana yang pernah disinyalir oleh Samuel Huntington (1995), benar-benar terrepresentasikan dalam pertarungan Pilpres kemarin. Independensi pribadi calon-calon pemimpin tersebut tentu harus dihargai, tapi bagaimana dengan kontrak politik mereka pada pihak-pihak asing yang men-support-nya?
Cerita miris juga ada dalam dunia pendidikan. Sumberdaya manusia kita, benar-benar disiapkan menjadi hardware untuk memasang sekrup dan mesin-mesin globalisasi. Peningkatan skil adalah istilah lain dari penciptaan “manusia robot” yang bakal dipekerjakan di berbagai perusahaan, pabrik, dan tempat-tempat produksi yang menunjang hegemoni kapitalisme. Lalu kita sadar bahwa peningkatan mutu SDM, tidak hanya cukup didukung dengan anggaran yang besar saja, tapi menyusun software tujuan pendidikan adalah lebih penting.
Di babak lain, kita masih dihantui oleh teror bom. Kita lupa bahwa untuk melawan terorisme, mempercanggih sistem intelejen, politik hukum, dan aparat keamanan saja itu tidak cukup. Senjata tercanggih untuk melawan segala macam teror adalah hadirnya cita-cita bersama. Cita-cita yang tidak teracuni oleh ideologi apapun, selain nasionalisme Indonesia.
Parahnya, kita selalu dicecoki oleh opini bahwa teror tersebut bertujuan untuk membangun hegemoni agama tertentu. Padahal, selama ini kita paham bahwa berbagai aksi pengeboman itu amat bermotifkan ”balas dendam” kepada AS dan sekutunya, ketimbang bertujuan teologis.
Pada segmen ekonomi, kisahnya lebih ”menarik” lagi. Mulai dari balada utang yang membengkak, eksploitasi hasil bumi, sampai dengan ideologi keekonomian kita yang makin disesatkan.
Ada banyak cerita lain yang menunjukkan bangsa kita belum merdeka seutuhnya, tapi terlalu melankolis untuk diceritakan terus menerus. Terkait dengan globalisasi, itu adalah bagian kisah yang amat menyedihkan.
Sekarang, sudah lebih dari enam dasawarsa kita merdeka, namun berbagai “penyakit” belum juga sembuh dalam diri kita: penyakit lupa, permisif, mau jadi kuli, suka ikut arus, dan terbiasa hidup miskin tanpa cita-cita...
Lukman Wibowo; Pekerja bangunan dan buruh kasar, tinggal di Semarang
Syukur alhamdulillah HMI Komisariat UNDIP Peleburan dapat mensukseskan Latihan Kader (LK)I ke 152 yang berlangsung di Masjid Al-Azhar Banyumanik Semarang.Walaupun banyak halangan dan rintangan namun pihak panitia sanggup melewati cobaan itu dengan kesuksesan merengkut kader baru sebanyak tujuh kader mereka yaitu Afi, Puput, Lizam, Dani, Dzulfikar, Ali dan Zuly. Semoga ketujuh kader tersebut dapat mengaktualisasikan dirinya dalam kancah organisasi kampus dan masyarakat.
Menurut Ketua Panitia Hakim mengatakan "bahwa sesungguhnya semua adalah proses yang harus dijalani, Selamat datang untuk para kader baru di organisasi pergerakan dan perkaderan.
Begitulah sekilas Latihan Kader ke 152 yang ditutup dengan indah yaitu dengan menyajikan Opera HMI dalam memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia. Bukan ekedar merdeka secara fisik tapi dari segala bentuk penindasan.
Kemiskinan merupakan beban bagi warga yang menyandangnya. Kemiskinan adalah tanggung jawab berbagai elemen baik masyarakat, lembaga sosial maupun pemerintah sebagai sentralnya untuk mengetaskannya. Maka kemiskinan haru segera dituntaskan dengan berbagai cara melalui kerja saman antar elemen. Hal ini semisal dengan memberikan lapangan pekerjaan, memberdayakan potensi masyarakat yang ada dan mengembangkan industri mikro. Salah satu lembaga yang telah membantu banyak menangulangi kemiskinan yaitu Program Penanggulangan Kemiskinan Diperkotaan (P2KP) yang telah dimulai semenjak tahun 1998. Merupakan upaya gerakan masyarakat untuk menangani masalah kemiskinan diwilayahnya secara mandiri, upaya ini telah menghasilkan perkembangan yang positif terutama dalam membangun lembaga masyarakat warga ditingkat kolektif yang disebut Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM). Pelaksanaan kegiatan P2KP telah mengalami penyempurnaan yang signifikan dalam kegiatan pembagunan desa tertingal. Hal ini diharapkan pada lokasi desa tertingal tersebut dapat melampui fase desa tertingal menjadi masyarakat mandiri dan mampu menuju madani atau masyarakat yang beradab. Artinya kelembagaan masyarakat seperti BKM yang ada sudah semakin kuat, prinsip perencanaan partisipatif sudah diterapkan, dukungan pemerintah daerah baik kabupaten maupun desa dan masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan semakin kuat. Persoalan kemiskinan dan pembangun memperlukan kerja sama yang kuat, maka dari itu perlu startegi dalam merencanakan masyarakat mandiri dengan memberdayakan ekonomi mikro. Salah satunya yaitu sentra industri tanah liat yang telah berkembang diseluruh Indonesia, pada khususnya Kabupaten Kendal yang telah mengalami peningkatan produksi dan kenaikan permintaan barang produksi. Sebab persoalan ekonomi mikro sangat berpengaruh pada laju pertumbuhan ekonomi nasional. Sentra industri tanah liat merupakan potensi yang harus dikembangkan dan diberdayalan secara maksimal guna menopang laju perekonomian dan daya beli masyarakat, maka industri kecil tersebut memiliki andil besar dalam membangun laju pertumbuhan ekonoimi negara. Sentra industri tanah liat merupakan industri yang bergerak diberbagai bidang industri kerajinan seperti industri batu bata, genteng dan gerabah. Namun sangat ironi sekali jika untuk menopang laju ekonomi, sentra industri tanah liat tidak mendapatkan sorotan dari pemerintah. Masih banyak ekonomi mikro yang membutuhkan penanganan khusus guna mempertahakan eksistensi industri. Salah satu dengan memberikan bantuan pembangunan di desa terkait, hal ini mengisyaratkan pokok permasalahan yang dihadapi oleh desa tersebut. Permasalahan tersebut diantaranya air limbah rumah tangga yang masih bebas membuangnya, masih banyak warga yang tidak memiliki jamban pribadi, jalan desa yang aksesnya belum berfungsi maksimal dan saluran irigasi yang beralih fungsi. Permasalahan tersebut dapat mempengaruhi kinerja industri. Oleh karena itu perlu diupayakan gagasan pengembangan yaitu sebagai upaya mewujudkan masyarakat sentra industri tanah liat menuju masyarakat mndiri. Dengan mengupayakan pemberantasan pokok permasalahan dan memberdayakan potensi yang ada, salah satunya yaitu dengan mengandeng pemerintah dan para investor. Semua ini terkait dengan pokok gagasan pengembangan desa di sentra industri tanah liat. Gagasan pemgembangan tersebut diantaranya, terkait dengan pembanguna fisik dan non fisik. Pembangunan fisik dengan membuka akses jalan guna mempermudah pemasaran dan pendistibusian hasil produksi. Sedangkan aspek non fisik dengan mengadakan pelatihan bagi pengrajin untuk bisa lebih profesional. Serta tidak melupakan semua aspek yang dibutuhkan bagi pengrajin sentra industri tanah liat tersebut. Semuanya tekait denga alat, bahan dan integritas pengrajin industri. Revitalisasi gerakan pembangunan desa melalui pengembangan industi tanah liat, perlu penangan maksimal. Potensi industri tanah liat sangat menjanjikan bagi perkembangan laju ekonomi, sebab banyak manfaat yang didapatkan diantaranya menagulangi kemiskinan dan pembangunan di desa terkait dan membuka akses lapangan pekerjaan. Warga masyarakat Kendal pada khususnya dan pada umumya pengrajin industri tanah liat mendambakan proyek kerja sama baik pemerintah maupun investor untuk mengangakt martabat sentra industi tanah liat. Kesemuanya itu membutuhkan proses yang berkelanujatan guna menjunjung masyarakat yang adil dan makmur. Kerinduan masyarakat Kendal dalam mengupayakan laju ekonomi mikro di sentra industri tanah liat, perlu penanganan segera. Sebagai upaya untuk menjadikan sentra industri tanh liat lebih mandiri dan beradab. Saatnyalah memikirkan ekonomi mikro yang dapat mengankat laju ekonomi nasional.
