Kamis, 08 April 2010

MENJAGA KEFITRAHAN DAN SILATURRAHMI


Oleh:
Sulaiman Al-Kumayi
Kandidat Doktor Islamic Studies IAIN Walisongo dan
Mantan Kader HMI Semarang

Sudah kita tinggalkan bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah. Imam 'Ali Zainal 'Abidin a.s., cucu Rasulullah Saw., selalu meninggalkan bulan Ramadhan dengan penuh kesedihan. Dengan air mata yang tidak henti-hentinya membasahi wajah yang mulia, beliau mengucapkan salam perpisahan pada bulan Ramadhan. Ia berpisah dengan bulan yang telah menyertainya dalam mengabdi kepada Allah. Bulan yang menaburkan harapan hamba dari ampunan Tuhan. Bulan yang di dalamnya orang-orang saleh membersihkan hati dengan air mata tobat dan penyesalan. Bulan yang di dalamnya ada satu malam yang lebih utama daripada seribu bulan. Seperti Imam 'Ali Zainal Abidin a.s., marilah kita ucapkan salam perpisahan kepada Ramadhan:
Wahai bulan Allah yang agung, assalamualaika, wahai waktu-waktu yang menyertai kami dengan penuh kemuliaan. Wahai bulan dengan jam-jam dan hari-hari kebaikan.
Assalamualaika, wahai bulan yang ketika harapan didekatkan dan amal dihamparkan.

Salam bagimu wahai Ramadhan, sahabat yang datang membawa kebahagiaan dan pergi meninggalkan kepedihan.
Salam bagimu wahai kawan, yang membuat hati menjadi lembut dan dosa berguguran.
Salam bagimu wahai bulan penolong yang membantu kami melawan setan dan memudahkan kami menapak jalan kebaikan.
Salam bagimu wahai Ramadhan. Betapa panjangnya Engkau bagi para pendurhaka. Betapa mulianya Engkau bagi hati orang-orang yang percaya.
Salam bagimu wahai Ramadhan, engkau datang kepada kami membawa keberkahan dan membersihkan kami dari kesalahan.
Salam bagimu wahai Ramadhan. Wahai yang dirindukan sebelum kedatangannya dan disedihkan sebelum kepergiannya.
Salam bagimu wahai Ramadhan. Karenamu betapa banyaknya kejelekan telah dipalingkan dari kami. Karenamu betapa banyaknya kebaikan telah dilimpahkan kepada kami.

