Jumat, 09 Mei 2014

Cerpen: KEAJAIBAN BINTANG


By: Zahratunisa

Dalam menggapai indahnya keajaiban yang diciptakan oleh Tuhan adalah sebuah permainan yang sedang diciptakan oleh-Nya. Sesuatu yang sempurna beranjak dari hal yang tidak sempurna. Begitu pula dengan apa yang dialami oleh Anisa Livia Sari.
Indahnya panorama sang fajar terhiasi oleh ayat-ayat yang mengalun sangat indah dan begitu menakjubkan. Rutinitas yang dikerjakan oleh Via begitulah ia disapa oleh teman-temannya, untuk mencurahkan isi hatinya kepada sang pemberi hidup.  Indahnya pancaran bintang selalu menjadi kekuatan bagi Via disaat Ia terpuruk oleh sekelebat masalah yang coba hinggap dalam hidupnya.
Pagi yang cerah menyambangi jendela, memperlihatkan keelokan pada sang pemilik rumah bahwa pagi ini adalah pagi yang menyenangkan dan awali hari dengan senyuman. Ketika Via akan bergegas menuju ke kamar mandi, langkahnya terhenti tepat di depan kamar Ifan.
“bagaimana kabar Ifan ya? sudah dua hari aku tidak bertemu dengannya. Apa dia belum bangun? Padahal dia juga harus sekolah, ah mungkin bibi lupa membangunkannya, kalau begitu aku bangunkan saja dia.”
Dengan gerak cepat Via mengetuk pintu kamar Ifan berulang kali, tetapi tidak ada jawaban sama sekali, Via berinisiatif untuk membuka pintunya. Dengan rasa terkejut ketika Via membuka pintunya Ifan tidak ada di tempat.
“tumben anak ini jam segini tidak ada di kamarnya, biasanya jam segini masih molor. Kemana perginya ya?”
Via mencoba mencarinya kebelakang kali saja dia sedang makan, tetapi hasilnya nol, Via langsung teringat tempat favoritnya yaitu rumah pohon yang berada di belakang rumah, tempat tersebut juga menjadi tempat favorit Via.
Ternyata benar, si Ifan berada disana sedang tidur. Rumah pohon ini memang sengaja dibuat oleh ayah untuk kita sebagai tempat untuk bermain, tempatnya sungguh sangat nyaman untuk di tempati, desainnya juga sangat bagus dan terlihat sangat unik, bisa dibilang rumah pohon inilah tempat kedua kita. Via dengan gesit memanjat untuk membangunkan Ifan untuk ke sekolah karena ini sudah siang.
“Ifan bangun, kamu harus siap-siap untuk ke Sekolah, nanti terlambat. Kamu pasti semalam tidak bisa tidur lagi ya? Apa yang sedang kamu pikirkan sampai kamu tidak bisa tidur?”
Dengan segera Ifan terbangun dari tidurnya, dia teringat bahwa dia hari ini harus menemui seseorang.
“aduh, kak Via kenapa baru bangunin Ifan sih, jadi kesiangan nih. Bibi juga, kenapa nggak bangunin Ifan dari tadi!”
“kamu tuh Fan kebiasaan menyalahkan orang lain, siapa juga yang tahu kalau semalem kamu tidur di sini. Bibi mungkin saja sudah bangunin kamu berulang kali, tapi kamu nggak ada di kamar. Makannya kalau mau tidur di sini bilang dulu. Ya sudah ayo cepetan siap-siap katanya ada janji.”
“iya..iya.. dasar kak Via bawel!”