SEMARANG SELATAN - Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Semarang menggelar aksi mendukung Pilpres bersih di Bundaran Videotron Jl Pahlawan Semarang, Jumat (3/7).
Dengan membawa spanduk dan poster, mereka menyerukan ajakan mendukung pilpres bersih. Mereka membagikan rilis ”Pilpres Bersih untuk Kesejahteraan Rakyat” ke sejumlah pengguna jalan Pahlawan.
Ketua HMI, Agus Thohir mengatakan, aksi tersebut merupakan pernyataan sikap HMI Semarang untuk mendukung pelaksanaan Pilpres 2009 yang bersih demi kesejahteraan rakyat.
Selain itu, ia menyatakan sebagai organisasi mahasiswa, HMI tetap pada posisi netral, independen dan tidak terlibat dalam aksi dukung mendukung calon presiden dan calon wakil presiden tertentu.
”Aksi kami ini adalah aksi yang netral. Kami akan katakan setop terhadap demo yang aspirasi politiknya mengarah ke capres dan cawapres tertentu,” jelasnya.
Ditambahkan, ia sangat prihatin dengan maraknya aktivis demo yang menyerang salah satu pasangan capres-cawapres dalam aksinya. Padahal sebenarnya aksi mereka tidaklah netral, melainkan ada intervensi dari capres tertentu untuk menjatuhkan lawannya.
Sebagai aktivis yang menyuarakan kesejahteraan rakyat hendaknya netral, sehingga berjalan kondusif. Aksi tersebut juga merupakan pernyataan sikapnya untuk mendorong masyarakat menggunakan hak pilihnya dengan bijak tanpa paksaan pihak manapun.
”Kami memang sudah diberikan pilihan tiga pasangan capres-cawapres. Hal tersebut sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi. Kami harus tetap menggunakan hak pilih dalam pilpres, 8 Juli mendatang. Pilih satu yang terbaik dari tiga pasangan yang terburuk,” jelasnya dalam orasi. (H55-18)
Tanggal 20 Mei tahun ini, kita bangsa Indonesia memperingati 101 tahun Kebangkitan Nasional. Bagi seorang manusia, usia 101 tahun merupakan sebuah usia tua yang seharusnya dapat membuatnya semakin matang dan dewasa. Namun hal ini tampaknya belum menghinggapi negara Indonesia .
KONDISI BANGSA INDONESIA Setiap tahun tahun (termasuk tahun ini) kita selalu memperingati Hari Kebangkitan Nasional dengan berbagai kegiatan dan seminar, talk show, diskusi sampai berbagai macam perlombaan. Namun apakah sampai saat ini kita masih mau mendalami dan memaknai refleksi di balik peristiwa kebangkitan nasional? Memperingati Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei 2009, ada baiknya kita renungkan apa yang pernah bangsa raih pada masa lalu dan apa yang tengah dihadapi sekarang ini, kemudian untuk bersikap di masa-masa yang akan datang, baik terhadap diri sendiri, terhadap lingkungan sosial, serta untuk bangsa dan negara. Dengan rentan waktu 101 tahun coba kita renungkan bersama bagaimana kondisi bangsa bangsa Indonesia saat ini. Diakui atau tidak bangsa Indonesia saat ini sedang mengalami keterpurukan di berbagai bidang yang tidak kunjung ditemukan formula yang tepat untuk mengatasinya. Mungkin saja jika para pelopor pendirian Boedi Oetomo (tanggal lahirnya ditetapkan sebagai Harkitnas) masih hidup saat ini, mereka akan sedih dan kecewa dengan keadaan ini. Lihatlah kondisi riil bangsa Indonesia saat ini. Sektor perekonomian tampaknya belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan yang signifikan. Hutang negara yang semakin menumpuk menjadi persoalan usang yang belum bisa tertangani. Ketergantungan negara kita terhadap IMF (International Monetary Fund) dan Bank Dunia (World Bank) seakan menjadi blunder sehingga masih sulit untuk dapat keluar dari bayang-bayang kerangkeng cengkeraman keduanya. Ekonomi kita seperti disetir dan dikendalikan oleh kedua organisasi tersebut, sehingga menempatkan kita pada kondisi yang serba sulit. Sistem ekonomi kapitalispun semakin merajalela.. Kita bandingkan pada era ’80-an yang menjadi masa ”keemasan” bagi Indonesia termasuk di bidang ekonomi. Kondisi saat itu dapat dikatakan cukup stabil. Indonesia cukup disegani di kawasan Asia san sampai mendapat predikat ”Macan Asia”. Sebuah sebutan yang menjadi bukti pengakuan negara lain terhadap kemajuan Indonesia saat itu. Akan tetapi kondisi tersebut berbanding terbalik dengan saat sekarang. Bangsa Indonesia ibarat ”macan ompong” yang kurang diperhitungkan di tengah-tengah percaturan dunia. Berbagai persoalan yang cukup pelik datang silih berganti menghantam. Dalam hal sumber daya alam, kita sebenarnya dianugrahi kekayaan alam yang sangat melimpah ruah. Dari hasil tambang, laut dan darat yang semuanya itu membuat iri negara lain. Cadangan minyak kita adalah sekitar 97 milyar barel. Tapi kita hanya bisa melihat kekayaan yang seharusnya dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia justru dikeruk dan diangkut ke luar negeri. Contoh konkretnya adalah Exxon Mobile, Newmont Minahasa Raya, dan perusahaan tambang raksasa; PT. Freeport. PENDIDIKAN MASIH ”DIANAK-TIRIKAN” Kenaikan harga minyak dunia ternyata juga memukul kondiri perekonomian. Pemerintah pernah mengambil kebijakan yang sangat ditentang rakyat yaitu menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) sampai 30%. Keputusan ini jelas semakin memberatkan beban yang diderita rakyat, apalagi sebelumnya sudah dipusingkan dengan harga sembako yang semakin naik tidak mau turun. Setali tiga uang dengan nasib pendidikan kita. Berdasarkan penelitian yang dialkukan oleh Trends International Methematics and Science Study (TIMSS) dan Programe for International Student Assessment (PISA) menunjukkan bahwa prestasi akademis siswa Indonesia tampaknya masih berada di peringkat bawah (Kompas, 25/4/08). Begitu juga dengan survey yang dilakukan oleh united nation for development programe (UNDP), Indonesia menduduki peringkat 111 dari 172 negara di dunia dalam hal kualitas sumber daya manusianya Angka putus sekolah semakin bertambah dari tahun ke tahun, banyak gedung-gedung sekolah yang rusak san tidak layak pakai. Dengan kenyataan seperti ini harus diakui bahwa pendidikan kita kalah jauh dengan negara lain bahkan dikawasan Asia Tenggara. Di saat yang lain sudah setapak lebih maju, pendidikan kita boleh dikatakan masih jalan di tempat. Saat ini kita dibelit berbagai persoalan yang dialami dunia pendidikan, mulai dari pemotongan anggaran, sampai kontroversi tentang UN. Pemerintah masih kurang memprioritaskan sektor pendidikan. Padahal kualitas pendidikan dapat menjadi tolak ukur maju tidaknya suatu negara.
