Selasa, 29 April 2014

Telah Terbit "Majalah BerSUARA Edisi XXVIII-Pemilu 2014 Dari Siapa? Oleh Siapa? Dan Untuk Siapa?"

 Pemilihan Umum (Pemilu) telah diadakan sebanyak 10 kali yaitu tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004 dan 2009. Dan sekarang rakyat Indonesia sedang menghadapi pemilu 2014 atau yang ke 11. Lalu, pemilu itu dari siapa? Oleh siapa? Dan untuk siapa? Pertanyaan mendasar ini bisa dikategorikan pertanyaan sepele, akan tetapi pertanyaan tersebut bisa jadi merupakan titik awal kesuksesan pemilu. Apakah benar slogan demokrasi dalam pemilu kita yakni dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat! Pemilu selalu diidentikan dengan demokrasi, tetapi demokrasi itu apa ya? Demokrasi dalam arti sempit adalah Demos (rakyat), dan Kratos, Kratein (pemerintahan) atau pemerintahan dari dan oleh rakyat.
Instrumen demokrasi yang telah di positifkan sebagai hukum barangkali hanya satu yakni pemilihan umum. Hampir semua ilmuwan sosial masih menganggap salah satu ukuran demokrasi adalah adanya pemilihan umum. Hampir semua negara modern (nation-state) di dunia selalu menyelenggarakan pemilu sebagai salah satu ukuran dalam demokrasi. Bahkan menurut ELSAM (1996) sistem politik liberal, sistem politik islam, bahkan politik otoriter dan totaliter, sistem politik monarki hingga sistem politik yang disebut Herbert Feith sebagai Represive Developmetalist Regimes (RDR) selalu menyelenggarakan pemilu.
Gagasan awal tentang demokrasi memang ditujukan untuk membangun suatu tatanan sosial yang dibangun bukan dalam fondasi monarkhi atau kelas-kelas aristokrasi. Aristoteles peletak dasar ide demokrasi begitu menyadari bahwa untuk menciptakan pemerintah yang baik, semua kelas sosial dalam masyarakat harus mendapatkan hak yang sama. Namun benarkah demokrasi memperlakukan setiap orang memiliki persamaan dihadapan di hadapan hukum, politik, ekonomi, sosial, bebas mengemukakan pendapat dan ide, dan lainnya jika dihubungkan dengan pemilihan legislatif dan presiden yang akan diselenggarakan di Indonesia. Keterlibatan secara sama dan bebas dalam menggunakan, menentukan hak politik oleh setiap warga negara dalam pemilu adalah momentum untuk membuktikan apakah sebuah negara telah benar-benar demokratis.
Lalu apakah pemilu 2014 yang diperkirakan menelan biaya sekitar Rp. 16 triliun hanya untuk membuktikan bahwa negara telah benar-benar demokratis dan takut dituding sebagai pemerintahan yang tiran, otoriter atau melegitimasi pemerintahan “baru” sebagai pemegang kekuasaan atas dasar perolehan suara rakyat terbanyak.
Jadi untuk apa dan siapa pemilu diselenggarakan? Komarudin Hidayat (2004) menyatakan secara teoretis-normatif, pemilu untuk menjaring wakil rakyat dan presiden serta wakilnya yang memperoleh mandat dan kepercayaan rakyat karena pertimbangan integritas dan kompetensinya. Oleh karena itu, rakyat harus dibuat jelas dan sadar akan hak dan kewajibannya bahwa pemilu di negaranya yang menelan biaya tinggi, moral maupun material, bukan dirancang untuk panggung persaingan dan antar elite politik untuk memperoleh kekuasaan saja tetapi untuk kepentingan rakyat dan bangsa. Maka yang diperlukan adalah kesadaran, partisipasi dan tindakan nyata dari kita semua untuk menciptakan pemilu yang berkualitas, baik aspek penyelenggara, peraturan, proses, perilaku pemain, pengawas, maupun suporternya.
Oleh karena itu, Lembaga Pers Mahasiswa Islam Cabang Semarang (LAPMICS) merasa terpanggil untuk berkontribusi menyadarkan rakyat agar jangan salah pilih dan menyukseskan pemilu 2014 dengan mengangkat tema “Pemilu 2014, dari siapa? Oleh siapa? Dan untuk siapa? dalam Majalah Ber-SUARA Edisi XVIII-April 2014/1435. Semoga edisi Majalah Bersuara kali ini mampu memberikan pendidikan politik bagi warga negara agar tidak menjadi korban petualangan dan rekayasa politik yang dilakukan oleh mereka yang haus kekuasaan untuk diri dan kelompoknya dengan memanfaatkan momentum pemilu. Selamat membaca.

Semarang,  April 2014



Noor Rochman  
Direktur LAPMICS

Info & Berlangganan : 085640281855
 

0 komentar:

sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com