Minggu, 04 Mei 2014

RESENSI BUKU DOKEIN (Meneguhkan HMI sebagai Organisasi Peradaban)




Identitas Buku
Penulis                         : Lukman Wibowo
Judul buku                   : DOKEIN (Meneguhkan HMI sebagai Organisasi Peradaban)
Penerbit                       : LAPMI HMI Cabang Semarang
Kota Terbit                  : Semarang      
Tahun Terbit                : Cetakan kelima Oktober 2013
Tebal Halaman            : 14,8 X 21 cm
Banyak Halaman         : 128 halaman


Pertama kali membaca buku ini pasti tidak sedikit yang akan merasa bingung dengan judul bukunya. Mayoritas pembaca pasti mengira bahwa“DOKEIN” merupakan bentuk akronim atau sejenisnya yang memang sengaja dipilih agar mendapatkan kesan estetika. Namun pertanyaan akan makna kata “DOKEIN” itu sendiri akan segera terjawab ketika pembaca mulai membaca pengantar yang dilengkapi dengan penjelasan di dalam muqadimah.
DOKEIN itu sendiri berasal dari bahasa Yunani yang dalam kata kerjanya merupakan akar kata dari istilah dogma dan ortodoksi. Sedangkan apabila dilihat dari kata bendanya berasal dari kata doxa yang setara dengan sebutan “keagungan”. Dari arti kata tersebut penulis memiliki maksud yang sederhana dalam memilih “DOKEIN” sebagai judul dari buku ini, yaitu bahwa buku ini tidak lebih sekadar berisi pandangan-pandangan ke-HMI-an seorang kader yang besar di dalamnya. Adapun tambahan kalimat “Meneguhkan HMI sebagai Organisasi Peradaban” yang dibubuhkan dalam judul “DOKEIN” hanyalah memberi petunjuk satu representasi dari 60 sub-judul yang termuat dalam buku ini.
Kata “DOKEIN” yang dipilih sebagai judul dalam buku ini ternyata menimbulkan banyak penafsiran bagi para pembaca yang sangat awam dengan istilah-istilah asing. Tidak hanya menimbulkan kesan isi buku yang berat seperti buku-buku yang membahas tentang filsafat, politik dll, namun “DOKEIN” juga seakan menjadi buku yang membosankan untuk dibaca. Asumsi itu merupakan asumsi sesaat sebelum buku ini dibaca. Hal tersebut dikarenakan, penulis mampu menuangkan gagasanya dengan sangat apik, ringan, dan berkualitas untuk dibaca, khususnya bagi para kader HMI itu sendiri. Tulisan yang dapat dikemas dengan apik, ringan serta berkualitas bagi pembaca itulah yang menjadikan “DOKEIN” memiliki nilai plus tersendiri. Tidak hanya berhenti di situ, faktanya “DOKEIN” hadir hanya bermula dari hasil pengamatan, melihat fenomena yang ada, berkeliling dari kota ke kota, berdiskusi, tidur dan merenung. “DOKEIN” menjadi bernilai sekali karena isi yang disampaikan lebih banyak mengupas tentang dinamika pergerakan HMI sebagai organisasi peradaban yang secara isi membahas hal-hal urgent yang sering dialami oleh para kader HMI, jati diri HMI, bagaimana sikap yang mestinya diambil ketika terjadi problem dan dinamika dalam kepengurusan, serta berbagai kisah bijak lainnya.
Kisah renungan yang ditulis dalam “DOKEIN” ini merupak kejadian-kejadian luar biasa dan penuh dengan problematika yang cukup komples. Problematika yang disajikan dalam buku ini tidak hanya mengupas tentang pengkadera yang rumit, namun juga kisah-kisah klasik yang sering diperbincangkan di tengah-tengah para kader HMI, seperti dalam sub-judul HMI Ngak Laku (1), Hubungan Ikhwan-Akhwat, Pacaran Boleh Asal.... dll dapat disajikan dengan apik dan tetap menjada idialisme yang ada.