KRISIS MULTI DIMENSI Segala macam problematika manusia ada di Indonesia. Rasanya tidak akan ada yang menyenangi dengan keadaan Indonesia saat ini. Ada yang bilang politik kita hancur lebur. Pilkada banyak memicu kerusuhan, pemilu legislatif kemarin juga carut marut dengan daftar pemilih. Dalam hal moral,temuan yang mencengangkan adalah Indonesia merupakan negara pornografi terbesar kedua di dunia setelah Rusia. Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduknya muslim, tapi dimasuki dengan berbagai aliran sesat yang dapat mengancam akidah. Kita saat ini berada di tengah-tengah krisis. Parahnya yang melanda merupakan krisis multidimensi yang terjadi di berbagai bidang. Krisis kepercayaan. Sulit sekali kita mencari pemimpin yang benar-benar amanah dan dapat dipercaya. Janji-jani manis yang lantang diucapkan saat kampanye seolah hanya sekedar bumbu penyedap yang lama-kelamaan akan hilang dengan sendirinya. Setelah menjadi pemimpin, kebijakan yang memihak rakyat seakan terabaikan, sehingga menimbulkan mosi tidak percaya dari rakyat. Yang cukup memprihatinkan bangsa ini juga dilanda krisis moral yang cukup hebat. Para pejabat seperti tidak punya nurani lagi untuk melakukan tindakan korupsi. Uang rakyat yang sangat besar jumlahnya ”diamankan” demi memenuhi kepentingan perutnya sendiri. Mereka sudah tidak memperdulikan lagi nasib rakyat yang telah terjebak dalam cengkeraman kemiskinan. Mental koruptor dari para kepala daerah mengakibatkan good governance (manajemen pemerintahan yang baik) yang seringkali digembar-gemborkan menjadi sulit untuk diwujudkan.
KEADILAN MASIH SULIT DITEGAKKAN Ironisnya kita juga masih belum bisa keluar dari yang namanya krisis hukum dan keadilan. Sulitnya mencari sebuah keadilan di negeri yang terdiri dari berbagai suku bangsa ini. Kasus pelanggaran HAM yang telah terjadi di masa silam masih banyak yang belum terselesaikan. Kasus Timor-Timur, Operasi Militer di Aceh, penculikan aktivis mahasiswa, tragedi Semanggi I dan II, sampai pembunuhan aktivis HAM; Munir, merupakan rentetan fakta buramnya penegakan hukum selama ini. Para koruptor yang ”menilep” uang negara milyaran rupiah mendapat ganjaran ringan, itupun masih mungkin mendapat tahanan yang ”VIP”. Sementara maling ayam yang terpaksa mencuri untuk menghidupi keluarganya mendapat hukuman yang berat, ditambah berupa pukulan bahkan sampai meninggal. Jika merenungkan, apakah ketiakadilan ini akan terus berlangsung?
BANGKIT DENGAN NASIONALISME? Bulan Mei ini merupakan bulan yang spesial. Selain memperingati 101 tahun kebangkitan nasional, juga merupakan peringatan 11 tahun reformasi. Dua momentum ini hendaknkya menjadi refleksi bagi kita untuk bangkit dari krisis, bangkit dari keterpurukan. Mungkin yang dapat dilakukan pertama adalah berusaha untuk meningkatkan dan membangkitkan kesadaran berbangsa serta semangat nasionalisme. Dengan memiliki nasionalisme yang tinggi, kita akan mempunyai tameng untuk menahan segala rongrongan dan intervensi bangsa asing. Walaupun saat ini sedang mengalami krisis multidimensi, namun diharapkan akan mempertebal semangat nasionalisme sehingga bersama-sama mencari jalan keluar yang tepat untuk dapat keluar dari krisis. Dr. Asvi Warman Adam; sejarawan dan peneliti dari LIPI dalam seminar Seabad Kebangkitan Nasional di UNNES tahun 2008 yang lalu mengantakan, nasionalisme itu bisa fluktuasi, ibarat iman (demikian kata seorang ustad), bisa tebal dan bisa tipis. Mungkin saja nasionalisme kita sebagai bangsa Indonesia sedang menipis. Maka peringatan kebangkitan nasional kali ini semestinya harus dimaknai sebenar-benarnya untuk menegakkan kembali semangat nasionalisme yang sedang tenggelam. Kita ingat sejarah Jepang yang luluh lantak dalam Perang Dunia II setelah dibombardir tentara sekutu. Namun pelan tapi pasti mereka bangkit dalam waktu singkat hingga seperti saat ini. Mungkin yang dapat menjadi prioritas adalah bagaimana kita menyingkirkan ego masing-masing serta mengutamakan kepentingan bersama untuk kemajuan bangsa dan negara. Ini jangan hanya menjadi sekedar wacana belaka tanpa ada tindakan nyata. Mari kita jadikan ini sebagai momentum bagi bangsa Indonesia untuk mengembalikan jati diri dan kesadarannya di tengah memudarnya kehidupan berbangsa dan bernegara. Memanglah kita saat ini sedang mengalami kebangkrutan. Tapi tidak boleh terus diratapi. Kita harus percaya bahwa kita bisa mengatasinya, dari kebangkrutan menuju kebangkitan. Ditengah-tengah kondisi negara yang sedang mengalami fluktuasi, tentu saja cita-cita perubahan menuju Indonesia baru tidak boleh jalan di tempat bahkan harus menjadi prioritas utama.
*Kader HMI MPO Komisariat Universitas Negeri Semarang
diambail dari www.hminews.com Sejuk yang masih merasuk pagi seirama dengan hiruk pikuk para peserta kongres HMI ke XXVII yang mulai memasuki ruang sidang. Agenda hari kedua kongres XXVII tercatat akan melakukan pembahasan terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ( AD ART) HMI. Ini merupakan bagian penting dari kongres karena menyangkut bagian tersakral dalam hierarkri konstitusi di HMI.
Seperti menjadi ciri khas persidangan di HMI, nggak rame kalo nggak ribut. Ada beberapa hal yang menjadi pangkal perdebatan panjang di forum sidang. Draft kongres TPK menjadi salah satu hal yang memicu perdebatan peserta kongres. Draft yang dimaksudkan dapat menjadi referensi amandemen AD ART pada saat kongres ini dipertanyakan keabsahannya terkait pelaporannya pada MSO. Merujuk pada laporan pelaksanaan tugas MSO bahwa tidak ada pengajuan amandemen AD ART sekalipun selama periode kemarin ( 2007 - 2009). Polemik coba diselesaikan dengan memanggil koordinator Tim Pekerja kongres (TPK) , Roni Hidayat dan koordinator MSO, Madjid Bati. Hasil pertemuan tersebut menyebutkan bahwa TPK telah melaporkannya pada MSO namun karena kendala teknis pada pengiriman draft, MSO ternyata tidak menerima draft tersebut , dan di kemudian dianggap bahwa draft konstitusi tersebut tidak prosedurial alias tidak sah.
Polemik yang kedua tidak kalah seru. Setelah beberapa tempo pembahasan berlangsung, ternyata ada perbedaan pada isi konstitusi antara dokumen yang dimiliki oleh cabang Semarang, Makasar, dan Yogyakarta. Telisik kasus ternyata bermula dari kongres XXVI di Depok yang distribusi hasilnya tidak optimal. Bahkan, cabang Palu juga mengeluhkan hinggga kini belum mendapat dokumen hasil kongres tahun 2006 silam. Dokumen Kongres XXVI yang menjadi perseteruan ini kemudian diambil jalan tengah dengan melakukan penyelerasan antara ketiga dokumen yang berbeda di masing-masing cabang yang berseteru tersebut. Masih belum bosan dengan perseteruan, pasca penyelerasan, perselisihan masih saja terjadi, dan kini mengenai amandemen konstitusi. Beberapa pihak ngotot menghendaki adanya amandemen pada konstitusi, sementara ketika merujuk pada pasal 20 AD, ada ketentuan mengenai prosedur amandemen , dan saat itu tidak dapat dilakukan amandemen. Perdebatan yang cukup sengit itu menghasilkan loby antara dua pihak, dan menghasilkan keputusan untuk melakukan amandemen pada titik tertentu, meskipun inskontitusional. Perubahan yang dilakukan adalah pada pasal-pasal seputar badan koordinasi baik di tingkatan PB (badko) maupun komisariat (koorkom).