Tak salah jika Ifan adik laki-laki Via terkadang merasa iri dengan Via, karena selama ini Via itu istimewakan oleh orang tuanya, tetapi berbeda dengan Ifan, dia sering dimarahi oleh ibunya terutama sama ayahnya. Mungkin karena dia laki-laki maka Ifan mendapat didikan keras dari orang tuanya supaya menjadi laki-laki yang bertanggung jawab. Terkadang Via juga merasa kasihan kepada adik semata wayangnya itu. Dia selalu mendapat perlakuan yang kurang adil baginya. Tidak dapat dipungkiri lagi, bagaimanapun juga Ifan masih terlalu kecil untuk mengerti bagaimana kehidupan yang sebenarnya. Anak kelas enam sekolah dasar yang dia tahu hanya bermain dengan teman-temannya tanpa harus meninggalkan prestasi yang harus diraihnya di sekolah. Begitulah orang tua Via dan Ifan mendidik anak-anaknya. Boleh bermain tetapi prestasi tetap nomor satu. Via yang duduk di bangku kelas tiga SMP agaknya sedikit demi sedikit mulai tahu, betapa susahnya menjalankan kehidupan yang sebenarnya. Via merasakan betapa sibuknya kedua orang tuanya yang setiap hari harus bekerja dengan keras agar kebutuhan yang diperlukan anak-anaknya dapat terpenuhi. Sampai-sampai tidak ada waktu untuk berkumpul bersama seperti yang didambakan oleh sekian banyak orang.
Sepulang dari sekolah Via langsung menuju ke kamarnya. Tempat yang menurutnya paling nyaman untuk menyendiri selain rumah pohon. Via masih penasaran dengan apa yang dijanjikan oleh ibu.
Dengan sangat tak terbiasa ibu pukul 16.00 WIB sudah sampai rumah, biasanya sehabis maghrib baru sampai rumah. Tetapi ibu juga datang dengan raut muka yang tidak gembira. Sebuah pekerjaan menjadi wakil kepala sekolah memang sangat melelahkan. Tugas dari kepala sekolah yang dikerjakan oleh ibu sangat banyak, bahkan tak jarang pula ibu membawa pekerjaannya ke rumah.
Ketika di meja makan pun ibu belum mengatakan kejutan yang dijanjikan oleh ibu tadi malam. Setelah makan malam selesai Via langsung menuju ke kamarnya, tak berapa lama kemudian tiba-tiba pintu kamar Via ada yang mengetuk, hingga menyadarkan lamunan Via. Dengan segera Via membuka pintu kamarnya.
Rasa penarasan dan tidak mengerti apa maksud kedatangan ibunya menghampiri dirinya dengan perubahan raut muka yang terlihat berbeda dari sebelumnya. Ibu kini terlihat sangat berseri ketika kedua bola mataku bertemu dengan tatapan bola mata ibu. Dengan nada sayang ibu menyampaikan suatu hal terhadap diri Via. Ibu memberikan kejutan yang sama sekali semuanya di luar dugaan dan pemikiran Via. Hal yang sangat tidak setuju bahkan kecewa setelah mendengar semuanya. Bukan kejutan mengenai hari bahagia yang dia tunggu akan tetapi sebaliknya. Ibu menginginkan Via unuk melanjutkan studi ke Yogyakarta yang itu artinya Via harus mempersiapkan dirinya untuk jauh dari orang tuanya. Itu menjadi pilihan yang sulit bagi Via untuk menjawab iya atau bahkan menolaknya.
Via mulai berfikir jauh untuk dia merasakan hidup pisah dari keluarganya. Meskipum di sana nanti Dia masih bersama kakek dan neneknya akan tetapi akan terasa sekali perbedaannya ketika dia tinggal dengan orang tua dan adiknya. Dalam angan Via terbangun ketika ibu mulai akan menjelaskan alasan beliau menggambil keputusan yang mestinya sudah dipertimbangkan sebelumnya. Ibu menginginkan adanya sikap yang sepadan antara Via dan Adiknya, Ifan. Akan tetapi Via yang kini harus menanggungnya. Bukan antara tanggungan akan tetapi suatu kebijakan dan keadilan agar sama-sama memperlakukn anak dengan rasa sayang dari kedua orang tuanya.  
Dengan linangan air mata Via menerima kenyataan yang begitu berat bagi anak seumurannya. Desiran angin yang ikut merasakan suasana hati Via mengingatkan kebiasaan yang dilakukan oleh Via di rumah pohon. Malam yang semakin larut menggerakkan hati Via untuk mengambil air wudlu dan segera menjalankan sholat tahajud. Dibawah hangatnya sinar rembulan dan cahaya lentera yang bertebaran diangkasa selalu menemani malam yang begitu indah, teman yang selalu setia menemani setiap sujudnya dimalam hari, indahnya pancaran bintang seolah mengerti kegundahan hati yang dialami Via. Begitulah cara Via menenangkan hatinya, tidak pernah seharipun ia melupakan untuk menyapa temannya itu. Setelah menyapa temannya itu ia kembali ke kamarnya untuk istirahat.
