Kamis, 01 Mei 2014

PENGAJIAN KEBUDAYAAN-DIALEKTIKA POLITIK TRANSAKSIONAL*

Rumah Pendidikan Sciena Madani adakan pengajian kebudayaan dengan tema ”Dicari Wakil Rakyat yang Merakyat, Dialektika Politik Transaksional” di Banjardowo Rt 2 Rw 6 Genuk (Rumah Lukni Maulana pada Sabtu (5/4/14). Pembukaan acara ini dimulai pukul 20.30 diawali dengan pembacaan puisi oleh Basa Basuki, Aditya D. Sugiarso, Sugi dan Bambang Eka Prasetya.

Pembicara pada pengajian kali ini Djawahir Muhammad (Mantan Anggota DRPD Jateng) dan Lukman Wibowo (Wirausahawan, Mantan Aktivis PB HMI (MPO)) dengan moderator Lukni Maulana (Pengasuh Sciena Madani) yang dalam prolognya menyampaikan bahwa ”acara ini mencoba memberikan pendidikan politik, karena caleg yang ada kurang dalam pendidikan politik hanya memberi bantuan dalam bentuk materiil dan politik transasksional dengan dalih tidak ada yang gratis di dunia ini apalagi politik untuk memperoleh dukungan rakyat”.

Pembicara yang pertama, Djawahir Muhammad dalam paparannya menyampaikan 4 data yang menyimpulkan bahwa wakil rakyat tidak betul-betul menjadi wakil rakyat. Pertama, DPR bukanlah wakil rakyat tetapi wakil partai. Kedua, DPR bukan public service atau lapangan pengabdian tetapi lapangan kerja. Ketiga, cara menjadi DPR dengan politik transaksional jual beli suara mulai Rp. 10.000 ke atas. Keempat, DPR bekerja tidak atas dasar keikhlasan tetapi atas capaian gaji, bonus, dan fasilitas. Hal ini berbeda dengan di Amerika untuk menjadi anggota parlemen atau senator harus kaya dulu tidak berorientasi atau ingin capaian untuk memperkaya diri yang berbeda jika awalnya miskin.


Berbeda dengan pembicara sebelumnya, pembicara kedua Lukman Wibowo, lebih mengkaji permasalahan bangsa ini secara filosofis, ia menyorotinya ketika masih jadi aktivis di Jakarta mulai 2004-2007. Menurut Lukman, persoalan kebangsaan dari dulu sampai sekarang adalah sama tetapi kedok-kedok penguasanya saja yang berbeda. Ia mempertanyakan landasan filosofis dalam pemilu kita mencari apa? Siapa? Dan cara mencarinya bagaimana? Kalau dalam pemilu kita mencari wakil rakyat tetapi karena tidak ada landasan filosofisnya maka ketika tidak ketemu (golput) tidak apa-apa. Landasan politik sekarang adalah demokrasi di negara yang sudah maju yang dibangun dari politik ketidakpercayaan yang dicetuskan oleh John Locke yang berawal dari ketidakperyaan terhadap raja inggris, sehingga muncul pemisahan kekuasaan maka ketika memilih legislatif juga diplih eksekutifnya. Kondisi ini berbeda dengan indonesia yang semua masyarakatnya saling percaya maka ketika produk ketidakpercayaan dipraktikan di Indonesia sama dengan muspro (sia-sia).

Neoliberalisme adalah musuh utama
Lukman menyampaikan korupsi yang dilakukan para pejabat bukanlah musuh utama tetapi musuh utama adalah neoliberalisme yang menjajah semua aspek sosial budaya kita. Ia mencontohkan rusaknya jalanan yang mengakibatkan kecelakaan bukan disebabkan karena jalan yang sering dipakai oleh pengguna jalan tetapi karena jepang yang mengangkut kendaraan-kendaraannya di jalan dengan melebihi tonase atau muatan. Senada dengan Lukman, Djawahir menyampaikan sekarang di sepanjang jalan ada indomaret dan almart yang semakin dekat dan berderet memperlihatkan kekuatan neoliberalisme atau kapitalisme yang mengancam ekonomi masyarakat bahkan terhadap politik. Musuh utama indonesia adalah freeport yang mengeruk emas di papua dan mulai masuk di indonesia dengan persetujuan soeharto meskipun negara hanya mendapat keuntungan 10 %, oleh karena itu Djawahir berpesan kepada anak muda untuk menjadi orang profesional yang tidak bisa didikte oleh orang lain atau bangsa asing, jangan mau diperintah tetapi bekerja yang baik. Lebih baik jadi majikan kecil dari pada kacung yang besar.

Golput sebagai pemberontakan sipil
Lukman, menyampaikan jika ingin melakukan perlawanan terhadap sistem pemerintahan saat ini maka rakyat bisa melakukan pemberontakan sipil dengan cara diam atau golput. Angka golput di indonesia yang cukup tinggi dapat digunakan sebagai sarana pemberontakan sipil terhadap pemerintah misalnya pada pemilu presiden SBY sebanyak 48% memilih golput, sedangkan pemilu gubernur jateng Ganjar sebesar 58% angka golput. Sejalan dengan Lukman, Djawahir mengungkap bahwa jika angka golput di indonesia lebih dari 50% maka hasilnya bisa dibatalkan atau diratifikasi oleh Mahkamah Internasional  karena parlemen  indonesia tergabung dalam IPU (international Parlement United) dan jika melanggar indonesia bisa diembargo oleh dunia internasional dalam segala aspek bidang baik olahraga, maupun budaya. Lukman menambahkan bahwa golput atau tidak yang penting kita tetap memikirkan bangsa ini ke depan. (NR)
  
*Tulisan dimuat dalam Majalah Ber-SUARA LAPMI Cabang Semarang Edisi XXVIII April 2014M/1435 H
Info & Berlangganan : 085640281855
Lukman Wibowo (kiri), Djawahir Muhammad (tengah) dan Lukni Maulana (kanan) dalam Pengajian Kebudayaan

0 komentar:

sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com