Hal yang tak jauh beda berlanjut pada pembahasan ART (Anggaran Rumah Tangga) di malam harinya. Dengan jenis polemik yang hampir sama, akhirnya tahap pembahasan yang dilalui yakni tahap penyelearasan, amandemen, dan pengesahan. Agenda yang membedah bagian penting dari organisasi ini akhirnya dapat disudahi pada pukul 00.30, menyisakan kelelahan sekaligus kelegaan tersendiri. Semoga kedepannya, para kader ini mampu menjadi para pelaksana konstitusi yang disiplin. (nta)
Antara gejolak harap, kelegaan, dan seberkas peluk haru menyeruak hadir mewarnai agenda purnatugas-nya Pengurus Besar HMI (PB HMI) periode 2007-2009 M/ 1428-1430 H. Dimulai sejak Senin (8/6) pagi, rapat Pleno I yang memuat agenda penyampaian Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) PB HMI akhirnya dapat disudahi pada pukul 02.52 WIB keesokan harinya.
Agenda hari kedua kongres itu diawali dengan penyampaian laporan tugas (LPT) Majelis Syuro Organisasi (MSO) yang pada kesempatan itu dihadiri oleh koordinatornya , Madjid Bati, serta salah seorang anggota MSO, Cahyo Pamungkas. MSO mengantarkan peserta kongres untuk memulai agenda penyampaian LPJ PB HMI.
Sebelum penyampaian LPJ, sempat terdapat perselisihan mengenai kehadiran tim PB yang tidak lengkap. Setelah ketua umum memberikan penjelasan masing-masing personil yang tak dapat hadir, maka sidang pun dilanjutkan. Penyampaian baru usai pada senja hari dan dilanjutkan dengan tanya jawab yang memakan waktu hingga pukul 02.00 dini hari. Dalam proses tanya jawab yang berlangsung, hal-hal yang banyak disoroti oleh peserta kongres adalah mengenai : kesekretariatan dan kinerja personil PB; konflik ‘misscommunication’ pada beberapa cabang di timur dan utara; serta pola komunikasi baik di tingkatan internal PB ataupun dengan cabang.
Pada akhirnya… Cakrawala bukanlah sebuah penguhujung perjalanan Karena segala akhir hanya milikNya.
Setelah mengakhiri berbagai polemik dalam sessi tanya jawab, tiap cabang kemudian memberikan pandangan umum dan penilaian . Dari 34 cabang yang ada, 14 cabang menyatakan menerima LPJ PB HMI, satu cabang tidak memberikan suara, dan 19 cabang menyatakan menolak. Sebagai sebuah apresiasi serta pembelajaran dalam keorganisasian yang lebih baik, maka penolakan menjadi sebuah jawaban atas sebentuk laporan purnatugas PB HMI periode 2007-2009 M / 1438-1430 H. Deras hujan menjadi sinergi sebentuk nyanyian asa dini hari itu menerbangkan sebentuk harapan untuk HMI yang lebih baik lagi. Semoga. (nta)
Banyu Manik, bertepatan pada ahkir bulan Mei 2009, Kenduri Hani melaksanakan pertemuan rutinnya yang ke-8. Dari waktu ke waktu komunitas Para Pastus (Paska Struktur HMI semarang)tersebut, selalu saja bertambah anggotanya, ya bisa dibilang banyak peminatnya, mereka yang banyak bergabung tentunya memiliki alasan sendiri-sendiri, Mulai dari alasan Menjaga silaturahim ataupun mengisi waktu libur, sampai pada alasan untuk memperjuangkan HMI semarang itu sendiri. Agenda yang bertempat di tempat kediaman Lukman Wibowo itu, selain dihadiri oleh para pengurus dan anggota biasa, juga kedatangan anggota baru, yaitu dulunya dari HMI jogja lo, beliau sekarang tinggal di kabupaten semarang berserta keluarganya, tepatnya di Pudak Payung. Anggota baru lainya datang dari wilayah sayung. pengen tahu siapa aja kenduri hani, datang yach,,,,, Acara tersebut diawali dengan membaca asma'ul husna berjamaah yang dipimpin oleh gus Munif, yang dilanjutkan dengan shearing dan saling tukar informasi tentunya dalam suasana santai. pada pertemuan kali ini muncul gagasan baru, yaitu Mengupayakan sekretarian Permanen Untuk HMI Cabang semarang sebagai tempat konsolidasi baik struktur maupun lembaga, atau pun komunitas lain yang masih dalam lingkup HMI, sehigga semua aktifitas dapat tercover dengan baik, serta menjadikan HMI tetap exis dan kuat. oya.. agenda ini di akhiri dengan makan siang berjamaah dan dilanjutkan menjenguk keluarga yang sedang berbahagia yaitu mas andre yang baru saya dikarunia seorang calon penerus HMI. semoga dapat melanjutkan perjuangan kita.... amin..
Sembilan tahun sudah Era Reformasi berjalan. Sebuah Era yang digadang – gadang dapat memberikan pembaharuan ke arah yang lebi baik. Perubahan- perubahan yang mencakup segala hal yang dinilai telah merugikan rakyat. Tugas yang sangat berat dalam memperbaiki secara mendasar atas pemerintahan yang kurang baik selama tiga puluh dua tahun. Salah-satu dari beberapa hal tersebut adalah ekonomi. Orde baru telah membawa perekonomian bangsa ini pada sistem ekonomi Neoliberal. Ekonomi yang hanya mementingkan dan menguntungkan sebagian kecil dan mensengsarakan rakyat ternyata telah mengakar selama puluhan tahun di negeri ini.
Pemerintah Reformasi seharusnya sadar akan hal – hal kelam yang terjadi di masa lalu. Apalagi sekarang juga terbukti dengan adanya krisis di mana- mana dan krisis keuangan global yang terjadi di Amerika pada khususnya. Fenomena-fenomena diatas, semestinya dapat memberikan pelajaran tersendiri bagi pemerintah bahwa sistem ekonomi liberal tidak tepat diterapkan di negeri ini.
Oleh karena itu, pemilu kali ini dapat mengahasilkan suatu presiden yang berorientasi pada ekonomi berkeadilan. Dimana terciptanya kesejahteraan rakyat banyak adalah prioritas pertama. Janji – janji yang mereka sebutkan waktu pemilu bukan hanya sekadar “omongan kosong” saja.
Perlunya Ekonomi Berkeadilan Adalah Untuk Kesehateraan Rakyat
Konsepsi ekonomi berkeadilan sebenarnya adalah sebuah antagonis dari sistem ekonomi pada masa orde baru. Dalam pemerintahan Suharto(Orde Baru), penekanan tentang sektor ekonomi lebih mengedepankan pada kemakmuran(Trickling-Down Effect Approach). Paradigma tersebut dapat dilihat dengan ciri utamanya adalah sentralisasi kebijaksanaan pengelolaan ekonomi dan keuangan negara serta target stabilisasi politik yang bersifat repressif oleh pemerintah pusat. Strategi pembangunan serupa ini terutama dimaksudkan untuk merealisasikan target pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan harapan selanjutnya akan tercipta peluang kerja yang luas dan merata akibat adanya mekanisme Trickling-Down Effect. Bagi pemerintah ORBA, rupanya hal ini menjadi prioritas kebijaksanaan karena dianggap bahwa dengan pencapaian target tersebut merupakan indikator yang baik bagi prestasi kebijaksanaan pembangunan
pemerintah yang diterapkan.