Kita sudah meninggalkan bulan Ramadhan. Bulan penyucian ruhani. Mulai hari ini kita semua memikul beban berat untuk mempertahankan kesucian ini. Selama sebulan, Tuhan menyaksikan kita bangun di waktu dini hari dan mendengarkan suara istighfar kita. Alangkah malangnya bila setelah hari ini Tuhan melihat kita tidur lelap. Tak lagi bangun di tengah malam untuk salat malam (salat tahajud). Bahkan melewati waktu subuh seperti bangkai tak bergerak.
Selama sebulan bibir kita bergetar dengan doa, zikir, dan kalimat suci Al-Quran. Celakalah kita bila kita gunakan bibir yang sama untuk menggunjing, memfitnah, dan mencaci maki kaum Mukmin.
Selama sebulan kita melaparkan perut dari makanan dan minuman yang halal di siang hari. Relakah kita sekarang memenuhi perut kita dengan makanan dan minuman yang haram. Setelah hari ini, kita akan diuji apakah kita termasuk orang yang terus mensucikan diri, berzikir, dan shalat atau tetap mencintai dan mendahulukan dunia. Apakah kita termasuk orang yang disebut Al-Quran: “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri,dDan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat” (QS. Al-A`la, 87: 14-15). Atau “Tetapi kamu memilih kehidupan duniawi” (QS. Al-A`la, 87: 16).
Saat hari raya Idul Fitri tiba, itu pertanda kemenangan hakiki bagi orang-orang mukmin yang melaksanakan ibadah puasa dan amal-amal lainnya selama bulan Ramadhan dan predikat muttaqîn (orang-orang yang bertakwa)—insya Allah—kita peroleh saat ini. Ini adalah gelar atau predikat tertinggi yang diberikan langsung oleh Allah SWT. Melalui predikat ini akan tumbuh kesadaran dalam diri manusia tentang kehadiran Allah dalam hidupnya. Sehingga, kapan pun dan di mana pun berada kita selalu merasa diawasi oleh Allah; Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian Dia bersemayam di atas ´arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya . Dan Dia bersama kamu di mama saja kamu berada. Dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan (QS. Al-Hadid [57]: 4); Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya, dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah keenamnya. dan tiada (pula) pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia berada bersama mereka di manapun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu (QS. Al-Mujadilah [58]: 7).
Kesadaran ‘kehadiran Allah dalam diri’ ini sudah kita bangun selama Ramadhan yang lalu. Kita sendiri yang merasa takut akan Allah baik secara rahasia maupun terang-terangan. Kita menjaga betul agar puasa kita tidak batal, sehingga saking hati-hatinya ada di antara kita sanggup tidak sikat gigi meskipun mulut sangat bau. Padahal kalau kita mau curang, tidak ada yang memata-matai kita. Namun, iman yang ada dalam dada kita mendorong kita untuk berlaku jujur dan tidak mau berbuat curang.
Rasa takut akan Allah inilah seharusnya yang menjadi pegangan dalam hidup kita. Pegangan yang dapat memotivasi kita untuk selalu berbuat yang terbaik dalam hidup ini. Berbuat sesuatu yang bermanfaat untuk diri kita dan orang lain. Kita sangat takut untuk berbuat sesuatu yang dilarang oleh Allah. Karena kita sadar sekecil apa pun kebaikan atau keburukan yang dilakukan pasti akan menerima ganjarannya. Firman Tuhan kita: "Barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun [sekecil partikel], niscaya ia akan melihat [balasan]nya; dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya ia akan melihat [balasan]nya pula." (QS. Al-Zalzalah [99]: 7-8); betul-betul selalu kita ingat bersamaan dengan keluar masuk nafas kita. Kalau kita sudah selalu menempatkan Allah dalam setiap aktivitas kita, maka kita tidak lagi merasa sendirian. Dan hidup dijalani dengan penuh suka cita dan kebahagiaan. Apa pun bentuk ujian yang kita alami di tengah-tengah perjalanan hidup kita, kita dengan tegas dan mantap mengatakan bahwa ini adalah ‘pertanda Allah mencintaiku, bukan membenciku.’
Menyambung Silaturrahmi
Siapa pun kita, setelah dosa-dosa kita kepada Allah diampuni, maka kewajiban selanjutnya adalah menyambung tali silaturrahmi dengan cara membuka pintu maaf dan meminta maaf kepada orang-orang yang memutuskan hubungan tali silaturrahmi. Allah berfirman: Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan Mengawasi kamu (QS. An-Nisa [4]: 1).
Begitu pentingnya silaturrahmi, sehingga orang yang memutuskannya dikecam dalam agama. Ada tiga orang yang tidak akan masuk surga: orang yang terus-menerus minum minumam keras, orang mukmin yang melakukan sihir, dan yang memutuskan silaturrahmi (Al-Bihar, 74: 90).
Sesungguhnya rahmat Allah tidak turun kepada satu kaum yang di dalamnya ada orang yang memutuskan silaturrahmi. Tidak ada dosa yang Allah segerakan siksanya kepada pelakunya di dunia ini selain memutuskan tali kekeluargaan.
Pada suatu hari, Ali bin Abi Thalib berdoa: “Aku berlindung kepada Allah dari dosa yang mempercepat kebinasaan.” Abdullah bin Al-Kawwa bertanya: “Ya Amir Al-Mukminin, apakah ada dosa yang mempercepat kebinasaan?” Ia berkata: “Memutuskan silaturrahmi.”
Seorang laki-laki datang menemui Nabi SAW. Ia berkata: “Ya Rasulullah, aku punya keluarga yang berasal dariku. Mereka menyakiti hatiku dan aku bermaksud mengusir mereka.” Rasulullah SAW berkata kepadanya: “Kalau begitu, Allah akan mengusir kamu semua.” Ia berkata: “Apa yang harus saya lakukan?” Rasulullah SAW bersabda: “Kamu memberikan hartamu kepada orang yang tidak pernah memberi kamu. Kamu sambungkan persaudaraan dengan orang yang memusuhi kamu, dan kamu memaafkan orang-orang yang menyakiti kamu. Jika kamu melakukan itu semua, Allah SWT akan selalu menjadi pembela kamu.” (Al-Bihar, 74: 100).
Sambungkanlah persaudaraan dengan orang yang sudah putus dengan kita. Berbuat baiklah kepada orang yang berbuat buruk kepada kita. Katakanlah kebenaran walaupun bertentangan dengan kepentingan diri kita. Semoga Allah selalu menyertai kita. []

0 komentar:

sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com