Via sebisa mungkin tidak mengecewakan orang tuanya, oleh karena itu dia buktikan dengan prestasi yang didapatkan disekolah. Via selalu mendapatkan juara 1 di kelasnya, hal ini yang selalu membuat teman-teman yang lain ada yang merasa iri dengan kesempurnaan yang dimiliki oleh Via, memang Via itu begitu sangat anggun dan cantik begitu teman-temannya menilai Via, ditambah lagi pintar serta hidup berkecukupan. Walaupun teman-temannya selalu menilai Via seperti itu, tetapi Via tidak pernah merasa sombong bahkan sebaliknya, dia begitu ramah dan sangat baik kepada teman-temannya, selain itu Via juga sangat sederhana dan rendah hati, oleh sebab itulah bukan hal yang mustahil lagi kalau banyak lawan jenis yang menyukai Via. Tetapi Via selalu menganggapnya sebagai teman biasa. Bahkan tak jarang pula banyak teman yang sering main ke rumah Via untuk sekedar minta diajarin mengenai pelajaran yang menurut teman-temannya itu sulit, dengan senang hati dan sabar Via mengajari teman-temannya itu sampai mengerti. Pada waktu Via mengajari teman-temanya tiba-tiba Ia pingsan, teman-teman yang berada disekitarnya begitu panik melihat Via yang tiba-tiba pingsan, tetapi tidak untuk orang rumah. Hal seperti itu sudah terbiasa dialami oleh Via jadi tidak kaget lagi, bibi pun tahu bagaimana yang seharusnya dilakukan ketika Via seperti ini. Namun, Via tidak mau teman-temanya itu mengetahui sakit yang dialami Via, jadi selama ini teman-temanyapun tidak ada yang mengetahui keadaan Via yang sebenarnya. Dengan segera Bibi dibantu teman-teman Via mengangkat Via ke kamarnya.
Malam harinya ditemani oleh ibu dan ayah, Via cek up ke rumah sakit yang biasa menangani Via dari kecil.
“aduh bu ngapain sih kita ke rumah sakit lagi? Via kan sudah tidak apa-apa.”
“nggak apa-apa gimana, buktinya tadi kamu pingsan lagi. Ibu takut kalau kamu itu... ah sudahlah, semoga saja nanti hasilnya baik-baik saja.”
Benar saja, apa yang ditakutkan ibu selama ini, sakit jantung yang diderita Via kini naik menjadi stadium dua, hal ini membuat kedua orang tuanya kaget. Padahal kemarin perkembangannya sempat membaik. Tetapi, mengapa sekarang menjadi memburuk. Via selalu menutupi rasa sakitnya supaya ayah dan ibu tidak terlalu khawatir mengenai keadaannya. Bila malam menjelma, memayungi semesta Via pun bergegas mengambil air wudlu dan langsung menuju rumah pohon. Bintang yang gemerlapan tahu bagaimana menghibur temannya yang sedang bersedih itu. Perasaan damaipun menyelimuti Via setelah melaksanakan sholat tahajud. Tiba-tiba Via melihat bintang jatuh begitu indah, bintang yang selalu memberikan kekuatan pada Via.
“Ada apa gerangan mengapa engkau turun sahabatku?”
Setelah melaksanakan sholat tahajud Via belum merasakan kantuk, untuk mengisi waktunya itu, Via membuka buku pelajaran untuk mempelajarinya, tinggal menghitung hari ujian akhir akan dilaksanakan, dan waktu itu juga Via harus bersiap-siap untuk meninggalkan Jakarta.
“Kenangan bersama keluarga dan teman-teman takan aku lupakan, dan aku pasti sangat merindukan rumah pohonku itu.”