Meskipun tidak dapat disangkal bahwa strategi pembangunan serupa itu telah memberikan hasil, diantaranya telah tercipta transformasi struktural dalam beberapa aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, seperti ditunjukkan oleh angka-angka pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita yang cukup menakjubkan, penurunan angka jumlah orang miskin dan lain sebagainya, namun menurut banyak pengamat hasil tersebut hanya bersifat semu. Karena hasil yang diperoleh bukan diciptakan dan dinikmati oleh kegiatan
ekonomi yang sesuai dengan sumber daya masyarakat Indonesia (SDA, SDM dan
kelembagaannya), tetapi hanya diciptakan dan dinikmati oleh kegiatan ekonomi sekelompok masyarakat tertentu yang disebut « konglo-merat ». Keadaan tersebut jelas tidak memungkinkan terciptanya penguatan fundamen yang kuat dan mengakar pada berbagai aspek kehidupan berbangsa. Akibatnya, seperti terlihat pada saat kasus dimana perekonomian tersentuh oleh angin krisis moneter saja, capaian-capaian yang dibanggakan sudah kurang bermakna lagi bahkan cendrung memporak prandakan berbagai tatanan kehidupan bangsa dan negara.
Menyadari kenyataan tersebut, menurut hemat penulis perlu adanya konsepsi yang lebih mengedepankan keadilan. Maka pendekatan ekonomi berkeadilan lebih didahulukan baru kemakmuran (equity with growth approach) bukan mendahulukan kemakmuran baru keadilan(trickling-down effect approach ). Disamping itu, sudah menjadi kebiasaan yang latah pada diri manusia jika mereka mencapai kemakmuran mereka akah melupakan oran dan lingkungan sekitrarnya.
Dengan mendahulukan kedilan diharapkan kemakmuran rakyat akan tercapai(Economic Rights).
Konsepsi Ekonomi Berkeadilan Dalam Ekonomi Pancasila Dan Ekonomi Islam
Dalam ekonomi pancasila, kesejahteraan rakyat adalah prioritas utama. Kalau dalam ekonomi kapitalisme, perekonomian hanya dikuasai oleh sebagi orang saja sedangkan dalam ekonomi komunisme lebih condong pada sosialisme dengan proteksi pemerintah yang kuat, maka ekonomi pancasila berada di tengah- tengah antara keduanya. Ekonomi pancasila juga mengikuti mekanisme pasar. Dalam arti kebebasan individu tetap berjalan tetapi tetap ada proteksi dari pemerintah. Pemerintah tidak membiarkan pasar berjalan dengan sendiri dan bebas. Karena dikhawatirkan ketidakadilan dan saling menindas antar pelaku ekonomi akan terjadi. Dengan adanya Proteksi Regulasi berupa aturan-aturan tersebut dapat terciptalah suatu keadilan. Setelah itu, kemakmuran masyaraka bukan hanya sekadar mimpi panjang yang kosong.
Sebagaimana dengan Ekonomi Pancasila, Ekonomi Islam sangat kongkret dan jelas sekali. Beberapa kata keadilan banyak sekali ditemukan dalam Al-qur’an. Berbagai istilah terminologi keadilan dalam Al-qur’an adalah ‘adl, qisth, mizan, hiss, qasd atau variasi ekspresi tidak langsung, sementara untuk terminologi ketidak-adilan adalah zulm, itsm, dhalal, dan lainnya. Setelah kata ‘Allah’ dan ‘pengetahuan’, keadilan dengan berbagai terminologinya merupakan kata yang paling sering disebutkan dalam Al Qur‘an.
Zakiyyuddin dalam Konsep Keadilan dalam Al-Qur’an, menjelaskan bahwa‘Adl mencakup beberapa hal yaitu Persamaan balasan (kuantitatif), Persamaan kemanusiaan (kualitatif), Persamaan di hadapan hukum dan undang-undang, Kebenaran, kejujuran, proporsional, Tebusan dan penyucian. Qist bermakna distribusi yang adil, berbuat dan bersikap adil dan proporsional. Qasd bermakna kejujuran dan kelurusan, Kesederhanaan, hemat, Keberanian. Qawwam, Istiqamah berarti Kelurusan dan kejujuran. Hiss berarti distribusi yang adil, kejelasan dan terang. Mizan berarti keseimbangan dan persamaan balasan. Sedangkan Wasat berarti moderat, tengah-tengah dan terbaik, terpilih, terpuji.
Melihat beberapa ketarangan diatas, yang dimaksud keadilan dalam Ekonomi Islam adalah Persamaan Kompensasi, Persamaan Hukum, Moderat dan Proporsional.
Persamaan konsepsi adalah adil sesuai umum, persamaan hukum menjelaskan bahwa di mata hukum kedudukan orang itu sama. Moderat berarti tengah – tengah sehingga dalam mengambil keputusan, orang harus menempatkan posisi pada tengah – tengah dengan tidak bermaksu memihak manapun. Sedangkan Proporsional adalah Adil tidak selalu diartikan sebagai kesamaan hak, namun hak ini disesuaikan dengan ukuran setiap individu atau proporsional, baik dari sisi tingkat kebutuhan, kemampuan, pengorbanan, tanggung jawab, ataupun kontribusi yang diberikan oleh seseorang. Proporsional tidak saja berkaitan dengan konsumsi, namun juga pada distribusi pendapatan. Suatu distribusi yang adil tidak selalu harus merata, namun perlu tetap memperhatikan ukuran dari masing-masing individu yang ada; mereka yang ukurannya besar perlu memperoleh besar dan yang kecil memperoleh jumlah yang kecil pula.
Dengan demikian ekonomi berkeadilan sangat tidak bertentangan dengan konsep Ekonomi Pancasila maupun Ekonomi Islam. Bahkan konsepsi Ekonomi berkeadilan sangat didukung dan ditekankan oleh kedua sistem ekonomi tersebut. Paradigma ekonomi berkeadilan yang sesuai dengan bangsa ini seharusnya tertanam pada diri pemimpin kita. Karena dengan dijalankannya ekonomi berkeadilan, kemiskinan, kelaparan dan kesenjangan sosial yang masih melingkupi bangsa ini dapat teratasi. Sehingga kesejahteraan masyarakat tidak mustahil akan terwujud.
DAFTAR PUSTAKA
Marzuki, Laica. Strategi Pembangunan Ekonomi Berwawasan Kerakyatan. Kertas karya untuk persiapan Seminar Membangun Kemandirian Daerah untuk Mewujudkan Pembangunan Bangsa dalam Konteks Global, Kampus Universitas Hasanuddin U.P., 11/7/1998. Zakiyuddin, Konsep Keadilan dalam Al-Qur’an, Disertasi Doktor, Universitas Islam Negeri Yogyakarta.2007. Raharja, Dawam. Ekonomi Pancasila Dalam Tinjauan Filsafat Ilmu. IIIT-Indonesia. 2004
Oleh : Agus Thohir (Ketua Umum HMI Cabang Semarang) Berorganisaisi adalah kodrat alamiah manusia yang pada hakekatnya manusia adalah makhluk sosial, ia tidak akan mampu hidup tanpa manusia lainnya yang ada disekitarnya. Manusia sendiri memerlukan komunitas untuk berinteraksi guna memenuhi hidupnya. Manusia sebagai mahluk individual yang memiliki dua misi di dunia yaitu misi dimensi vertikal berupa ketundukan kepada sang khalik dan misi dimensi horisontal berupa hubungan antara manusia dan alam lingkungan. Dimensi horisontallah yang mencerminkan di mana manusia menjadi kontrol sosial bagi dirinya dengan lingkungan masyarakatnya. Maka manusia berperan dalam sebuah gerakan yang di sebut organisasi, karena merupakan wadah untuk menyelaraskan dan mengseimbangankan (equilibrium) misi berjuang atau jihad untuk memakmurkan dunia. Dari misi dimensi horisontal itulah, organisasi di perlukan sebagai perwujudan kebersamaan untuk melakukan perubahan sosial (social of change). Tidak heran jika terbentuk berbagai macam-macam komunitas ataupun organisasi. Akan tetapi yang di perlukan bukanlah perbedaan itu, namun bagaimana organisasi itu berperan sesuai visi yang berlaku. Dalam berorganisasi kita di temui berbagai macam karakter elemen gerakan dan karakter individual manusia. Kekuatan suatu organisasi terletak pada kerjasama, bukan perbedaan untuk satu kepentingan atau kepuasan individual, tetapi kerjasama itulah wujud keberadaan dari organisasi yang didalamnya terdapat bermacam manusia (multicultural) dimana mereka membutuhkan hidup berkelompok bermasyarakat bergotong royong sesuai dengan tingkat kebudayaan dan peradaban manusia itu sendiri. Dengan adanya kerjasama yang teratur maka tujuan akan mudah dicapai. kebutuhanpun akan terpenuhi sehingga dapat melaksanakan pekerjaan berdayaguna dan menghasil guna.
