Kamis, 05 Juni 2014

KEKERINGAN INTELEKTUAL SEBAGAI IDENTITAS APATISME KADER



Oleh: Ahmad Mas’ud (Komisariat Syari'ah IAIN Walisongo Semarang)

Sepintas agak mengerikan ketika coretan demi coretan penulis goreskan diatas lembaran putih ini, rasa gelisah mulai menghampiri benak fikiran yang juga berstatus sebagai kader HMI. Terpaksa lahirlah tulisan dari perenungan alam bawah sadar yang serasa menyesakkan hati. HMI, begitulah namanya yang sangat sakral dan penuh arti. Dimana HMI sebagai organisasi mahasiswa tertua di Indonesia dan telah menyumbangkan aspirasi kepada pemerintah dan ikut serta dalam kontrol sosial kepada rakyat. Secara tegas didalam khittah perjuangan HMI merupakan paradigma gerakan atau manhaj yang merupakan pilihan ideologis. Yaitu prinsip-prinsip penting dan nilai-nilai yang dianut oleh HMI sebagai tafsir utuh antara azas, tujuan, usaha dan independensi HMI.

Dilihat dari tujuan HMI yaitu kata insan ulil albab, sebagai kader pemikir yang kritis di berbagai bidang, intelektualitas sebagai simbol yang dijunjung. Ini mungkin menjadi refleksi aktualitas kita sebagai tanggung jawab sosial, cak nur pernah berkata dalam forum HMI “anda semua itu ahli waris Indonesia yang paling representatif”. Tetapi rekan-rekan sebagai kader HMI sekarang ini seakan-akan melihat sebelah mata akan komitmen pada cita-cita dan spirit perjuangan berproses menjadi seorang insan pemikir, intelek dan peka. Terhanyut pada arus nafsu yang menyesatkan, down nya budaya semangat membaca, bolongnya forum diskusi,  jebolnya karya kreatif kader dalam menorehkan tinta emas diatas lempengan perak peradaban dan karya ilmiah dibidang keilmuan, keislaman, realitas sosial dan sebagainya. Yang menjadi pertanyaan siapa yang disalahkan, siapa yang bertanggung jawab atas keringnya karya, sumbangsih peradaban, maupun aura gerakan kader?”, banyak yang bersifat apatis, mementingkan dirinya sendiri, bersifat senioritas atas kader dibawahnya ini mungkin terjadi, ketidak seriusan mendekati, membimbing dan mengarahkan kader baru setelah LK 1, kurangnya ngopeni, -ngingoni, -ngragati,-ngayomi kader biasa terhadap bawahnya, sehingga menimbulkan sebab buta arah melangkah sang kader baru. Fenomena buta arah menyebabkan gagalnya cetakan calon sang ideologi dan non aktifnya jasad, dikotomi hubungan harmonisasi antar kader karena suatu hal, yang menyebabkan terjadinya miss bahkan mendiskreditkan antar kader HMI, yang memungkinkan perpecahan pendapat dengan membentuk firqoh maupun berpoligami dengan  firqoh yang lebih nyaman.

Refleksi diri

Tidak ada organisasi yang sempurna di muka bumi ini, Organisasi hanyalah merupakan wadah pengembangan skill mahasiswa. Lebih dari itu HMI merupakan organisasi yang orientasinya pada keimanan, islam dan amal, yang ketiganya saling bersinergi dan singkron bagaikan pohon dengan akarnya, batangnya beserta cabang dan buahnya yang saling berkaitan dan menguatkan. Dan ketiga unsur tersebut mati apabila tidak ada roh maupun jiwa keseriusan yang hidup dan mengisi didalamnya. Membuang rasa arogansi, apatisme, senioritas dan merefleksikan maupun muhasabah diri, apa yang baik di junjung, apa yang kurang dilengkapi, apa yang jelek dibuang dan di pendam dalam-dalam dalam relung bumi. Mencontoh perjuangan para pendahulu intelektual yang telah mencurahkan dirinya terhadap HMI ini, dan harapan utama para kader HMI dapat menjadi pengganti sang maestro intelektual terdahulu. Amin

Semarang, 29-12-2013

*Tulisan dimuat dalam Majalah Ber-SUARA LAPMI Cabang Semarang Edisi XXVII Maret 2014M/1435 H
Info & Berlangganan : 085640281855

0 komentar:

sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com