-oo0oo-
Ujian akhir telah dilaksanakan Via dengan sangat lancar, Via optimis akan mendapatkan nilai yang bagus, karena Via tidak mau mengecewakan kedua orang tuanya yang telah bekerja keras selama ini. Via ingin membuat orang tuanya bangga dengan hasil yang diperolehnya.
Waktu terasa lebih cepat dilalui oleh Via, saat-saat yang memberatkan bagi Viapun terjadi. Dengan hasil ujian yang memuaskan itulah Via dapat melukiskan senyum pada wajah kedua orang tua yang sangat Ia cintai, dengan cara seperti itulah Via menghibur dirinya dari rasa keputusasaan akan masa depan yang gelap karena sakit yang diderita selama ini.
Kota gudeg adalah tujuan Via setelah lulus dari SMP. Sebuah sekolah Favorit dikota gudeg menjadi pilihan Via, selain dekat dengan rumah sakit, letak sekolah yang dekat dengan rumah kakek dapat mempermudah Via selama di Jogja. Kehidupan yang baru telah Ia jalankan seperti biasa, sampai pada akhirnya Via menemukan sesosok laki-laki yang kini memberikan warna dalam hidupnya, Andre seorang pemuda yang santun, baik dan juga begitu perhatian dengan Via. Walaupun Via telah memiliki seseorang yang telah memberikan warna dalam hidupnya, tidak dengan begitu saja Ia melupakan sahabatnya selama ini. Dalam waktu malam Ia selalu menemani Via dalam sujud kepada sang Khalik. Kebiasaan di rumah pohon tidak akan pernah Ia lupakan walaupun sekarang Ia melakukannya tidak di rumah pohon.
Tiga tahun telah Via lalui dengan guratan-guratan cerita yang sangat indah, sampai pada akhirnya Via dibenturkan dengan kenyataan yang begitu pahit dan memilukan. Andre yang selama ini ia kenal sebagai pemuda yang santun dan bertanggung jawab ternyata kini Ia telah menorehkan luka yang sangat dalam pada hati suci yang selama ini telah menyayanginya dengan tulus. Sebuah pengkhianatan yang dilakukan oleh Andre membuat keadaan Via menjadi sangat frustasi dan tertekan. Via menjadi lebih sering keluar masuk rumah sakit karena permasalahan yang menguji kadar keimanannya benar-benar membuatnya terpuruk sampai pada titik jenuh yang sangat tinggi. Dalam keterpurukan itulah sahabat sejatinya membangunkan kesadaran yang selama ini tidak dapat Via rasakan dalam permasalahan yang menyelimutinya saat ini. Via tersadar bahwa saat paling dekat seorang hamba dengan RabbNya yaitu ketika dia sujud, Via menemukan kedamaian yang tidak dapat Ia gambarkan dengan sebuah kata, berjuta bintang diatas sana menunjukkan keelokannya membuat siapa saja yang memandang menjadi terpesona dibuatnya. Keajaiban bintang telah menyadarkan Via bahwa hidup ini tidak hanya selebar daun kelor, karena akan selalu ada cinta dalam nurani yang bersih, akan selalu ada senyum pada wajah-wajah yang diliputi cahaya Allah, akan selalu ada doa pada hati yang ikhlas, akan selalu ada hikmah pada lisan yang cinta pada kebenaran, ada sapa dalam setiap ukhuwah dan akan selalu ada kedamaian bagi orang-orang yang cinta pada RabbNya. 
Bila malam menjelma, memayungi semesta, rasa hati tercipta mengenang yang maha Esa, bintang yang gemerlapan ditemani cahaya rembulan, terukir rasa yang terasing pabila nurani dunia menghampiri, tercipta rasa yang terindah dalam setiap malam. Sujud Via sewaktu di rumah pohon sampai Ia di Yogya telah mengantarkannya pada kedamaian yang sesungguhnya. Keajaiban bintang yang selama ini menjadi sahabatnya ketika malam menyapa telah membentuk sebuah prinsip bahwa Via tidak akan semudah itu menjalin hubungan dengan seorang laki-laki selama ketenangan yang Ia rasakan tidak seperti ketika Ia bersama sahabatnya. Karena Via telah menyadari bahwa manusia yang sejati adalah manusia yang dapat menghargai sesamanya.

0 komentar:

sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com