Hakekat Kepemimpinan Fokus topik kali ini yang diketengahkan sengaja dipilih untuk merenungkan kembali makna kepemimpinan yang sejati. Kepemimpinan sering diartikan dengan jabatan formal, yang justru menuntut untuk mendapat fasilitas dan pelayanan dari konstituen yang seharusnya dilayani. Meskipun banyak di antara pemimpin yang dimaknai sebagai jabatan atau sebuah amanah, namun dalam kenyataannya sedikit sekali. Kepemimpinan yang melayani dimulai dari dalam diri kita sehingga diperlukan suatu transformasi dari dalam hati dan perubahan karakter. Dari berbagai rujukan teori kepemimpinan yang ada dapat di ambil dalam beberapa kategori. Diantaranya menurut etimologi istilah kepemimpinan bila kita telaah dapat kita konsepkan dari beberapa istilah kosakatanya. Pertama lead yang artinya pimpin berubah dengan konjugasi menjadi pemimpin “leader” dan kepemimpinan “leadership”. Dalam beberapa referensi lain bisa dimaknai dengan pemuka, pelopor, pembina, panutan, pembimbing, ketua, kepala, raja dll. Menurut hemat saya kepemimpinan merupakan proses kegiatan seseorang dalam memimpin, membimbing, mengarahkan dan bahkan mengontrol. Dalam hal ini pemimpin pastinya mempunyai pengaruh dikarenakan memiliki kecakapan. Dalam bahasa arab istilah imamah, amir, Al Mu’minun (pemimpin orang-orang islam)/ khalifah setelah rasul wafat terutama bagi kempat khulafaurrasyidin. Amir jamaknya umara’ yang bermakna pemimpin/ penguasa sesuai dengan ayat al Quran. Bahkan dalam Al Qur’an juga ditegaskan bahwa Setiap manusia bertanggungjawab memakmurkan bumi. disisi lain kepemimpinan dalam Islam adalah dimaknai sebagai kemampuan melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan Allah SWT, baik bersama atau perorangan. Pemimpin mampu menjalankan pemerintahan haruslah dengan segala aturannya yang ditopang dengan kesehatan jasmani, keilmuan, kecakapan, dan akhlakul karimah. Dimana kepemimpinan merupakan suatu instrumen untuk dapat menjalankan sesuatu kegiatan dalam rangka menentukan dalam mencapai tujuannya.
Aspek Peran dan Fungsi Kepemimpinan Dalam beberapa hal yang menjadi pertimbangan bahwa pemimpin sebagai penggerak yang mempu mengkoordinasikan baik pada wilayah kebijakan dan manajemen integrasi andministrasi. Begitu peran besar yang harus dimiliki seorang pemimpin, ia harus mampu menjadi poros penengah dari berbagai keinginan, perbedaan dll. Maka disinilah sosok pemimpin dan strateginya dibutuhkan untuk memobilisasi dan perantara antara stakeholder satu dengan yang lainnya. Karena selain penentu arah yang akan ditempuh ia juga sebagai wakil organisasi yang menjadi mediator andal khususnya dalam hubungan kedalam, terutama menangani situasi konflik. Pemimpin harus memiliki integritas, efektifitas, rasionalitas, obyektifitas dan netral. Jauh dari semua itu pemimpin jelasnya menjadi pelaksana/eksekutif, perencana (planner), pembuat kebijakan (policy maker) dan pastinya menjadi seorang ahli. Seorang leader hendaknya mempunyai konsepsi yang baik dan realistis sehingga dalam menjalankan kepemimpinannya mempunyai garis yang tepat menuju arah yang telah dicita-citakan. Ia harus mampu menuntun, memandu, membimbing, membangun motifasi kerja mengemudikan organisasi, menjalin jaringan-jaringan dan berkomunikasi dengan baik memberikan super visi yang efisien. Efektifitas dan Visi Kepemimpinan Kepemimpinan seolah menjadi menarik untuk dikaji, Terlepas dari begitu banyak metode dan gaya kepemimpinan yang ada pada dasarnya tidak ada yang lebih penting ketimbang efektivitas dalam kepemimpinan itu sendiri. Apapun gaya dan metode yang digunakan tidak akan ada artinya jika tidak menjadi efektif. Seorang pemimpin organisasi tidak dinilai dari penguasaan terhadap pengetahuan yang dimilikinya. Tolok ukur seorang pemimpin adalah keputusan yang diambil dan bagaimana keputusan tersebut efektif bagi organisasi yang dipimpinnya.Untuk menjadi seorang pemimpin yang efektif bagi sebuah organisasi perlu mengenali dan memahami visi organisasi yang dipimpin. Visi organisasi selanjutnya diturunkan menjadi visi kepemimpinan, dengan demikian tidak ada pertentangan antar keduanya. Bila organisasi diibaratkan sebagai sebuah kapal lengkap dengan awaknya yang masing-masing memiliki spesialisasi, tanggung jawab dan tugasnya maka seorang pemimpin adalah kapten kapal tersebut. Seorang kapten kapal tidak sekedar berfungsi mengkoordinir bagaimana setiap bagian bekerja namun lebih dari itu dia bertugas menentukan arah dan tujuan dari kapal dan memastikan bahwa setiap fungsi melaksanakan tugasnya demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Sama halnya dengan sebuah kapal yang ketika berlayar memerlukan tujuan, demikian pula organisasi memerlukan tujuan yang diistilahkan sebagai visi. Tanpa visi maka organisasi akan berjalan tanpa arah dan tujuan. Pada organisasi semacam ini ada dua kemungkinan yang dapat terjadi, kemungkinan pertama organisasi tersebut dalam operasionalisasi kesehariannya asal jalan saja sedangkan kemungkinan yang lain setiap individu dalam organisasi akan fokus mengejar kepentingan masing-masing dan organisasi tidak lebih dari sekedar lembaga atau brand yang menaungi mereka. Adakah organisasi semacam ini? Tentu saja ada, saya telah melihat sendiri beberapa organisasi yang terjebak pada situasi semacam ini. Beberapa diantaranya tidak mampu bertahan sementara sisanya masih sanggup bertahan karena mereka merupakan bagian dari organisasi yang lebih besar dan untungnya organisasi yang lebih besar ini cukup memiliki visi dan kompetensi. Meski demikian organisasi semacam ini ibarat kanker bagi induknya yang akan membebani. Beban yang dimaksud bukan hanya finansial namun bisa juga berupa brand image. Sebuah organisasi bisa terjebak pada situasi dimaksud di atas karena beberapa kemungkinan. Bisa jadi situasi ini tecipta karena organisasi didirikan oleh seorang yang visioner dan sangat berpengaruh namun kurang melakukan sosialisasi visinya kepada para kolega atau bawahan, ketika si pendiri ini mundur maka biasanya organisasi akan mengalami penurunan. Kemungkinan lain adalah organisasi terjebak mempertahankan visi yang dibentuk beberapa periode sebelumnya. Lingkungan di luar organisasi sifatnya dinamis, organisasi harus senantiasa mampu selangkah di depan perubahan yang terjadi. Setiap organisasi bediri dengan latar belakang yang berbeda meski demikian kesemuanya memiliki tujuan yang sama yaitu menciptakan output. Output salah satunya berupa kesejahteraan bagi organisasi itu sendiri agar dapat terus bertahan dan membiayai dirinya sendiri. Kesejahteraan hanya dapat tercipta bila organisasi mampu menangkap peluang yang ada. Sebab pada dasarnya di dalam organisasi sendiri hanya ada cost, baik biaya untuk inovasi, SDM, pemasaran dan lain sebagainya. Sementara peluang ada pada lingkaran eksternal, dengan demikian penting bagi organisasi untuk menentukan strategi