Kamis, 29 Oktober 2015

MENEGUHKAN BUDAYA NGAJI KITAB SAFINATUN NAJAA DI WISMA AL-MANAR KOM. FPBS UPGRIS SEMARANG


{Semarang, Bersuara.com} Ngaji kultural kitab Safinatun Najaa dengan kanda Ulil Albab di wisma al-Manar komisariat FPBS UPGRIS HMI Semarang, dilaksanakan  pada tadi malam 28 Oktober 2015 pukul 20;00 wib-selesai berjalan dengan seru dan menarik. diikuti oleh sebagian kader-kader FPBS dengan teknik ngaji bandongan (pengkajian dan penyampaian kitab dengan dibaca dan disima’) dan sesi tanya jawab.


Pada kesempatan ngaji kitab klasik tersebut, pembahasan tentang fiqih yang menyangkut tentang hukum fiqhiyyah dalam tatacara beribadah yang menyangkut tentang bersuci dan berwudlu. Pemateri yg juga sebagai ketua bidang PKPO cabang HMI. kanda ulil menegaskan pada penjelasan bersuci sangatlah penting, dimana kotoran bisa di bersihkan dengan alternative lain, tidak Cuma dengan menggunakan air saja. padahal dimana ketika dimasa tidak terdapat air lebih-lebih pada masa pancaroba, kekeringan sekarang ini dapat menggunakan batu dan hal-hal yang bisa membersihkan seperti dedaunan, kayu, tisu dan benda-benda yang padat. dalam artian benda suci yang tidak menimbulkan bahaya. 
 
Dalam forum ngaji tersebut. timbul berbagai pertanyaan dan perdebatan yang cukup menarik dari audien. kata yunda umi dalam kesempatan itu, ia menanyakan tentang kurang bersihnya jika bersuci dalam keadaan menggunakan batu sebagai alat untuk mensucikan. dan hal tersebut dijawab haruslah menggunakan minimal tiga batu dan selebihnya,“tandas ulil”. karena sesuatu itu ada kadarnya dalam qaidah fiqhiyyah disebutkan maa ubiha liddhoruroti yuqaddaru biqadrihaa
 
Senada dengan audien, yunda yatun salah satu kader FPBS membuat geerrr dan seru pada sesi pertanyaan yang dilontarkan ketika Tanya jawab. ia mengungkapkan pertanyaan yang lumayan kontrofersial, dimana semua hukum ibadah baik itu wudhu maupun bersuci haruslah dengan menyandarkan pada hal yang semua dirujuk pada Allah lah yang lebih tahu. ungkapan inilah yang membuat cairnya suasana dan menambah greget suasana ngaji.
 
Setelah membahas tentang bersuci dan alternatifnya didalam kitab Safinatun Najaa, ngaji kitab kuning juga dilanjutkan dengan bab wudhlu, salah satu hal yang menjadi syarat penting dalam beribadah sebelumnya. tatacara wudhlu dibahas secara mendetail karena ada 7 syarat dan haruslah tertib (baca urut), dari pertama dibasuhnya wajah dulu dalam syaratnya dan diakhiri dengan membasuh kaki. papar ulil dalam menerangkan.
 
Dalam tataran filosofis ungkapnya. kenapa, syarat wudhlu tersebut mempunyai urutan dan harus tertib. yaitu lebih lanjutnya karena semua itu harus dari yang awal atau bisa dikatan diidahulukan dari yang bagian atas kemudian ke bawah. jadi, semua rekonstruksi sosial pun bisa dikatakan haruslah diawali dari yang atas barulah bagian bawah dalam tataran masyarakat supaya ada restruksi yang saling berkesinambungan.
 
Ngaji kitab kuning Safinatun Najaa tersebut diakhiri dengan do’a supaya mendapat ilmu yang barokah oleh kanda Ulil Albab, walaupun hanya membahas dua bab dalam kitab tersebut tetapi yang penting istiqomah. “Ungkapnya”. [A.Mas’oed]
pemateri sedang menerangkan kitab kuning ketika ngaji berlangsung
suasana peserta ngaji kitab kuning serius mendengarkan dan bertanya pada sesi tanya jawab

2 komentar:

Sunu mengatakan...

Sip...lanjutkan! Fokus untuk buat blog n ikut google adsense semakin banyak tulisan semakin banyak peluang... apalagi alamatnya dganti .org, .net dst...

Syahid mengatakan...



Salam wa rahmah
Dialog pria muslim

Jawapan:

"Pembaharuan vs. Penghapusan Sunnah Rasulullah SAW"?

1. Bukan semestinya setiap 100 tahun ada seorang mujaddid.

2. Dan pengertian "mujaddid" bukanlah dalam konteks menghapuskan sebahagian Sunnah Rasulullah SAW.

3. Sehingga melakukan sebahagian Sunnah Rasulullah SAW dikira bidaah pula?

4. Menziarah kubur Nabi SAW dikira bidaah oleh Wahabi. Sedangkan ia adalah tidak. Fatimah Zahra' telah menziarahi kubur bapanya.

5. Tidakkah para sahabat menziarahi kubur Nabi SAW, Abu Ayyub al-Ansari meratap dan bertawassul di kubur Nabi SAW?

6. Hadis mengenai tajdid adalah hadis yg lemah (dha'if).

7. Ia tidak ada dalam Sahih al-Bukhari dan Muslim.

8. Kenapa mereka tidak menyebut Imam Ali, Imam Hasan, Imam Husain sebagai "mujaddidun" selepas Rasulullah saw?

9. Ini disebabkan "mereka" bukan"mujaddidun" (mufrad mujaddid).

10. Mereka adalah muslihuun.

11. Justeru, mana-mana pembaharuan dalam Islam tidak boleh menyalahi al-Qur'an dan Hadis.

12. Menurut Khalifah Ali AS bahawa Khalifah-khalifah sebelumnya, mereka telah mengubah Sunnah Rasulullah dengan sengaja.

13. Justeru, ia bukan pembaharuan namanya, malah ia adalah penghapusan Sunnah Rasulullah SAW itu sendiri.

14. Khalifah Ali AS telah berkata: Khalifah-khalifah sebelumku telah mengubah Sunnah Rasulullah SAW dengan sengaja, sila rujuk:

https://drive.google.com/file/d/0B6ut4qmVOTGWY0dEVk9UekR1c0E/view?usp=drivesdk

https://drive.google.com/file/d/0B6ut4qmVOTGWejJIMF9JMXE5blE/view?usp=drivesdk

https://drive.google.com/file/d/0B6ut4qmVOTGWdXZubUJzRHllXzQ/view?usp=drivesdk

https://drive.google.com/file/d/0B6ut4qmVOTGWNkFHUnRNYld6N1k/view?usp=drivesdk

https://drive.google.com/file/d/1VekxM-_yYqUhFQnSRynylmHKBg65OSnx/view?usp=drivesdk

almawaddah.info



sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com