Beberapa sub-judul di atas murupakan sejumput kisah yang turut mewarnai cerita di dalam HMI. Meskipun terdapat beberapa kisah-kisah fenomenal dengan tingkat problematika yang beragam, penulis dapat menyajikannya dengan bahasa yang ringan dan komunikatif. Hasil tulisan yang disajikan melalui proses arus pemikiran yang bebas, membuat idialisme penulis makin kentara. Idialisme yang ingin ditonjolkan oleh penulis ternyata mampu dilebur dengan diksi yang ringan serta gaya tulisan yang tidak ingin mempengaruhi. Hal tersebut dapat dilihat dari ending atau cloosing di tiap-tiap akhrir tulisan. Pesan positif yang ingin penulis sampaikan dalam buku ini hanya untuk memberikan wacana, memberikan gambaran fenomena, dinamika yang terjadi di dalam HMI, hal ini tentunya memiliki dampak yang sangat positif baik bagi para kader HMI, maupun umum.
Cerita menarik lainnya seperti dalam sub-judul “Buat Ibu”. Saya yakin tidak sedikit dari teman-teman himpunan yang memiliki dilema yang sama seperti dalam kisah tersebut. Hanya saja tingkat masalah yang dialami berbeda, namun paling tidak, tulisan tersebut dapat menjadi peguat, motivasi untuk terus istiqomah dalam melakukan perjuangan di HMI.
Tidak hanya berhenti di kisah tersebut, kisah-kisah tentang ke-HMI-an seperti dalam sub-judul HMI Nggak Laku...., Konstitusi: Sulitnya Ber-HMI dll, merupakan kisah-kisah tentang dinamika perjuangan teman-teman himpunan untuk mempertahankan idealisme di dalam ber-HMI. Ada yang bertahan, namun tidak sedikit pula yang hampir mengibarkan bendera putih. Akhirnya yang terjadi adalah kebimbangan dalam menjalankan perkaderan. Namun dengan adanya “DOKEIN” semakin memperkuat mental teman-teman himpunan untuk terus bertahan. Yang terjadi di lapangan, terkadang para kader merasa bahwa merekalah yang hanya mengalami masalah tersebut. Padahal fakta yang terjadi adalah masalah perkaderan dan segala klenik yang ada di dalam HMI merupakan kisah-kisah yang telah dialami oleh para alumni-alumni terdahulu.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kelebihan dari “DOKEIN” ini adalah sebagai motivasi untuk terus berjuang bersama HMI, menjada idealisme meskipun masalah dan dinamikanya selalu saja mengiringi. “DOKEIN” juga mampu menjadi penjembatan sejarah bagi para kader-kader untuk mengetahui perjuangan dan kisah-kisah selama berorganisasi di HMI. Karena “DOKEIN” telah menyuguhkan berbagai versi cerita dari beberapa periode yang lalu. Dengan demikian, tidak perlu dirisaukan lagi jika banyak kader yang sedikit mangkir dari tugas, atau bahkan memilih untuk non-aktif lagi dari HMI. Lewat kisah-kisah yang dikemas di dalam “DOKEIN”, pembaca yang khususnya adalah kader dan pengurus HMI, dapat menjadikan “DOKEIN” sebagai penambah wacana, ilmu, dan penyemangat untuk terus bertahan serta mengambil solusi dari problematika yang ada selama kepengurusan. Kelebihan DOKEIN tidak hanya berhenti di sana, karena kebermanfaatannya “DOKEIN” ternyata tidak hanya dapat dirasakan oleh internal HMI, namun juga masyarakat umum. Karena “DOKEIN” hadir tidak hanya berasal dari renungan saja, namun segi-segi keilmuan dan pengetahuan juga turut dibubuhkan, seperti yang terdapat dalam sub-judul “Makna Mahar bagi Lelaki”. 
Akhrir kata dari tulisan ini adalah “don’t jugde from the cover” mungkin hal itu yang seharusnya menjadi prinsip dan harus dimiliki oleh setiap individu sebelum memulai membaca. Seperti buku “DOKEIN” ini misalnya, meskipun secara penyajian fisik, buku ini kurang menarik bila dilihat dari segi ukuran buku, yang lebih mirip seperti makalah, kumpulan artikel, tugas akhir, atau bahkan kumpulan tugas yang kemudian dibukukan. Diskripsi tersebut dapat dikategorikan sebagai kelemahan dari buku ini. Meskipun demikian, esensi isi di dalam buku ini tidak kalah dengan buku-buku yang peredarannya terdapat di toko-toko buku ternama. (Andini)

0 komentar:

sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com