dalam rangka mencapai kesejahteraan dengan berkompetisi. Itulah pentingnya memahami dinamika dan kebutuhan yang ada dilingkungannya. Sayang beberapa organsasi memang terlalu “angkuh” untuk berubah demi memenuhi tuntutan. Untuk menentukan rumusan strategi yang tepat tentunya organisasi perlu mengumpulkan berbagai informasi internal. Informasi tersebut meliputi informasi dasar mengenai cashflow, informasi mengenai kompetensi dari organisasi dan individu serta informasi mengenai alokasi sumber daya baik dana maupun SDM. dengan demikian untuk membangun link dan match antara organisasi dengan lingkungan sekitar eksternal dibutuhkan kreatifitas dan ketahana dari para pengurusnya atas tempaan yang terjadi. Kondisi inilah yang memungkinkan organisasi mencapai kesejahteraan. Faktanya tidak sesederhana itu terutama bagi organisasi yang telah berjalan bertahun-tahun. Dalam kondisi semacam ini ternyata tidak membuat organisasi sadar dan memperbaiki diri, sebaliknya mereka tanpa peduli akan arah organisasi. Masing-masing mengejar visi pribadinya yang kebanyakan tidak menguntungkan bagi organisasi. Beberapa individu dalam organisasi memperoleh status dan nama namun tidak demikian halnya dengan organisasi yang menaungi kreatifitasnya. Juru mudi memiliki tugas, juru mesin memiliki tugas, bahkan juru masakpun demikian. Namun setiap dari mereka hendaknya melaksanakan tugas untuk tujuan yang sama. Apa jadinya jika juru mudi hanya memperdalam kemampuan mengemudinya tanpa tahu arah kapal demikian pula juru mesin dan yang lainnya. Itulah pentingnya visi dan itulah peran seorang pemimpin untuk mengkoordinir setiap fungsi untuk mencapai sebuah tujuan bersama. Visi dan strategi organisasi berkaitan erat dengan efektivitas kepemimpinan. Itulah sebabnya dipaparkan panjang lebar mengenai visi organisasi. Sebab seorang pemimpin bekerja berdasarkan visi organisasi dan visi pribadi. Tanpa keduanya mustahil kepemimpinannya akan efektif. Bagaimana seorang kapten kapal dapat memimpin anak buah dan kapalnya tanpa dia sendiri tahu kemana kapal ini harus berjalan? Tanpa adanya efektivitas kepemimpinan maka seorang pemimpin tak lebih dari sekedar simbol yang tiada arti, kepemimpinannya adalah sia-sia. Menentukan gaya kepemimpinan adalah masalah kedua, sebab tanpa adanya visi organisasi dan visi sang pemimpin gaya apapun yang digunakan tidak akan memberi kontribusi yang berarti. Pemimpin yang efektif juga harus menekankan keputusan pada sesuatu yang benar bukan sesuatu yang dapat diterima. Merasa khawatir akan apa yang dapat diterima atau tidak dapat diterima adalah inefisiensi, sebab dalam proses mencari jawaban “Apa yang dapat diterima?” biasanya beberapa hal penting yang membuat sebuah keputusan menjadi efektif akan disingkirkan. Faktor penting lainnya yang menentukan efektif tidaknya kepemimpinan adalah peran serta dari anggota organisasi tersebut. Peran serta menjadi faktor akhir yang menentukan kepemimpinan. Organisasi sering mencari sosok super leader yang diharapkan akan membawa organisasi tersebut ke arah yang lebih baik, namun tidak jarang terjadi meski telah memperoleh seorang pemimpin yang super tetap saja organisasi tidak bergerak ke arah yang diharapkan. Hal ini disebabkan ketiadaan atau rendahnya partisipasi dari anggota. Sehebat apapun seorang pemimpin tanpa peran serta anggotanya tak akan ada artinya. Situasi riil yang terjadi adalah di Indonesia, masalah terbesar bagi bangsa ini bukanlah mencari sosok pemimpin yang ideal namun sebaliknya mencari warga negara yang ideal yaitu warga negara yang mau berperan serta dan peduli untuk membangun bangsa. Sayang selama ini justru sosok kepemimpinan ideal yang selalu sibuk diperdebatkan. Lalu dengan melihat semua itu apakah kita akan menjadi bagian yang terlibat dalam masalah itu? Yang ikut menambah banyak beban organisasi yang kita ikuti, atau kita optimis menjadi salah satu motorik penggerak tanpa memilah dan memilih apakah itu kita menunggu sekitar kita? Begitulah adanya sehebat apapun organisasi, pemimpinnya, personelnya tapi tanpa disertai kesadaran partisipasi dan kerjasama maka takaakan ada keberhasilan. Karena keberhasilan terletak dari ilmu yang dipunyai dan semakin tinggi maka semakin cakap kita melakukan sesuatu yang terbaik.
HMI, Khittah dan Konsistensi Perjuangan Mulia Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) mempunyai tujuan untuk mencetak atau membina kader-kader organisasi sesuai dengan apa yang telah dirumuskan dalam AD/ART serta pedoman-pedoman organisasi yang tercakup dalam konstitusi. Hal ini dirumuskan dan diaktualisasikan dalam aktifitasnya dan merupakan konskuensi logis dari perkaderan dan perjuangan yang bertumpu pada diri kader. Kader merupakan elemen yang sadar dan aktif sehingga merupakan tonggak/ tulang punggung organisasi yang kelak menjadi pioner perubahan dalam masyarakat dan ummat. Untuk mewujudkan semua itu diperlukan pembinaan kader/ anggota dengan harapan setiap anggota HMI mempunyai kesadaran berideoligi (sense of ideology) dan kesadaran berorganisasi (sense of organization). Kesadaran organisasi dapat tercapai apabila ditopang oleh tiga unsur yaitu 1. Kesadaran mencapai tujuan bersama (common purpose) dengan prinsip gotong-royong 2. Kesadaran akan adanya kesatuan visi kepemimpinan (unity of commond) yang berarti kepatuhan kepada pemimpin (diziplin organization) 3. Saling mempercayai. Percaya mempercayai dalam artian positif dan dinamis yakni saling mengontrol satu sama lain dan tidak bersifat acuh tak-acuh. Dari keberlangsungan komunikasi kebersamaan dalam visi kepemimpinan maka dibutuhkan landasan pijakan (konsepsi aktifitas) berorganisasi dan tujuan organisasi. Dimana konsep tersebut memberi visualisasi semangat ideoligis pada diri kader sehingga dapat menjawab kebutuhan tentang pentingnya immunitas pada setiap kader dalam mencapai cita-cita perjuangannya. Ini merupakan konsepsi bangunan ideologi pada diri kader dalam memberi penjelasan tentang paradigma HMI mengenai kesemestaan dan keeksistensian yang wajib diakui. Dengan memperjuangkan kebenaran untuk mencapai jalan hidup yaitu cita-cita yang diejawantahkan dalam berorganisasi. Khittah perjuangan Himpunan Mahasiswa Islam merupakan sebagai dokumen dan landasan gerak organisasi yang secara integral mencakup penjelasan utuh tentang pilihan ideologis yaitu prinsip-prinsip penting dan nilai-nilai yang dianut oleh HMI sebagai tafsir asas, tujuan, usaha dan independensi HMI. Sebagai paradigma gerakan khittah sendiri merupakan intepretasi yang menjelaskan muatan kesatuan antara landasan, tujuan dan metodologi dalam pencapaian tujuan organisasi. Didalamnya juga menjabarkan konsepsi filosofis azaz yang menjelaskan keyakinan HMI tentang Ketuhanan, Kesemestaan, Kemanusiaan dan Kemasyarakatan. Keyakinan tersebut merupakan akar dari segenap perbuatan manusia sebagai insan kamil yang mana tertuang dalam prinsip tauhid dan dipahami secara holistik bukan sekedar dogmatis melainkan kesadaran yang murni yang transenden. Khittah merupakan tafsir tujuan HMI dan dijabarkan dalam konsep dan hakekat perkaderan sebagai upaya sistematisasi nilai cita yaitu menuju individu ulil albab dan masyarakat Islam yang dicita-citakan akan melahirkan interaksi dan hubungan sosial yang adil. Dalam kerangka konseptual khittah khususnya di tujuan memberikan gambaran atas pijakan bahwa dalam bangunan epistemologi keilmuan sudah menjadi sandaran dalam mengetahui tentang realitas kebenaran. Pada tujuan jamaah HMI yang tertulis dan berbunyi “Terbinanya mahasiswa Islam menjadi insan ulil albab yang bertanggungjawab atas terwujudnya tatanan masyarakat yang diridhoi oleh Allah subhanahu wata’ala”. Dari sisi ini ada beberapa karakteristik diantaranya yaitu : 1. Hanya takut kepada Allah 2. Tekun beribadah tiap waktu 3. Bersungguh-sungguh mencari ilmu 4. Mampu mengambil hikmah atas anugrah Allah 5. Selalu bertafakur atas ciptaan Allah yang ada dilangit dan di bumi 6. Mengambil pelajaran dari sejarah dan kitab-kitab yang diwahyukan oleh Allah 7. Kritis mencermati berbagai pendapat, mampu memilih yang benar dan terbaik 8. Tegas dalam mengambil sikap dan pemihakan atas pilihannya 9. Tidak terpesona atas pandangan mayoritas yang menyesatkan 10. Dakwah dengan sungguh-sungguh ke masyarakat dan bersedia menanggung segala resikonya Dari beberapa yang termaktub dalam khittah termasuk konsepsi kepemimpinan bukan sekedar dipahami sebagai referensi tapi bagaimana esensi dan subtansi atas kesemestaan, manusia sendiri sebagai khalifah dengan kemampuannya maka seharusnyalah ia mampu memahami semesta dan mengerti atas penciptaan. Inilah yang coba dibangun dalam konsep keberadaan rumusan ke-jamaah-an, yang tidak menafikkan kreatifitas individu. Dengan semangat juang tinggi yang timbul dari individu-individu (kader) dan dukungan dari lingkungan (Jamaah) maka konskuensi terciptanya kondusifitas lingkungan atas perubahan dapat terjadi bahkan tercapai. Kemampuan akan perubahan tersebut harus dijadikan arah gerakan jamaah menuju terciptanya masyarakat yang telah dicita-citakan yaitu masyarakat “baldatun thayibatun warabbun ghafur”. Untuk mencapai masyarakat cita diperlukan penopang yang kokoh diantaranya internalisasi nilai-nilai perjuangan dan proses perkaderan. Yaitu usaha dari kedirian entitas atas usaha dalam bentuk ikhtiar baik individu ataupun jamai dalam memperjuangkan perubahan kearah perbaikan. Inilah pijakan dasar yang harus dipahami bersama dalam menentukan hasil dari proses perkaderan dan perjuangan di HMI. Peran ini dikembalikan pada masing-masing kader “seberapa besar apa yang dicurahkan maka sebesar itulah yang akan anda dapatkan” dengan benturan diri dengan masyarakat akan membentuk karakter pribadi kita. Posisi ini juga menentukan kualitas kekhalifahan manusia dalam kehidupan didunia dalam memaknai usaha berjihad. Karena berjihad bukan saja dimaknai perlawanan terhadap yang bathil tetapi lebih yaitu kita sebagai diri manusia harusnya melakukan perlawanan terhadap hawa nafsu yang membelenggu kita pada arah kenistaan. Keyakinan atas bangunan mindset (niat tujuan) untuk beramar ma’ruf bukan sekedar simbolisasi ketundukan atau kepatuhan namun pemahaman yang kita miliki atas rasa syukur dan kecukupan dengan dibarengi usaha yang riil atas usaha memanifestasikan nilai-nilai Islam keranah publik dalam bentuk kesalihan pribadi dan kesalihan sosial itu yang menjadi penentu sikap. Sikap ini dengan sendirinya mampu menjadi maksimalisasi perjuangan yang dibarengi manajerial ikhtiar yang kontinue. Semua itu adalah keniscayaan ikhtiar dalam membentuk pribadi kaum mu’min diantaranya misi diri yang kuat dan siap tempur, diantaranya dengan standar peran yang dimiliki yaitu : Ø Muabbid menjadi insan yang tekun beribadah mulai dari ibadah yang terkait pada dirinya maupun terkait dngan lingkungannya. (terbentuk karena visi) Ø Mujahid memiliki semangat juang yang tinggi sehingga ia memiliki pemahaman dan kemampuan berjihad dalam garis agama (kualitas spiritual dalam perjuangan) Ø Mujtahid memiliki kemampuan berijtihad sehingga segala tindakannya didasarkan pada pilihan sadar dari dalam dirinya.( internalisasi nilai perjuangan) Ø Mujadid memiliki kemampuan dalam melakukan pembaharuan di lingkungan sekitarnya. (untuk mewujudkan nilai tauhid dan keadilan sosial dengan menjadi agen social of change) Pencapaian dari tahapan peran ini bukanlah mustahil untuk dibentuk dan diwujudkan apalagi menjadi pribadi yang siap tempur dan tidak tergoyahkan dalam menjalani hidup. Tidak ada satupun insan yang berani menjamin bagaimana mencapai kualiatas diri kecuali dimulai dari “change your thinking” dengan proses pembentukan kualitas diri menghadapi masalah-masalah yang melingkupi kita. Mulailah dari hal-hal kecil dan pembiasaan inilah nantinya akan menjadikan kita lebih, karena bila kita mau menjadi besar haruslah menyelesaikan hal-hal yang kecil dan jangan pernah membuat kecil masalah. Dari kebiasaan yang kita jalani dan berpegang pada ikhtiar yang kita lakukan kita sebagai manusia “ khalifah” diciptakan dalam keadaan suci sesuai dengan fitrahnya maka kita harus memperjuangkan kemerdekaan diri dengan berproses pada optimalisasi diri baik dari fungsi amanah dan peran kita sebagai khalifah dan Abduh. Amanah akan menjadi ukuran yang relatif bila kita persepsikan dari unsur prilaku tapi bila itu dimaknai sebagai tanggungjawab moralitas transenden maka akan menumbuh-kembangkan komitmen dan loyalitas sehingga profesionalitas dapat berjalan dengan sendirinya. Kelak kita akan dimintai pertanggungjawaban atas segala yang kita lakukan dan itu menjadi konskuensi logis atas pilihan yang kita lakukan. Hidup adalah pilihan dan dunia adalah sesaat, dengan dibekali indra, akal dan hati manusia berhak menentukan pilihannya. Dengan usaha mencari dan memperoleh pengetahuan dan petunjuk keselamatan yang ada kita dapat memilah dan memilih dan semua adalah resiko yang kita hadapi baik itu resiko pengorbanan dan penderitaan, tapi itulah isyarat kesemestaan yang ditawarkan kepada kita semua sebagai manusia. Allah tidak akan menguji atau memberi cobaan yang melebihi kapasitas yang dimiliki hambanya sehingga segala resiko dapat di ambil hikmahnya selama kita berproses menuju kesempurnaan abduh. Konsistensi dan keistiqomahan atas perjuangan kita didunia dalam melawan ketidak adilan adalah realitas yang harus dihadapi, dengan berpegang teguh pada independensi terhadap semua kebenaran dari Allah. Dengan kritis obyektif dam progresif semata-mata memperjuangkan tanpa mengenal lelah dan melawan semua bentuk penindasan atas ketidakadilan di muka bumi adalah manifestasi kita untuk mencapai dan mewujudkan tatanan masyarakat yang diridhai oleh Allah Subhanahu Wata’ala. Billahittaufuq wal hidayah